Agama merupakan salah satu komponen dalam kompleksitas hidup manusia. Dalam sejarah peradaban dunia, agama memberi arahan dan harapan kepada umat manusia. Dengan pengalaman dan latar belakang yang masing-masing berbeda, terlepas dari agama yang beraneka pula, sebuah agama dijalankan dengan cara yang tidak selalu sama.
Dale Cannon, seorang antropolog terkemuka dari Amerika, merumuskan adanya enam jalan yang ditempuh manusia dalam menjalani agamanya. Dalam artikel ini, kita akan membahas apa saja enam jalan beragama tersebut menurut Dale Cannon. Melalui artikel ini, kita akan menyelami betapa kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan pengalaman yang dimiliki termasuk dalam konteks beragama.
Berikut uraian lebih lanjut terkait pemikiran Dale Cannon di atas. Mari kita simak bersama-sama.
1. The Way of Sacred Right (Jalan Ritual yang Benar)
Setiap agama memiliki ritual atau serangkaian kegiatan sakral sebagai praktik dari sistem kepercayaannya. Ritual ini mencakup kegiatan seperti ibadah, berdoa, dan berpuasa. Tujuan mendasar dari pelaksanaannya ini adalah memperkuat koneksi spiritual antara individu dengan Tuhan atau entitas spiritual lainnya. Dalam jalan ini, ritual dianggap sebagai sarana untuk mencapai dimensi spiritual yang lebih dalam, menghubungkan diri dengan sesuatu yang lebih agung dibandingkan diri mereka sendiri.
Pelaksanaan ritual dengan benar diyakini memiliki dampak positif yang signifikan dalam kehidupan. Baik untuk sekarang maupun yang akan datang, seseorang akan senantiasa berusaha dan berupaya membenahi dan/atau memperbanyak praktik pelaksanaannya. Dalam konteks seorang Muslim, dia memahami syariat Islam sebagai sesuatu yang mutlak dan konsekuensi logis atas pengakuan diri sebagai seorang Muslim.
Dia yang beragama dengan menempuh jalan ini akan mengamalkan ibadah seoptimal dan sesuai mungkin berdasarkan apa yang ditetapkan. Dia sangat mempertimbangkan hukum halal-haram dalam segenap aspek kehidupan. Dia mengabdikan hidup sepenuhnya untuk beribadah, tidak peduli akan dipandang ‘keras’ oleh orang-orang kebanyakan.
2. The Way of Right Action (Jalan Berbuat Baik kepada Sesama)
Agama yang telah eksis dan tersebar di seluruh dunia sudah tercatat ribuan jumlahnya. Namun demikian, semua agama diakui mengajarkan kebaikan dan kemaslahatan yang sama. Jalan ini menyoroti aspek penting yang berkaitan dengan perilaku etis dan moralitas. Tindakan baik dianggap sebagai ekspresi nyata dari iman dan pengabdian kepada Tuhan. Praktik akhlak seperti kemurahan hati, kejujuran, cinta kasih dan keadilan, menjadi landasan utama dari cara beragama melalui ini jalan.
Dia yang beragama dengan menempuh jalan ini memahami bahwa agama tercipta demi kebaikan dan kemaslahatan manusia. Kebaikan dipahami sebagai elemen fundamental yang menjadi acuan menjalani kehidupan. Tujuan utama lahirnya agama atau diutusnya seorang rasul dipahami untuk menyempurnakan akhlak manusia. Maka, dengan menjadi sebaik-baiknya manusia yang bermanfaat bagi sesamanya, seseorang akan merasa utuh dalam menjalani agamanya.
3. The Way of Devotion (Jalan Perasaan Mendalam kepada Tuhan)
Tuhan, dalam setiap doktrin agama, merupakan entitas tertinggi dan puncak eksistensial kehidupan. Jalan ini menyoroti dimensi rasa dan kedalaman hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Istilah “devotion” mengacu pada perasaan mendalam, keikhlasan, dan kepasrahan kepada Tuhan. Devosi ini mencakup pengembangan perasaan ikhlas dan kepasrahan dalam beribadah, doa, dan pengabdian diri, mencirikan tingkat kedalaman hubungan spiritual.
Untuk menempuh jalan ini, membutuhkan kesediaan membuka hati dan meresapi kehadiran Tuhan dalam setiap lini kehidupan. Ini melibatkan tidak hanya tindakan ritualistik, tetapi juga kesadaran diri yang sepenuhnya terlibat dalam setiap ungkapan spiritual. Devosi bukan sekadar kewajiban keagamaan, melainkan ekspresi cinta dan kepercayaan yang tulus kepada Tuhan. Dengan mengalami tingkat devosi, individu dapat merasakan kedekatan yang intim dengan Tuhan, dan mendapatkan makna terdalam dalam perjalanan spiritual dan eksistensial kehidupan.
4. The Way of Shamanic Meditation (Jalan Berinteraksi dengan Figur Kharismatik Religius)
Setiap agama memiliki figur kharismatiknya sendiri, seperti Nabi Muhammad dalam Islam, Yesus dalam Kristen, dan Siddharta dalam Buddha. Jalan ini membuka pintu bagi individu mencari interaksi langsung dengan figur kharismatik tersebut. Pada jalan ini, praktik meditasi, visualisasi, atau kontemplasi menjadi sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Shamanic Meditation melibatkan upaya sadar individu memasuki dimensi spiritual dengan berfokus pada figur kharismatik, berharap pertolongan dan keselamatan dari kemurahan figur tersebut.
