Perspektif

Empat Ayat Terkait Filsafat dalam Al-Qur’an

3 Mins read

Filsafat merupakan upaya untuk merenung atau berpikir secara mendalam. Filsafat merupakan seni yang mengantarkan manusia pada pengetahuan dan kebijaksanaan. Filsafat, dalam sejarahnya, menjadi pemantik bagi melesatnya kemajuan sebuah peradaban. Hal ini termasuk dalam dinamika peradaban Islam, di mana bertemunya kaum Muslimin dengan filsafat, menjadi penanda dimulainya era The Golden Age of Islam.

Berkembangnya disiplin ilmu alam, kesehatan dan pengobatan, merupakan bukti bagi berjasanya filsafat terhadap Islam dalam masa keemasan. Meskipun ini pun tidak luput dari resistensi dan pemberontakan yang mengatasnamakan kemurnian Islam. Namun demikian, muncul beberapa tanggapan dan pandangan dari beberapa cendekiawan, salah satunya Ibnu Rusyd atau Averroes. Ibnu Rusyd menyatakan bahwa terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang justru menganjurkan umat Islam untuk berfilsafat.

Berikut adalah empat ayat filsafat atau yang menganjurkan kita untuk berfilsafat menurut Ibnu Rusyd. Mari kita telaah sama-sama di bawah ini;

Pertama, QS. Al-Hasyr Ayat 2

هُوَ الَّذِيْٓ اَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِاَوَّلِ الْحَشْرِۗ مَا ظَنَنْتُمْ اَنْ يَّخْرُجُوْا وَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ مَّانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِّنَ اللّٰهِ فَاَتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوْا وَقَذَفَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِاَيْدِيْهِمْ وَاَيْدِى الْمُؤْمِنِيْنَۙ فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى الْاَبْصَارِ

Artinya: “Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung halamannya pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan (siksaan) kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah menanamkan rasa takut ke dalam hati mereka; sehingga memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!

Baca Juga  Sumbangsih Muhammadiyah dalam Dunia Kesehatan: Kini dan Nanti

Ayat ini menyoroti kekuasaan Allah dalam mengatur takdir dan kehidupan manusia. Ayat ini menegaskan bahwa kekuasaan dan kehendak Allah melampaui pemahaman kita sebagai manusia. Namun demikian, bukan berarti ini mengajarkan kita supaya pasrah dan tidak melakukan apa-apa. Justru ayat ini mendorong kita selaku umat Muslim untuk merenungkan makna, eksistensi dan takdir dari sebuah kehidupan; serta memperdalam pemahaman tentang kebenaran dan hikmah melalui refleksi yang mendalam.

Ayat ini mengingatkan kita bahwa kebijaksanaan dan kekuatan ilahi dapat dicapai melalui refleksi yang mendalam. Ini berarti Allah menghendaki kita supaya merenung dan berkontemplasi atau berpikir secara mendalam alias berfilsafat. Dengan kata lain, Allah memerintahkan kita untuk berfilsafat. Hal ini tiada lain supaya kita mampu mengambil pemahaman dan hikmah akan kehidupan, dari setiap kejadian yang menjadi pengalaman.

Kedua, QS. Al-A’raf Ayat 185

اَوَلَمْ يَنْظُرُوْا فِيْ مَلَكُوْتِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللّٰهُ مِنْ شَيْءٍ وَّاَنْ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنَ قَدِ اقْتَرَبَ اَجَلُهُمْۖ فَبِاَيِّ حَدِيْثٍۢ بَعْدَه يُؤْمِنُوْنَ

Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala apa yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya waktu (kebinasaan) mereka? Lalu berita mana lagi setelah ini yang akan mereka percayai?

Ayat ini mengajak kita sebagai manusia untuk merenungkan kebesaran dan kekuasaan Allah melalui pengamatan terhadap semesta. Dalam ayat ini, Allah menyerukan kita supaya memperhatikan kerajaan langit dan bumi serta segala isi yang ada di dalamnya. Panorama langit yang luas, bumi yang subur, serta keberagaman makhluk hidup merupakan fakta yang menunjukkan tanda-tanda keagungan-Nya.

Kontemplasi terhadap semesta raya dapat membuka cakrawala dan memperdalam pemahaman kita akan eksistensi dan kekuasaan Tuhan. Dalam konteks filsafat, ayat ini mengajak kita untuk merenungkan arti dan arah dari realitas semesta yang kita hinggapi, menemukan arti yang memotivasi dalam berelasi dengan kehadirat Sang Pencipta.

Baca Juga  Riba Dilarang, Bunga Bank Boleh!

Ketiga, QS. Al-An’am Ayat 75

وَكَذٰلِكَ نُرِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ مَلَكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِنِيْنَ 

Artinya: “Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Ayat ini mengisahkan bagaimana Allah menunjukkan kekuasaan-Nya kepada Nabi Ibrahim dengan menunjukkan langit dan bumi. Nabi Ibrahim, dalam sejarahnya, dikenali sebagai sosok yang mempertanyakan realitas Tuhan di tengah kepercayaan masyarakat setempat yang mapan.

Dari segi filsafat, ayat ini mendorong kita untuk juga mempertanyakan kemapanan yang ada melalui keindahan dan kompleksitas semesta kehidupan; sebagaimana Nabi Ibrahim dalam memastikan dan meyakinkan diri terhadap keberadaan dan kekuasaan Allah sebagai Tuhan.

Alam semesta merupakan laboratorium raksasa bagi penelitian filosofis manusia. Melalui pengamatan dan refleksi terhadap semesta beserta kehidupan yang termasuk di dalamnya, kita dapat meresapi bukti akan keesaan dan keagungan Sang Pencipta.

Kecerdasan dan kebenaran semesta menjadi landasan untuk memperkuat keyakinan kita kepada-Nya. Filsafat yang sejati mendekatkan diri kepada kebenaran, dan menjauhkan pada kekeliruan yang menyesatkan.

Keempat, QS. Ali Imran Ayat 191

الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.

Sebagaimana ayat-ayat yang telah ada di atasnya, ayat ini pun menekankan pentingnya kontemplasi dan refleksi atas penciptaan langit dan bumi sebagai bahan renungan kepada Allah ta’ala. Dalam konteks ini, ayat ini menyoroti pentingnya pemikiran kritis dan introspeksi dalam merenungkan makna keberadaan dan segala yang dilakukan.

Baca Juga  Memahami Ajaran Filsafat Jiwa Ibnu Sina

Kita diajak untuk melihat semesta raya sebagai tanda-tanda kebesaran dan kebijaksanaan daripada-Nya. Kita diajak untuk mengambil pelajaran dari itu sehingga kuatlah keimanan kita terhadap kebenaran sejati tanpa khawatir pada kesesatan yang nyata.

Dari keempat ayat di atas, tergambar bahwa Al-Qur’an tidak hanya merupakan panduan rohani, tetapi juga sumber inspirasi filosofis yang mendalam bagi umat seluruh alam terkhusus umat Islam. Ayat-ayat tersebut mengajak umat Islam supaya memikirkan dan merenungkan secara mendalam makna kehidupan, realitas alam semesta, dan hubungan di antaranya dengan Sang Pencipta.

Dengan demikian, umat Islam didorong untuk tidak hanya menjadi hamba yang taat, tetapi juga pemikir yang kritis dan reflektif dalam mencari kebenaran dan kebijaksanaan. Filsafat adalah seni refleksi atau berpikir mendalam yang mengantarkan pada pengetahuan dan kebijaksanaan, yang juga berulang kali ditegaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Editor: Ahmad

Mohamad Khusnial Muhtar
8 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds