Perspektif

Di Balik Pengunduran Diri Belva: Start-Up Baiknya dalam Bentuk Koperasi

3 Mins read

Saya ditanya oleh seorang kawan seperjuangan terkait kemunduran Belva Delvara dari jabatannya selaku Staf Khusus Presiden yang kebetulan sedang hangat diperbincangkan publik. Sontak saya merespon beliau dengan sudut pandang sebagai seorang Founder sebuah start-up.

Terlepas dari kritikan publik terhadapnya, saya pikir seorang pendiri hanyalah aktor belaka. Ada kelompok lain yang menikmati kegaduhan publik ini. Merekalah para investor, sang pemilik modal. Pada akhirnya, proyek Kartu Prakerja pemerintah akan terus berjalan, Ruangguru pun akan terus tumbuh besar, dan menyisakan Belva sebagai korban.

Dalam hal ini, saya sadar betul bahwa peran founder sangatlah signifikan. Cukup melelahkan memang, apalagi resiko kegagalan untuk mendirikan start-up itu sebesar 90 persen. Dengan kata lain, hanya satu dari sepuluh start-up yang mampu berhasil.

Untuk itu, menjadi hal yang krusial untuk memperhatikan konsep kepemilikan suatu usaha dalam rangka menciptakan tatanan perekonomian yang lebih adil. Dalam hal ini, saya akan membandingkan konsep yang digunakan Ruangguru dengan konsep ekonomi berbasis kekeluargaan, yakni Koperasi.

Tentang Korporasi

Korporasi memang menghendaki pemilik modal sebagai figur penting untuk menjadi pengambil keputusan terhadap arah masa depan suatu perusahaan. Dalam hal ini, biasanya Founder, membutuhkan investor untuk memperbesar usahanya. Boleh juga dibilang bahwa konsep ini mempersilahkan investor untuk ikut serta menjadi pemilik.

Hal tersebutlah yang menyebabkan founder sangat bergantung kepada investor, terlepas dari seberapa cemerlang ide yang dimilikinya. Ia akan sukarela mengusahakan untuk memperbesar start-up-nya (scale-up) dengan kucuran dana dari Angle Investor atau pun Venture Capital.

Terlepas dari ide keren nan disruptif yang dicetuskan oleh para pendiri. Nyatanya memang kebanyakan start-up di Indonesia dimiliki oleh asing, termasuk Ruangguru. Start-up pendidikan tersebut dikabarkan memiliki dua pemegang saham, yang justru tidak sama sekali mencantumkan Belva sebagai salah satunya.

Baca Juga  Tunisia dan Indonesia: Jauh Secara Jarak tapi Dekat Secara Kebudayaan

Tak heran jika Ruangguru pte ltd yang beralamat di Singapura ini memiliki mayoritas saham dari Ruang Raya Indonesia, yakni sebesar 99,99 persen. Sisanya dimiliki oleh Iman Usman selaku co-founder dan Chief of Product Ruangguru (Kompas).

Pada akhirnya, pemodal berhak untuk menguasai dan memiliki mayoritas saham (bukti kepemilikan) dari suatu usaha. Mekanisme tersebut pun diperkuat melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di mana kebijakan masa depan perusahaan ditentukan dalam rapat ini, juga termasuk memaksa mundur sang penemu ide.

Sebagai contoh, terlepas dari berbagai tingkah laku berresiko tinggi yang dilakukan Adam Neumann, mantan CEO dari The We Work, dipaksa mengundurkan diri dari jabatannya di tengah tekanan dari jajaran direktur dan investor karena gagal untuk melakukan Initial Public Offering (NYTimes).

Pada akhirnya, 24 September 2019 menjadi hari di mana Adam Neumann dengan rela hati mengundurkan diri dari The We Work, melepaskan seluruh otoritas dan segala bentuk intervensi yang dulu dimilikinya.

Koperasi sebagai Sistem Kepemilikan Kolektif

Dibutuhkan suatu alternatif sistem kepemilikan bagi start-up dalam rangka mereduksi peran absolut para pemodal. Sampai kapan lagi kecerdasan para founder ini bisa tergantikan dengan lembaran rupiah. Sudah saatnya generasi muda menggunakan opsi alternatif, yakni Koperasi.

Untuk itu, menjadi hal esensial untuk memahami definisi koperasi sebelum kelak para founder menggunakannya, menurut UU No 25 tahun 1992 dijelaskan bahwa, Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi, berdasarkan prinsip koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan asas kekeluargaan.

Dari definisi tersebut, di sisi lain koperasi sejatinya digadangkan untuk menjadi sokoguru perekonomian bangsa. Namun realitasnya entitas ini malah semakin menciut dan cenderung hilang di permukaan. Padahal, UUD 1945 telah mengamanahkan kepada segenap rakyat Indonesia dalam Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.” Dengan kata lain, Koperasi memang telah dicita-citakan menjadi landasan perekonomian bangsa.

Baca Juga  Iri? Bilang, Bro Giring!

Untuk itu, upaya-upaya memajukan kembali Koperasi dinilai penting, terlebih disesuaikan dengan kondisi dan realitas zaman. Terlebih fenomena generasi muda yang berkeinginan mendirikan start-up sangatlah tinggi, penting untuk memahami Koperasi sebagai jadi diri start-up-nya.

Koperasi dalam hal kepemilikan sesuai UU No 25 Tahun 1992 menekankan bahwa Koperasi tidak menghitung besar kecilnya modal yang disertakan anggota. Tetapi setiap orang/pemodal memiliki peran dan fungsinya masing-masing untuk ikut serta berkontribusi memajukan Koperasi dalam pengambilan keputusan.

Dalam konteks ini, masyarakat biasa mengenal Rapat Akhir Tahun (RAT), di mana setiap anggota memiliki suara untuk menentukan kebijakan. Dengan demikian, Koperasi merupakan usaha berbasis orang bukan berbasis modal yang justru lebih demokratis dan berkeadilan.

Dalam Koperasi pun, pemilik usaha tidak hanya meliputi pemodal murni, founder, dan stakeholder lainnya. Perlu diketahui juga bahwa segenap karyawan, baik berupa buruh pabrik atau pun petani boleh menjadi pemilik usaha. Dalam kata lain, keuntungan yang dihasilkan suatu start-up juga akan dirasakan secara berkeadilan tidak hanya untuk sebagian pihak, tapi karyawan menikmati hasilnya dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU). Konsep ini dikenal dengan Worker Co-op atau Koperasi Pekerja (Firdaus Muslim).

Dapat dibayangkan jika berbagai proyek pemerintah diprioritaskan kepada Koperasi. Maka tidak hanya segelintir orang saja yang diuntungkan, tapi seluruh anggota boleh menikmatinya. Sehingga, harapannya kelak semakin banyak koperasi yang tumbuh, maka akan semakin adil pula distribusi ekonomi di negeri ini, terlebih adanya dukungan signifikan dari Kementerian Koperasi dan UKM.

Semoga kelak ada lebih banyak lagi kumpulan anak bangsa yang menumbuhkan semangat terkait.

Editor: Arif

Avatar
1 posts

About author
Founder JaPri (a zebra Start-up), Kabid Ekowir PC IMM Kab.Tasikmalaya, dan kandidat magister di University of Queensland
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds