IBTimes.ID – Belakangan, sebagian kelompok agama mulai memperhatikan isu-isu lingkungan. Di Muhammadiyah, muncul Kader Hijau Muhammadiyah (KHM), Majelis Lingkungan Hidup (MLH), dan lain-lain. Di Nahdlatul Ulama, ada Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA). Begitu pula dengan ormas lain.
Tokoh-tokoh agama mulai memberikan perhatian serius terhadap isu ekologi. Tidak hanya Islam, di Barat, tokoh-tokoh agama lain juga sudah mulai bersuara tentang perubahan iklim.
Dalam konteks Indonesia, pesantren memainkan peran yang sangat strategis. Pesantren dianggap memiliki otoritas yang sangat kuat ketika berbicara tentang ajaran agama. Ajaran agama dilestarikan di pesantren. Apa yang dilakukan oleh pesantren selalu dianggap sebagai representasi agama Islam itu sendiri.
Maka, pesantren perlu turut masuk dan mengawal isu-isu lingkungan. Salah tiga pesantren di Indonesia yang memiliki berwawasan lingkungan yang sangat baik adalah Pesantren ‘Ekologi’ Ath Thaariq Garut, Pesantren Annuqayah Sumenep, dan Pesantren Nurul Haramain Lombok Barat.
Pesantren Berwawasan Lingkungan Pertama: Ath Thaariq Garut
Salah satu pesantren berwawasan lingkungan di Indonesia adalah Pesantren Ath Thaariq Garut. Di Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut, bahan makanan untuk santri tidak perlu beli, melainkan tinggal memetik saja. Kebun-kebun di sekitar pesantren memiliki persediaan yang cukup untuk menjadi lauk sehari-hari. Sementara sawahnya cukup untuk menghasilkan padi sebagai makanan pokok sehari-hari.
Santri di Pesantren Ath Thaariq tidak hanya diajarkan cara berkebun yang baik dan benar. Sebagaimana layaknya pesantren, mereka juga diajarkan tentang relasi agama Islam dengan lingkungan, tugas manusia sebagai khalifah, merawat lingkungan, mencegah bencana, dan isu-isu ekologi lain.
Pertanian yang diajarkan di Ath Thaariq menggunakan model tradisional dan alternatif. Artinye pesantren melakukan perawatan berbagai habitat di alam untuk menjaga ekosistem. Pesantren menggunakan agama sebagai pijakan dan motivasi.
Jika hasil pertanian yang dikonsumsi sisa, maka akan dijual. Yang dijual hanya sisanya. Karena tujuan utama pertanian pesantren adalah untuk memenuhi kedaulatan pangan di pesantren itu sendiri.
Pesantren juga mengembangkan produk olahan hasil panen. Seperti berbagai macam produk cabai dan tomat. Pesantren menjual berbagai tanaman obat yang dikeringkan dan berbagai jenis benih tanaman lokal. Ada juga perpustakaan benih untuk memenuhi kebutuhan terhadap ilmu pengetahuan.
Sebagaimana dilansir dari laman NU Online, tujuan berdirinya Pesantren Ath Thaariq adalah menjadi pesantren yang mampu menghasilkan berbagai produk pertanian tanpa merusak ekosistem yang ada, menjaga habitat, merawat keanekaragaman hayati, memanen, dan memasarkan dengan adil. Pesantren tersebut menjadi bagian dari gerakan sosial, gerakan ekonomi, dan gerakan ekologi yang berkeadilan.
Seluruh santri yang nyantri di Ath Thaariq tidak ditarik biaya sama sekali. Bahkan, terkadang pesantren memberikan hasil bumi kepada santri yang hendak liburan di kampung halaman atau yang telah menyelesaikan pendidikannya.
Pesantren Annuqayah Sumenep
Selain Ath Thaariq, pesantren berwawasan lingkungan yang lain adalah Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep. Pondok Pesantren Annuqayah terletak di Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur. Pesantren di Madura ini berdiri pada tahun 1887. Pendirinya adalah KH. Muhammad Syarqawi. Kiai kelahiran Kudus, Jawa Tengah. Ia pernah nyantri hingga Malaysia, Thailand, dan Makkah.
Kiai Syarqawi memiliki tiga istri. Ia diberi sebidang tanah oleh seorang saudagar kaya di Guluk-Guluk untuk membangun pesantren. Awalnya, ia memberikan pengajian di tempat yang kini menjadi lokasi pesantren itu.
Pesantren Annuqayah melarang keras penggunaan plastik. Seluruh santri harus ‘tirakat plastik’. Mereka sadar betul bahwa sampah plastik dapat merusak ekosistem di bumi.
