Perspektif

Covid-19, Pendidikan, dan Literasi Lingkungan

3 Mins read

Jamak warga dunia mengeluhkan kondisinya di tengah pandemi Covid-19, salah satunya berkaitan dengan pendidikan. Sebab, pandemi ini telah memberikan dampak besar di bidang pendidikan. Pemusatan pembelajaran di rumah telah menciptakan ruang keluhan bagi para siswa, orang tua, maupun guru.

Keluhan cukup beragam. Mulai dari keterbatasan fasilitas pendukung hingga ketidaksiapan siswa belajar di rumah yang pada akhirnya menjadikan capaian akademik siswa tertinggal. Terlebih bagi siswa yang menetap di daerah terpencil. Jaringan internet belum tentu tersedia, listrik belum menjamah, gawai pun tak semua punya. Tentu saja, hal ini menjadi masalah baru dan potensi berkepanjangan bagi pendidikan di Indonesia.

Namun, tak begitu bagi lingkungan kita. Pandemi ini nampaknya malah memberikan berita gembira bagi bumi. Penelitian National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan European Space Agency (ESA) (2020) yang menjadi buktinya. Terjadi penurunan polusi udara hingga 30% di Wuhan, Italia, Spanyol, dan Amerika.

Tak hanya itu, di Venice, Italia, kualitas air tampak meningkat drastis. Air terlihat lebih jernih, ikan-ikan muncul di permukaan, dan aliran air lebih baik. Demikian pula yang terjadi pada binatang. Kura-kura laut bebas bertelur di areanya karena bebas dari gangguan manusia. Tanaman pun dapat tumbuh baik karena meningkatnya kualitas air dan udara.

Dua Sisi COVID-19

Melihat dua fakta di atas adalah ironi. Di satu sisi, Covid-19 telah menyumbangkan masalah baru di bidang pendidikan, namun di sisi lain, khususnya di bidang lingkungan, justru pandemi ini menjadi sebuah peluang dan momentum berharga. Fenomena ini layak untuk dijadikan sebuah refleksi.

Di bidang pendidikan, masalah di atas mulai menemukan titik terang sejak dilontarkannya pernyataan oleh Direktur GTK Kemendikbud tentang perubahan kurikulum selama pandemi. “Kurikulum tidak perlu dituntaskan, namun siswa harus mengalami kemajuan sesuai dengan perkembangannya”, begitulah ungkapnya.

Baca Juga  Kartini dan Khaulah Sahabat Rasulullah: Gugatan Perempuan Dua Zaman

Pantas saja terlontar ucapan demikian. Pasalnya, sebelum adanya pandemi Covid-19 pun, kurikulum masih menjadi sebuah masalah yang terus dikaji ulang. Guru pun banyak yang mengeluh. Keluhannya beragam, mulai dari membingungkannya kurikulum yang sering berubah dari masa ke masa, rumitnya rencana pelaksanaan pembelajaran, banyaknya kriteria penilaian proses yang pada kenyataannya susah diterapkan, kurangnya buku panduan, hingga rumitnya sistem rapor yang masih dianggap baru oleh guru. Apalagi berlakunya mata pelajaran tematik pada tataran SD/MI menjadikan pembelajaran lebih membingungkan karena materi pembelajaran dinilai tidak urut dan susah dalam memberikan penilaian.

Masalah terus bertambah pasca pandemi Covid-19 ini. Guru mengeluhkan susah dalam membelajarkan materi secara online. Banyak siswa yang tidak semangat dalam belajar jika hanya mendapatkan tugas untuk belajar materi, mengumpulkan rangkuman, maupun jawaban soal. Pada kenyataannya, selama belajar di rumah, para siswa lebih tertarik berkumpul dan bermain dengan teman di lingkungannya serta melakukan hobi mereka.