Dalam konteks ajaran Islam, sering dikenal konsep syafaat dan keberkahan. Dia yang beragama dengan menempuh jalan ini akan berlomba-lomba mendapatkan syafaat dan berkah dengan berbagai cara yang dimungkinan seperti khidmat pada adanya majelis sholawat. Dengan dapat berjumpa, berinteraksi, bahkan menjadi sosok yang dicintainya, seseorang akan merasa kaffah dalam menjalani agamanya.
5. The Way of Mystical Quest (Jalan Pengalaman Mistik Berhubungan Langsung dengan Tuhan)
Senada dengan Jalan Perasaan Mendalam kepada Tuhan, jalan ini mencakup usaha mencapai pengalaman mistik yang mengarah pada hubungan langsung dengan Tuhan. Ini bisa melibatkan meditasi, kontemplasi, atau pengalaman spiritual yang mengubah hidup. Pengikut jalur ini mencari pemahaman yang mendalam tentang hakikat keberadaan dan hubungan pribadi dengan Tuhan.
Dia yang beragama dengan menempuh jalan ini memahami bahwa hakikat hidup adalah untuk mencapai realitas Tuhan. Kebahagiaan sejati adalah ketika dekat dan ‘bertegur sapa’ dengan Tuhan. Dunia adalah sementara, dan kesenangan dunia adalah semu semata. Ketika manusia dapat menyucikan diri dan berjumpa dengan Tuhannya, tidak ada hal dan capaian lain yang lebih mulia melampauinya, dalam perjalanan spiritual dan eksistensial hidup manusia.
6. The Way of Reasoned Inquiry (Jalan Studi Intelektual Keagamaan)
Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Manusia mampu mencapai kemuliaan dan dominasi atas dunia lantaran keunggulan intelegensinya. Jalan ini menonjolkan peran penting studi intelektual dan pemikiran kritis dalam pengembangan keyakinan agama. Pendekatan ini mendorong individu untuk terlibat dalam kegiatan seperti membaca literatur, berdiskusi, dan melakukan kajian yang mendalam terhadap ajaran agama.
Dengan menempuh jalan ini, individu diundang untuk tidak hanya beragama didasarkan pada keyakinan buta, tetapi juga pemahaman yang mendalam dan rasional. Proses ini melibatkan eksplorasi konsep-konsep agama, analisis doktrin-doktrin agama, dan kajian akademis terhadap pemikiran teologis. Pemikiran kritis dianggap sebagai sarana yang memungkinkan individu memahami lebih baik esensi agama dan arti di baliknya. Dengan kemampuan membangun argumentasi yang kokoh terhadap agama, seseorang akan merasa sempurna dalam beragama.
Secara keseluruhan, keenam jalan menurut Dale Cannon ini menyajikan pendekatan dalam cara manusia mengamalkan agamanya. Dengan kecenderungan pada ritual keagamaan, kebaikan, ataupun perasaan mendalam kepada Tuhan, dapat dipahami seperti apa makna dan motivasi seseorang dalam beragama dan menjalani kehidupan. Dengan kedekatan pada figur kharismatik, pengalaman mistik, maupun studi intelektual, sangat menentukan bagaimana pandangan, sikap, dan tindakan seseorang dalam menanggapi permasalahan dan fenomena dalam kehidupan. Seseorang dapat menjadi mulia, bengis, brutal, dan biasa saja karena agama, tergantung dari bagaimana dirinya memahami dan menjalankan agama.
Editor: Ahmad
Bagaimana ritual keagamaan, kebaikan, perasaan mendalam kepada Tuhan, dan studi intelektual dapat mempengaruhi pandangan, sikap, dan tindakan seseorang dalam menjalani kehidupan beragama? Salam dari Telkom University
Ambil contoh yg ritual keagamaan. Seseorang yg menjalani agama dengan kecenderungan pada sisi ritual keagamaan, yg menjadi landasan dalam dirinya menentukan sikap dan tindakan kemudian, akan cenderung lebih formatif dan normatif.
Mengapa demikian?
Ritual keagamaan merupakan bentuk formal dan normatif dari sebuah agama. Seseorang yg kecenderungannya pada aspek tersebut, mengindikasikan apa yg menjadi mode berpikir atau orientasi berpikir daripada seseorang terhadap agama. Dalam hal ini, berarti mode berpikir atau orientasi berpikir pada diri seseorang tersebut dalam beragama yaitu cenderung normatif dan formatif. Sebagaimana fakta psikologis bahwa mode atau orientasi berpikir individu menjadi faktor krusial bagi individu menentukan sikap dan tindakannya; maka dalam konteks ini, kecenderungan menjalani agama pada aspek ritual keagamaan yang berarti mode atau orientasi berpikirnya itu normatif tersebut, berimplikasi pada bagaimana pandangan, sikap, dan tindakan seseorang dalam kehidupan beragama yg juga tampak cenderung normatif dan formatif.
Begitu pula dengan seseorang yg beragama dengan kecenderungan pada aspek kebaikan yg mode berpikirnya cenderung esensialis, yg perasaan mendalam cenderung reflektif dan afektif, dan yang studi intelektual yg cenderung logis, rasional, dan sistematis. Bagaimana pandangan, sikap dan tindakannya dalam kehidupan beragama, berbanding lurus sebagaimana apa yg menjadi kecenderungan dan mode atau orientasi berpikirnya terhadap agama.
Salam dari penulis. Terimakasih 🙏🏻