Kiai M Faizi merupakan salah satu penegak peraturan anti plastik. Ia melarang keras penggunaan plastik dalam berbagai kegiatan. Misalnya, ketika kumpul, rapat, atau kegiatan apapun, tidak boleh menyuguhkan air mineral kemasan. Air harus disuguhkan dengan gelas.
Sementara itu, ketika menghadiri kegiatan di luar, ia selalu menggunakan tumbler dan tidak minum dari air kemasan. Jika lupa membawa tumbler dan merasa haus, ia akan minum dari sisa minuman orang lain di kemasan plastik. Sebagaimana kita tahu, masyarakat sering sekali tidak menghabiskan minuman dalam kemasan. Air itulah yang diminum Kiai Faizi agar tak menambah sampah plastik.
Kiai Faizi juga melarang santri menggunakan plastik untuk keperluan apapun. Jika ada santri yang membeli makanan di luar, maka harus menggunakan tas kantong selain plastik. Jika membeli nasi bungkus, santri biasa membawanya langsung dengan tangan.
Sebagai seorang kiai, ia meyakini bahwa menambah beban sampah plastik di bumi adalah perbuatan dosa. Sementara membantu mengurangi beban sampah plastik bagi bumi adalah perbuatan yang mendatangkan pahala. Ajaran ini ia sampaikan dalam berbagai pengajian.
pesantren Annuqayah juga menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai salah satu sumber listrik. PLTS telah digunakan sejak tahun 2018. PLTS tersebut berkekuatan 30,72 KWP.
Penggunaan PLTS menjadi salah satu upaya mengurangi ketergantungan terhadap listrik yang berasal dari energi kotor batubara. Sebagaimana diketahui, PLTU yang menggunakan batubara untuk membangkitkan listrik telah menimbulkan berbagai kerugian bagi masyarakat. Sementara PLTS adalah energi baru terbarukan yang tidak akan habis.
Pondok Pesantren Nurul Haramain Lombok Barat
Pondok Pesantren Nurul Haramain memiliki konsep ekodakwah. Tak hanya mahir membaca kitab kuning, para santri juga diajarkan ‘kitab hijau’ dan ‘kitab biru’. Kitab hijau adalah dalil-dalil yang berkaitan dengan penghijauan. Sedangkan kitab biru adalah dalil-dalil yang berkaitan dengan air, sungai, dan ekosistem di sekitarnya.
Jika kita datang ke Kota Mataram melalui Bandara Lombok Praya, kita akan melihat pohon rindang sepanjang jalan sejak dari bandara hingga Mataram. Ribuan pohon sepanjang jalan dan juga area bandara itu adalah hasil tangan dingin Tuan Guru Hasanain Juaini, pemimpin Nurul Haramain, dan santri-santrinya.
Kiai Hasanain pernah mendapatkan penghargaan bergengsi yang sering disebut sebagai nobel versi Asia, Ramon Magsaysay Award pada tahun 2011. Ia banyak berkiprah di bidang lingkungan, pemberdayaan perempuan, dan toleransi antar umat beragama.
Kiai Hasanain, menurut laporan Tempo, pernah dianggap gila oleh masyarakat karena menyulap 40 hektare lahan kristis yang tandus di Dusun Gunung Jae, Lombok Barat. Berbulan-bulan ia berkemah di lahan itu bersama santri-santrinya.
Lahan tandus itu tak mudah ditanami pohon. Kiai Hasanain harus mendatangkan berton-ton pupuk. Namun pohon tak mau tumbuh. Setelah beberapa bulan, ia berhasil menumbuhkan pohon dengan cara mengurung bibit tanaman dengan sabut kelapa.
Kini, lembah yang dulunya tandus telah menjadi sangat hijau. Di atas lembah itu, di tengah rindangnya pepohonan, Kiai Hasanain mendirikan beberapa bangunan untuk pelatihan, aula, dan asrama santri. Tak hanya itu, lembah yang kini dikenal dengan Lembah Madani itu juga menjadi tujuan wisata alam.
Pondok Pesantren Nurul Haramain telah mengembangkan pembibitan pohon yang jumlahnya mencapai lebih dari satu juta setiap tahun. Jutaan bibit pohon itu dibagikan secara gratis kepada masyarakat yang ingin menanam pohon. Mulai dari pohon jati, trembesi, mahoni, ketapang, nangka, mangga, tanjung, gamelina, mimba, hingga pepaya.
Banyaknya santri yang belajar di Nurul Haramain membuat produksi sampah yang besar. Maka, untuk mengatasi hal itu, para santri dilatih untuk memilah sampah organik dan non organik. Sampah-sampah tersebut mencapai 6 ton per hari dan dibakar dengan sistem insinerator.
Reporter: Yusuf