Pendahuluan
Dalam tradisi keilmuan, epistemologi menjadi suatu kaidah yang penting untuk didalami dan diaplikasikan secara tepat. Sebab, hal tersebut berhubungan dengan validitas data yang nantinya akan terkonstruk menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Hal itu juga mempengaruhi tingkat keabsahan pengetahuan yang diperoleh.
Epistemologi menjadi pangkal dari lahirnya pengetahuan yang dalam prosesnya melalui hasil interpretasi dan intervensi manusia. Kebijakan epistemologi itu sendiri lahir dari kombinasi kecakapan-kecakapan dalam diri manusia. Untuk itu, seorang pembelajar, diharuskan untuk mengaktifkan nalar kognitifnya dalam perjalanan keilmuannya.
Hal itu diupayakan agar ilmu yang diterima mampu terinternalisasi dan terepresentasikan dengan tindakan-tindakan yang positif. Seorang pembelajar juga dituntut mampu mengimplementasikan setidaknya empat kecakapan dalam proses belajarnya. Kecakapan yang nantinya akan memberikan pelajar kemajuan berpikir dan pengetahuan yang valid. Lantas apa saja empat kecakapan dasar tersebut? Mari coba kita simak.
Kecakapan Mendengar
Adapun yang paling awal dari kecakapan yang harus dimiliki oleh manusia adalah kecakapan dalam mendengar. Bentuk indera satu ini merupakan sumber awal seseorang menginternalisasi pengetahuan ke dalam pikirannya.
Hal itu dibuktikan dengan proses belajar seorang bayi dalam melafadzkan kata per kata. Bayi akan menyerap suara dengan indera pendengarannya lalu akan diformulasikan di dalam kepalanya. Setelah itu, bayi akan mulai belajar untuk melafadzkan kata-kata tersebut sedikit demi sedikit.
Kecakapan mendengar juga terepresentasikan dari cerita Nabi Muhammad ketika pertama kali mendapatkan wahyu. Dalam proses tahannuts-nya, Rasulullah didatangi oleh malaikat Jibril seraya berkata, “Iqra’!”, yang artinya bacalah. Nabi Muhammad tidak akan pernah bisa melafadzkan “Iqra’”, kecuali Nabi mengoptimalkan fungsi pendengarannya. Nabi mendengarkan Jibril secara cermat, lalu mengulangi bacaannya. Hal itu mengindikasikan bahwa aspek indera pendengaran merupakan sumber awal dari seseorang mendapatkan pengetahuan.
Dalam kalangan pelajar, kecakapan mendengar merupakan salah satu kunci utama dalam proses perjalanan keilmuannya. Mendengarkan penjelasan dari guru, nasihat dari orang tua, nasihat dari orang alim, merupakan instrument penting dalam membentuk keilmuan maupun kepribadiannya. Untuk itu, kecakapan mendengar merupakan aspek fundamental dari perjalanan intelektual manusia.
Kecakapan Membaca
“Membaca merupakan jendela ilmu”. Kalimat tersebut sering kita dengarkan di beberapa kesempatan formal maupun non-formal. Membaca merupakan satu tindakan analitik untuk membuka wawasan selebar-lebarnya terhadap realitas yang ada. Kemampuan membaca menjadi pilar bagi manusia dalam pengembangan aspek kognitifnya.
Secara tekstual, membaca merupakan perintah Tuhan pertama kali kepada Nabi Muhammad Saw (Sebagaimana dijelaskan di atas). Dari lafadz iqra’ tersebut muncullah beragam interpretasi dari para Ulama’ Islam. Yang paling relevan dengan zaman sekarang adalah, iqra’ diinterpretasikan dengan perintah untuk mengaktifkan nalar kognitifnya, menajamkan kemampuan analitiknya, mengembangkan taraf intelektualnya, dan mengkoordinir akalnya untuk mampu menangkap informasi secara objektif.
Pun yang dimaksud dengan membaca, tidak dibatasi dengan teks-teks tertentu. Perintah membaca ialah perintah universal yang objeknya bisa berupa teks, fenomena, seseorang, atau bahkan dirinya sendiri. Dari fenomena yang tertangkap oleh persepsi manusia akan membentuk konstruk kebijakan tergantung pada kualitas analisisnya. Membaca diri sendiri juga merupakan satu tindakan substansial untuk mampu mendekat kepada Tuhan. sebagaimana perkataan sahabat Ali ra., “Barang siapa yang telah mengetahui ruang-lingkup dirinya sendiri, maka ia telah mengetahui Tuhannya”.
Kecakapan Berbicara
Salah satu substansi yang terkandung dalam kenabian Muhammad Saw adalah kemampuannya untuk menyampaikan/berdakwah kepada masyarakat pada kala itu, atau yang lebih dikenal dengan istilah “tabligh”. Kemampuan retorika manusia menjadi nilai substansial bagi perjalanan dakwah Islam hingga masa kini. Kemampuan berbicara yang dimaksud disini adalah kemampuan berbicara yang argumentatif, logis, dan berlandaskan keilmuan.
Kemampuan berbicara tidak semata-mata didapat tanpa usaha dan progress, melainkan perlu adanya kesadaran intelektual yang tinggi untuk menunjang kualitas isi pembicaraannya. Maka dari itulah, sebelum mampu beretorika dengan sempurna, dua kecakapan sebelumnya perlu dimiliki. Sebab, dari kedua kecakapan tersebut isi pembicaraan seseroang akan teruji. Tanpa membaca, yang pada dasarnya adalah jendela ilmu, maka kita tidak punya referensi yang kredibel dalam berbicara. Alhasil, kita akan berbicara sesuai apa yang ada dibenak kita saja, bukan pembahasan yang telah terobjektifikasi dan memiliki kapabilitas keilmuan yang baik.
Kecakapan Menulis
Umat Islam perlu memiliki kecakapan yang terakhir ini, untuk menunjukkan karakter intelektualitas Islam yang sebenarnya. Tujuannya untuk menunjukkan kepada umat lainnya bahwa Islam memiliki konsen kuat terhadap keilmuan berbasis literatur. Menulis menjadi indikator yang kuat untuk menunjukkan kredibilitas umat Islam dalam ranah keilmuan.
Kesadaran akan kepenulisan sudah terjadi sejak 586 SM, setelah Jerussalem dihancurkan oleh Nebukadnezar. Bentuk literaturnya adalah kitab perjanjian lama, bait suci, gulungan-gulungan torah, dan lainnya. Mayoritas, penulisan di masa awal tendensional kepada ranah agama klasik. Setelah itu, kegiatan menulis berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu, hingga muncul karya-karya literatur yang bercorak saintifik, sosio-kultural, historisitas dan lainnya.
Kegiatan menulis akan mempengaruhi kemajuan suatu bangsa, dan hal itu juga berlaku dalam dunia Islam. Kemajuan Islam akan teridentifikasi dari banyaknya karya literatur yang tercipta, serta yang memberi pengaruh bagi perkembangan dunia. Pentingnya menulis tidak bisa diragukan lagi, karena dengan goresan tinta dan pena yang penuh makna akan berdampak pada peradaban. Jika saja umat Islam memberikan konsen penuh terhadap kajian literatur, maka tidak menutup kemungkinan akan terciptanya peradaban Islami yang menyelimuti seluruh dunia.
Kesimpulan
Keempat kecakapan yang telah dipaparkan di atas, merupakan pilar-pilar yang perlu dikembangkan oleh umat Islam. Hal itu bertujuan untuk kualitas Islam, serta sebagai upaya untuk menggaungkan agama Islam di gejolak perkembangan dunia global. Keempat jenis kecakapan tersebut antara lain; kecakapan mendengar, kecakapan membaca, kecakapan berbicara, dan kecakapan menulis.
Editor: Soleh
Wah ahli agomo emang beda