Inspiring

Ebiet G Ade: Tenar Menyanyikan Puisinya Sendiri

3 Mins read

Mungkin Tuhan mulai  bosan | melihat tingkah kita | yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa | atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita | coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

Karirnya menjadi penyanyi bermula dari ketidaksengajaan. Dalam pengakuannya kepada Tempo (20/11/2012), Ebiet G Ade semula bercita-cita ingin menjadi dokter, pelukis, maupun wartawan. Tapi Tuhan berkehendak lain, katanya. Kecintaannya kepada sastra semakin bergelora bersama sahabat-sahabatnya seniman muda Yogyakarta pada tahun 1971. Nama-nama seperti Emha Ainun Najib, Eko Tunas, dan E.H. Kartanegara, merupakan teman seperjuangannya.  Mereka dikenal sebagai “4E”.

Dalam buku Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1983-1984, Tim Dokumentasi Tempo menyebut bahwa Ebiet amat dekat dengan Emha Ainun Najib. Ia sering melantunkan syair-syair Emha pada waktu itu. Teman-temannya kemudian mengejeknya, “Kamu sering melantunkan syair teman, kapan kamu bisa menyanyikan syairmu sendiri?.” Itulah sedikit candaan sekaligus pelecut bagi Ebiet G Ade.

Dorongan teman-temannya membawanya berhasil menjadi penyanyi yang menyanyikan syairnya sendiri. Semenjak itu, Ebiet hampir tidak pernah menyanyikan lagu kecuali karangannya sendiri. Debut album pertamanya “Camelia I” yang diproduksi Jackson Record menyelamatkannya dari hidup menggelandang dan menahan lapar.

Riwayat Karir Ebiet G Ade

Abdul Gafar Abdullah atau yang lebih dikenal dengan Ebiet G Ade, dilahirkan di Wonodadi Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1955. Ia adalah anak desa, yang kemudian pindah ke Yogya untuk melanjutkan di SMA Muhammadiyah Yogyakarta. Pada waktu itu, para seniman sering berkumpul dan berguru kepada Umbu Landu Paranggi di daerah Malioboro. Ebiet termasuk salah satu dari sekian seniman yang ikut berguru dan besar dari PSK (Persadar Studi Klub). Persada Studi Klub memang dikenal banyak melahirkan seniman maupun sastrawan Indonesia kala itu.  

Baca Juga  Belajar dari Kisah Persahabatan KH. Ahmad Dahlan dengan KH. Hasyim Asy'ari

Lirik-lirik lagu Ebiet memang amat puitis dan indah. Ebiet menyanyikan syair-syairnya dengan gitar. Musiknya membawa warna tersendiri dalam jagad musik di Indonesia. Musiknya bergenre folk pop dan country. Lagu-lagunya begitu melegenda, bukan hanya karena syairnya yang menyentuh, namun apa yang dibawakan Ebiet adalah tema yang tak lapuk di makan usia. Lagunya bertema alam, percintaan, serta renungan saat bencana tiba. Lagu-lagunya identik dengan perasaan orang-orang pinggir dan tersisih.

Musiknya yang khas Indonesia membuatnya digemari di segala usia. Lagu-lagu Ebiet ini seperti diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Saya pribadi mengenal lagu-lagu Ebiet melalui radio yang diputar bapak saya. Bahkan pernah dulu saat menyanyikan lagu “Ayah”, tidak terasa menetes air mata saya. Apalagi lagu ini diputar di kesendirian saat menjelang tidur yang sunyi.

Radio memang memiliki kenangan tersendiri dalam membuat lagu-lagu Ebiet populer dan melekat di hati masyarakat. Maklum, zaman televisi belum seramai sekarang, radio bukan hanya sarana hiburan dan bertukar kabar semata, namun radio juga sebagai media yang mendekatkan antara musisi dengan penggemarnya melalui program interaktif yang memungkinkan pendengar bisa mendengarkan lagu dari penyanyi idola mereka.

Prestasi Ebiet G Ade

Ketekunan dan konsistensi dalam berkarya membuat Ebiet G Ade diganjar aneka penghargaan bergengsi. Ebiet pernah mendapat penghargaan kategori Satya Lencana dari Kemendikbud di tahun 2018. Ebiet menyabet penghargaan sebagai penyanyi solo dan balada terbaik Anugerah Musik Indonesia (AMI) tahun 1997. Di tahun 2000 ia menggondol penghargaan kategori lagu terbaik dari AMI Sharp Award. Dua tahun setelah itu (2002), ia menyabet Planet Muzik Awards dari Singapura. Di tahun 2005, ia menerima penghargaan dari Lingkungan Hidup.

Baca Juga  Buya Hamka: Menulis Berarti Menggubah untuk Mengubah

Namanya yang melambung dan lagunya diputar dimana-mana tidak membuatnya menjadi manusia sombong lagi congkak. Ebiet tetaplah sederhana dan bersahaja. Ia justru semakin aktif dengan komunitasnya untuk berbagi dan peduli. Tempo pernah mengeluarkan liputan yang bertajuk “Bayaran Tuhan”. Ebiet memang tidak pernah ribet dan meributkan diri perkara lagunya yang diputar dimana-mana tanpa izin pemiliknya. Ia malah senang diapresiasi dan dihargai lebih dari cukup melalui berbagai penghargaan yang diterimakan dirinya.

Lagu-lagu yang ia ciptakan menjadi legenda di kalangan anak muda maupun orangtua. Meski syairnya begitu puitis, namun ia mengaku tidak bisa membacakan atau mendeklamasikan puisinya. Ia memilih jalan melantukan syair-syairnya. Lantunan syair-syair yang ia ciptakan itulah yang kelak membawanya menjadi penyanyi legendaris Indonesia.

Ebiet tak menyangka apa yang ia lantunkan justru membuat banyak orang senang. Syairnya yang liris dan menyentuh tak heran membuat banyak orang meneteskan air mata saat meresapi lirik lagunya. Para penggemarnya merasakan apa yang dinyanyikan Ebiet dari hati, sehingga menyentuh hati pula.

Kini, di usia senjanya, ia tak mau untuk berhenti berkarya. Setelah di tahun 2007 membuat album kolaborasi dengan Presiden SBY dengan album Rinduku Padamu. Ia merilis ulang albumnya Untuk Kita Renungkan (2019) berkolaborasi dengan anaknya Adera.

Ebiet telah membuktikan, meski dari ketidaksengajaan, ia telah berhasil mendedikasikan dirinya dengan berkarya maksimal di belantara musik Indonesia. 

Editor: Yahya FR
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *