Perspektif

Apakah Deddy Corbuzier Kurang Kaffah dalam Berislam?

3 Mins read

Sejauh mana kesempurnaan agama dan iman seseorang tidak bisa dipandang dari apa yang zahir. Sifat judgemental masyarakat kita memang sedang akut-akutnya. Dengan kata lain, seseorang akan mendapat penghakiman massa musabab satu blunder tak penting.

Meski, dalam hal ini Deddy Corbuzier tidak bisa diklaim sebagai terpeleset karena berbeda pandangan dengan banyak orang. Hanya saja masyarakat kita belum bisa menerima dengan lapang dada sesuatu yang dianggap sebagai dosa besar. Apalagi dalam konteks ini mau tidak mau menyeret nama agama masuk ke gelanggang. 

Ragil Mahardika yang semula domisili di Jerman kini mengunjungi Indonesia bersama pasangannya, Frederik Volert. Tamu kontroversial yang diundang ini menuai atensi negatif dari warganet. Barangkali pikiran Deddy Corbuzier hendak mencari tahu motif (klarifikasi?) dari dua sejoli itu.

Malang tak dapat ditolak, akhirnya respon negatif dari warganet menjadikan Deddy Corbuzier sebagai topik perbincang di Twitter. Sebagaimana biasa, kali ini kegeraman warganet berwujud permintaan untuk unsubscribe dan boikot kanal Deddy Corbuzier.

Pandangan Terkait Orientasi Seksual

Pandangan masyarakat kita terkait indvidu yang mempunyai orientasi seksual yang berbeda memang sangat menyeramkan. Di dalam masyarakat Indonesia hal tersebut tidak dapat ditelorir atas nama apa pun. Toleransi mati dan tidak kuasa untuk menyentuh ranah ini.

Opsi terburuknya, orang yang dengan terang-terang mengakui kelainan orientasi seksual mesti dikutuk habis-habisan. Laknat tuhan, dimasukkan ke neraka, perusakan negara, adalah frasa yang biasa keluar dari mulut atau jari masyarakat—warganet secara sepesifik.

Secara simplistis, saya ambil posisi bahwa hal tersebut memang dilarang oleh agama. Seorang laki-laki diciptakan untuk menjadi pasangan perempuan, begitu juga sebaliknya. Bukan sesama jenis sebagaimana topik Deddy Corbuzier dengan tamunya.

Baca Juga  Negara Murung, Ekonomi Buntung? Jangan Lupa Tetap Bahagia!

Namun, kita tidak bisa berkutik mengganjal hasrat dari orientasi seksual yang berbeda tersebut jika ternyata terbukti secara ilmiah bawaan sejak lahir, sebagaimana golongan heteroseksual. Berbeda konteksnya jika orientasi seksual tersebut bukan secara genetik, artinya suatu hal yang dibuat-buat. Kita mungkin akan mengkritik model homoseksual yang terakhir ini.

Apakah Menjadi Gay itu Alami?

Sejatinya, perdebatan ihwal persoalan tersebut apakah genetik atau tidak sudah terjadi sejak lama. Ilmuan pertama yang mepromosikan “Gen Gay” adalah Magnus Hirscheld. Seorang yang berasal dari negara di mana Ragil dan pasangannya itu berdomisili.

Hirscheld pada tahun 1899 mengungkapkan bahwa homoseksual adalah bawaan lahir. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian dari Dr. Michael Bailey pada 1991. Artikel dari dr. Kartika Mayasari menambahkan bahwa hal itu dibantah oleh peneliti lain. Salah satunya adalah Prof. Alan Sanders yang menyatakan bahwa hasil riset tidak mendukung teori hubungan genetik pada homoseksualitas.

Kurang elok rasanya masuk lebih dalam musabab saya tidak punya kompetensi melakukan analisis medical. Namun, fenomena yang menarik dari hal ini tidak lain tudingan warganet ihwal kekafahan Islam Deddy Corbuzier.

Tuduhan yang diarahkan kepada Deddy Corbuzier mengatakan bahwa ia tidak sungguh-sungguh dalam masuk Islam. Yang dipersoalkan adalah status mualaf Deddy Corbuzier yang diklaim tidak kafah lantaran mengundang tamu yang dituding punya dosa besar. Apalagi selama masuk Islam, Deddy Corbuzier tidak menampakkan girah yang berlebihan, dalam bentuk atribut sekalipun.

Islam Deddy Corbuzier Kurang Kaffah?

Hemat saya, seorang mualaf adalah orang yang sama dengan orang Islam lainnya. Ia juga bisa punya salah dan dosa sebagaimana muslim yang berislam sejak dalam kandungan. Sehingga, ketika kesalahan yang dilakukan oleh Deddy Corbuzier—jika kejadian di atas bisa dikategorikan kesalahan—tidak serta merta membuat kita mempertanyakan kemualafannya. Kita juga harus mendudukkan ia sebagaimana orang Islam (maaf) nonmualaf. Ketika ia dituding ia punya keliru, maka yang menjadi fokusnya adalah kritik terhadap keluputan itu. Tidak jauh melebar kepada tuduhan bahwa ia tidak mantap masuk Islam.

Baca Juga  Benarkah Al-Qur'an Peduli dengan Kesehatan?

Lagi pula, Deddy Corbuzier juga tidak sedang memberi mereka berdua panggung. Bukannya sebelum diundang mereka sudah punya panggung sendiri? Bukankah masyoritas warganet justru mengenal Ragil dan Frederik jauh hari sebelum diundang #closethedoor? Sebagaimana saya katakan di muka, barangkali niat Deddy Corbuzier hanya ingin mengetahui bagaimana testimoni mereka atau bahkan klarifikasi. Mereka juga manusia yang butuh didengar suaranya dan posisi kita seringkali menghakimi sebelum mendengar.

Posisi kita juga sebagai orang yang menasehati tanpa harus mencela. Bentuk celaan, bagaimana pun bentuknya, tidak bisa dibenarkan. Secara ideologis kita (harus) meyakini bahwa apa yang dilakukan oleh sejoli itu keliru. Namun, juga tidak bisa diambil kesimpulan bahwa mereka pasti dilaknat Tuhan. Laknat-melaknat adalah hak prerogatif Tuhan, kita hanya hamba yang kadang menyimpang dan tak pantas jadi juru bicara-Nya.

Editor: Yahya FR

Avatar
10 posts

About author
Pegiat literasi dan berdomisili di Garawiksa Institute Yogyakarta. Anggitannya telah tersebar di pelbagai media cetak dan online antara lain; Tempo, Kedaulatan Rakyat, Tribun Jateng, Minggu Pagi, Harian Merapi, Harian Rakyat Sultra, Bali Pos, Analisa, Duta Masyarakat, Pos Bali, Suara Merdeka, Banjarmasin Post, dll. Bisa ditemui di surel [email protected] atau instagram @rofqil_bazikh
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *