Al-Qur’an dan Sunah Sebagai Landasan Utama
Double Movement – Perkembangan keilmuan Islam telah mewariskan banyak perubahan sosial. Seperti persoalan kemasyarakatan, kebudayaan, dan kenegaraan yang di dalamnya memberikan sebuah pemahaman tentang bagiamana yang seharusnya dilakukan menurut ajaran Islam.
Untuk mencapai sebuah tatanan sosial yang baik, maka haruslah tetap dalam wilayah ajaran Islam, yakni menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai landasan utama dari segala disiplin keilmuan Islam.
Untuk memahami Al-Qur’an tentunya kita tidak bisa secara atomistik dan tekstual. Karena Al-Qur’an bukanlah sekedar bacaan yang dalam memahaminya hanya menggunakan akal semata.
Islam telah melahirkan para mufassir untuk memberikan pemahaman terhadap umat Islam yang kebingungan dalam memaknai Al-Qur’an secara kontekstual. Dalam masalah hadist juga Islam telah melahirkan para ortodoks, seperti Abu Hasan al-Asyari, dan lainnya yang alim dalam bidang Hadist.
Bertebarnya Karya Tafsir
Tafsir Al-Qur’an telah banyak dikarang oleh ulama-ulama yang memiliki keilmuan yang luar biasa. Seperti Ibnu Katsir, Sayyid Qutb dengan tafsirnya Fi Zilal Al-Qur’an, dan sebagainya yang tentunya hal itu sangat mempermudah umat Islam dalam memahami Al-Qur’an.
Namun, untuk memahami Al-Qur’an, kita tidak bisa berhenti pada tafsir-tafsir yang sudah ada, karena apa yang telah lahir dari Al-Qur’an adalah suatu persoalan yang akan terus muncul sesuai konteks yang ada.
Seiring berkembangnya Islam yang sejajar dengan modernitas, Al-Qur’an juga harus digunakan untuk masuk ke dalam tantangan modernitas yang dalam hal ini kita telah dibantu oleh tokoh Islam kontemporer yang merupakan seorang pemikir kritis, teolog, filsuf, yaitu Fazlur Rahman. Fazalur Rahman memiliki metode untuk memahami Al-Qur’an yang sangat mashur di kalangan intelek Muslim belahan dunia, namun untuk masuk ke dalam pemikirannya penulis akan mengulas sedikit tentang biografinya.
Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir pada 21 September 1919 M di daerah Hazara, Barat laut Pakistan. Beliau dilahirkan dilingkungan dan keluarga Muslim yang taat, yang menjalankan ajaran fundamental atau syariat, seperti salat, puasa dan sebagainya. Ayahnya bernama Maulana Syahab al-Din.
Fazlur Rahman sudah hafal Al-Qur’an saat usia 10 tahun, seoarang akademisi yang aktif, dan pernah menjabat sebagai ketua MUP (Majlis Ulama Pakistan).
Pandangan Fazlur Rahman tentang Al-Qur’an
Tentang Al-Qur’an Fazlur Rahman berpandangan bahwa secara keseluruhan Al-Qur’an adalah kalam Allah dan juga merupakan kalam Muhammad dalam pengertian biasa. yang artinya bahwa Al-Qur’an merupakan murni kalam ilahi, namun tetap saja, Al-Qur’an sama-sama berkaitan dengan personalitas paling dalam Nabi Muhammad, karena kalam ilahi mengalir melalui hati Nabi (Rifki, Hermeneutika: 2013).
Untuk memahami Al-Qur’an secara tekstual, kontekstual, dan futuristik haruslah sampai cara yang benar. Kebenaran Al-Qur’an dan menjadi kontruksi pemikiran Muslim tidak hanya dengan tafsir-tafsir klasik yang sudah berkembang, tetapi untuk menemukan hakikat makna, haruslah menggunakan metode yang lebih kritis dan implisit, yakni Hermeneutika.
Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman
Metode hermeneutikalah yang digunakan Fazlur Rahman untuk mencapai keaslian, kebenaran, kepastian teks Al-Qur’an dari awal turun sampai pada era kontemporer.
Dalam metode hermeneutika Fazlur Rahman ada konsep yang disajikan kepada umat Islam sebagai cara untuk mendalami teks Al-Qur’an, yakni metode Double Movement (gerakan ganda interpretasi) yang terdiri dari dua gerakan.
Gerakan pertama untuk menafsirkan Al-Qur’an, yaitu dari situasi sekarang menuju masa turunnya Al-Qur’an.
Kedua, dari masa turunnya Al-Qur’an kembali ke masa kini. Dalam gerakan pertama, Rahman memberikan dua langkah, yakni; pemahaman arti atau makna dari suatu pernyataan Al-Qur’an melalui mengkaji situasi atau problem historis. Di mana, kitab suci turun sebagai jawabannya dan membuat generalisasi dari jawaban-jawaban spesifik itu dan mengungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bertujuan moral yang umum. sedangkan gerakan kedua bertugas meletakkan suatu teks yang sesuai konteks sosio-historis yang kongrit saat ini (Kholiq, Filsafat Ilmu: 2015).
Hermeneutika Double Movement Rahman menjadi alat bantu dalam kerja interpretasi tafsir Qur’an. Dengan menggali dan menelaah secara kritis prinsip-prinsip serta nilai yang terkandung pada wahyu yang subtantif dan kontekstual untuk diinplementasikan pada masa kini.
Yang Ditekankan Double Movement
Sebagai metode hermeneutik yang lebih menekankan pada kesadaran teks serta konteks, Rahman tidak terlalu buru-buru dalam menawarkan gerakan Double Movement, ia lebih dulu memahami Islam dengan dua cara, yaitu Islam normatif dan Islam historis.
Islam normatif merupakan Islam par exellence yang terdiri dari teks dan ajaran, sedangkan Islam historis merupakan pemahaman yang dilakukan dengan langsung terjun atau paktik terhadap teks dan ajaran (A’la, 2003).
Islam normatif dalam ajaran Islam adalah nilai-nilai yang terdapat pada Al-Qur’an dan Sunah Nabi Saw, sehingga kemudian ditafsirkan dalam penafsiran enafsiran dalam bentuk yang beragam yang kemudian dalam historisnya Islam tidak kehilangan arah keilmuan.
Kritik Fazlur Rahman kepada Tafsir Klasik
Fazlur Rahman mengkritik metode mengenai tafsir klasik. Ia beranggapan bahwa tafsir klasik cenderang menggunakan pendekatan yang menafsirkan Al-Qur’an yang tidak komprehensif.
Banyak sekali tafsir-tafsir klasik yang dalam interpretasinya hanya sepotong-potong dan terpisah yang kemudian hal itu menjadi persoalan yang belum selesai. Al-Qur’an adalah Kalam Ilahi yang menjadi intuisi Nabi Muhammad, sehingga tidak bisa apa penyampaiannya harus sesuai apa yang dibutuhkan dan harus kritis, logis dan komprehensif.
Apa yang diinginkan oleh Rahman kepada umat Islam adalah memahami situasi dengan wahyu dan sunnah. Di tubuh Islam ada banyak keilmuan dan akan terus berkembang sesuai zaman dan itu bagi Rahman haruslah menjadi keadaan yang stabil yang futuristik. Maka apa yang harus dibangun dalam Islam adalah sebuah prinsip yang berkeunggulan dan berkemajuan yang Islami di setiap masyarkat.
Dengan Double Movement (gerakan ganda) tersebut umat Muslim akan lebih memahami Islam. Karena Rahman tidak hanya menawarkan metode, tetapi juga menjadikan Islam yang sosio-historis yang mengedepankan keunggulan dan kemajuan, sehingga akan menjadikan umat Islam yang stabil dengan mengimplementasikan Al-Qur’an yang sesuai kontesk, kritis dan komprehensif bukan di pahami secara atomistik, literalis dan tekstualis.
Terakhir, metode Double Movement tersebut oleh Rahman diharapkan mampu menjawab kebutuhan persoalan-persoalan kontemporer. Dalam perkembangan Islam yang terus bergerak maju, konsep Double Movement ini adalah salah satu metodologi yang bisa menghindarkan para pemikir Islam atau intelek Islam, yang terutama para ahli tafsir dari ijtihad yang asal-asalan dan tidak memiliki sifat perubahan atau pembaharu.
Editor: Yahya FR