Momentum Berharga

Saya rasa, pandemi Covid-19 ini menjadi momen yang tepat dalam perbaikan pendidikan di Indonesia, meskipun sebenarnya perubahan kurikulum pada saat ini bukanlah hal yang mudah. Selaras dengan SE Nomor 4 Tahun 2020, Kemendikbud mendorong aktivitas belajar yang bermakna dalam masa darurat penyebaran Covid-19, termasuk tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh. Artinya, dalam hal ini ada sedikit kelonggaran dalam pembelajaran supaya peserta didik tidak mengalami stres. Meskipun tidak mencapai ketuntatas kurikulum, namun peningkatan kemampuan peserta didik tetaplah harus diupayakan.

Pembelajaran di rumah tidak harus dilakukan dengan pembelajaran online melalui streaming atau setiap hari memberikan tugas karena tidak semua peserta didik memiliki jaringan internet. Mari menengok Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Singapura, dan Australia yang sehari-harinya membelajarkan siswa melalui fenomena di lingkungan sekitarnya.

Baca Juga  Tiga Catatan Kritis Omnibus Law Bidang Pendidikan

Oleh karena itu, sangat penting apabila pendidikan saat ini diintegrasikan dengan capaian khusus untuk menjadikan siswa lebih literat terhadap lingkungan. Apalagi selama di rumah, orang tua lebih intensif dalam berinteraksi dengan anak di lingkungan sekitarnya. Maka, pembelajaran di rumah dapat menjadi momentum yang tepat untuk mengajarkan literasi lingkungan kepada anak.

Literasi lingkungan mendesak untuk diintegrasikan dalam pembelajaran, terlebih dalam kurikulum pendidikan. Sebab, anak-anak di masa pandemi ini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Interaksi positif dengan lingkungan sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran dan perilaku lingkungan anak. Melalui pembelajaran terintergrasi dengan lingkungan, hal ini dapat menjadikan siswa lebih kritis terhadap masalah yang ada di lingkungannya. Tak hanya kritis, namun pada akhirnya bisa memunculkan solusi berupa tindakan nyata.

Langkah-langkah Literasi Lingkungan

Langkah kecil dalam mengajarkan literasi lingkungan dapat dimulai dari penjelasan dampak positif Covid-19 ini terhadap lingkungan, seperti menurunkan pencemaran air, udara, serta menjaga tanaman dan hewan. Berawal dari inilah, kemudian anak diarahkan untuk mencermati permasalahan lingkungan yang ada di sekitarnya selama ini. Harapannya, setelah ini anak bisa memunculkan solusi dari permasalahan lingkungan yang bermanfaat secara berkelanjutan dalam jangka panjang.

Di rumah dapat menjadi tempat paling efektif untuk belajar bagi anak, utamanya dalam rangka menanamkan literasi lingkungan. Orang tua dapat memberikan tindakan secara langsung selama di rumah tentang perilaku menjada lingkungan, utamanya yang digali dari permasalahan Covid-19 ini. Contohnya, orang tua berkebun bersama anak untuk mempersiapkan pangan selama pandemi. Selain itu, monitoring dari guru juga tetap penting. Hal ini bisa dilakukan dengan mengirimkan dokumentasi kegiatan anak.

Pendidikan terintegrasi literasi lingkungan hidup selama pandemi ini rasanya cocok apabila terus dipertahankan usai Covid-19 secara berkelanjutan. Pembelajaran lingkungan hidup harusnya dilakukan sehari-hari, tidak terbatas di sekolah, namun juga di rumah, dan di manapun berada. Harapannya, melalui pembiasaan literasi lingkungan dalam kegiatan belajar siswa dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Karena pada dasarnya pendidikan yang baik adalah untuk menghasilkan generasi yang literat, termasuk literat lingkungan.

Baca Juga  Konsep Hukuman (Punishment) Tak Cocok Diterapkan di Dunia Pendidikan

Editor: Nabhan

Avatar
3 posts

About author
Mahasiswa Pascasarjana Biologi Universitas Negeri Malang, Kader IMM Malang Raya, Ketua Divisi Literasi Donasi Sampah untuk Literasi
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds