Feature

Dari Sekaten Hingga Grebeg: Budaya Masyarakat Kauman

1 Mins read

Kebudayaan masyarakat Kauman pada awal abad ke-20 diwarnai oleh kepentingan kehidupan agama Islam yang dipadukan dengan unsur-unsur budaya lokal (Jawa). Berdasarkan sumber Ahmad Adaby Darban (2010), beberapa bentuk kebudayaan masyarakat Kauman yang dipraktikkan sejak awal abad ke-20 hingga kini masih tetap dilestarikan dengan baik, seperti: Sekaten, Rejeban, Grebeg Ied, dan upacara Takjilan.

Sekaten ialah upacara peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan setiap tanggal 5 sampai 12 Rabi’ul Awwal (Mulud). Upacara itu sudah dilakukan sejak Kerajaan Demak. Upacara dimulai dengan datangnya Gamelan Sekaten Kiai Guntur Madu dan Kiai Nogo Wilogo di Bangsal Jagongan, disudut sebelah utara dan selatan halaman Masjid Agung Yogyakarta. Gamelan yang datangnya dari Kerajaan Yogyakarta tersebut, kemudian dibunyikan mulai dari tanggal 5 sampai 12 Rabiul Awwal. Didahului dengan udik-udik (menyebar shadaqah uang yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono), gamelan itu lantas dipulangkan ke Keraton Yogyakarta.

Kemudian diadakan pembacaan riwayat Nabi Muhammad di serambi Masjid Agung Yogyakarta. Pembacaan riwayat Nabi sebagai puncak acara peringatan Maulud, dihadiri oleh sultan dan para abdi dalem. Pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW dilakukan oleh Pengulu kerajaan. Sebagai akhir acara Muludan adalah Grebeg Mulud, dimulai dengan upacara pemberian shadaqah makanan/bahan makanan dari sultan kepada rakyatnya yang diwujudkan dengan bentuk gunungan.

Rejeban adalah upacara memperingati hari besar Islam, Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.Peringatan ini hanya dipusatkan di Masjid Agung Yogyakarta. Adapun acaranya ialah pembacaan kisah Isra’ Mi’raj oleh Pengulu kerajaan dan dihadiri oleh sultan dan para abdi dalem.

Grebeg Ied  ialah upacara shadaqah sultan pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Shadaqah itu diwujudkan dengan gunungan, bahan makanan yang diberikan kepada rakyat melalui Pengulon dengan cara rayahan (berebut). Sebelum Grebeg Riyaya, terlebih dahulu sultan menyerahkan zakat fitrah berupa beras untuk Idul Fitri dan kurban berupa beberapa ekor lembu untuk Idul Adha.

Baca Juga  Perayaan Sekaten, Titik Temu antara Budaya Jawa dan Islam di Yogya

Takjilan ialah upacara shadaqah sultan pada bulan Ramadhan, berupa pemberian makanan dan minuman buat berbuka puasa di serambi Masjid Agung Yogyakarta. Maksudnya ialah, membantu buka puasa para abdi dalem yang mengelola Masjid Agung dan bagi rakyat yang tidak mampu berbuka. Upacara takjilan biasanya disertai dengan pengajian menjelang berbuka dan kemudian diteruskan dengan berjamaah Maghrib.

Sumber: Buku Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah karya Ahmad Adaby Darban. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan

Editor: Arif

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds