Salah satu kewajiban manusia adalah belajar atau menuntut ilmu. Bahkan, jika kita memperhatikan pada ayat Al-Qur’an pertama yang turun, yaitu perintah membaca (QS al-‘Alaq: 1-5), dapat dipahami bagaimana ilmu memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam.
Banyak manfaat bagi orang-orang yang mau belajar, sekurang-kurangnya akan bermanfaat bagi dirinya sendiri. Selain itu, ilmu juga menjadi faktor penting dalam kemudahan dan kebahagiaan hidup manusia. Contoh sederhana dapat dilihat dari banyaknya barang-barang teknologi yang mempermudah pekerjaan manusia. Pembuatan barang-barang tersebut tentunya tak terlepas dari ‘ilmu’.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa orang-orang yang berilmu memiliki derajat tinggi (lihat QS al-Mujadilah: 11). Kita juga akan menemukan lebih dari 70 (tujuh puluh) hadis dalam Bab al-‘Ilmu dalam kitab Shahih al-Bukhari yang menyebutkan keutamaan, manfaat, dan nilai-nilai positif lainnya yang berkaitan dengan ilmu.
Keutamaan Menuntut Ilmu
Di antara keutamaan menuntut ilmu adalah dimudahkannya suatu jalan menuju surga. Ini disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah yang artinya,
“Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”
Dalam hadis lain disebutkan bahwa ilmu adalah warisan dari para nabi. Manfaat ilmu lainnya adalah bahwa ia kekal dan akan bermanfaat bagi pemiliknya bahkan hingga dia meninggal. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim disebutkan,
“Jika Bani Adam (manusia) meninggal, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang berdoa untuknya.”
Enam Syarat dalam Menuntut Ilmu
Namun demikian, perlu diingat bahwa ilmu tidak datang kepada pemiliknya tanpa ada usaha yang memadai. Karenanya, setidaknya ada enam syarat yang diperlukan agar menuntut ilmu berhasil sebagaimana yang dijelaskan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib (dalam beberapa keterangan lain nasihat ini juga dinisbatkan kepada Imam al-Syafi’i).
Dalam kitab al-Tarbiyyah al-Islaamiyyah: Ushuuluhaa wa Tathawwuruhaa fii al-Bilaad al-‘Arabiyyah karya Muhammad Munir Mursi dinisbatkan sebuah syair kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang berbunyi:
ألا لن تنال العلم إلا بستة … سأنبيك عن مجموعها ببيان
ذكاء وحرص واصطبار وبلغة … وإرشاد أستاذ وطول زمان
“Ingatlah, (bahwa) engkau tidak akan menerima ilmu kecuali dengan enam hal. Saya akan memberitahumu semuanya dengan rinci, (yaitu): kecerdasan, kemauan kuat, kesabaran, biaya, petunjuk guru, dan waktu yang lama.”
Kecerdasan
Manusia yang sehat telah diberi kecerdasan sebagai bekal untuk menuntut ilmu dan berpikir. Tak bisa dipungkiri bahwa setiap individu memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda dalam menangkap pelajaran.
Namun, selama manusia memiliki kemampuan untuk berpikir, artinya dia telah memiliki syarat ini. Ini berkaitan dengan salah satu jenis kecerdasan, yaitu muktasab, sebuah kecerdasan yang dapat diasah dengan usaha (kasb), seperti mencatat, merangkum, menyimpulkan, dan lain sebagainya.
Kemauan Kuat
Tanpa hirshun (kemauan kuat atau kesungguhan) seorang yang pelajar hanya belajar sekadar formalitas sehingga tidak banyak memperoleh manfaat dari belajarnya. Fenomena ini banyak terjadi di sekolah-sekolah sekarang, di mana murid memang mengikuti prosesi pembelajaran, tetapi tidak bersungguh-sungguh memperhatikan gurunya.
Salah satu bentuk kesungguhan adalah kemauan untuk mencatat pelajaran, yang kini jarang ditemui pada diri pelajar. Padahal, sebagaimana nasehat Imam al-Syafi’i, ilmu itu harus diikat dengan tali yang kuat. Pengikat yang kuat dalam pelajaran hal ini adalah catatan. Sehingga, setiap kali seorang lupa akan pelajaran, ia dapat membuka catatan yang ditulisnya.
Kesabaran
Kesulitan mau pun rintangan selalu menyertai banyak hal, termasuk dalam proses menuntut ilmu. Akan selalu ada hal-hal di luar kendali murid yang bisa jadi menguji kesabarannya dalam menuntut ilmu, entah itu yang berasal dari dalam dirinya atau pun yang berasal dari luar dirinya sendiri.
Penuntut ilmu harus sabar ketika tidak dapat mengerti suatu pelajaran dalam satu-dua kali baca. Dia juga harus sabar ketika, misalnya, mendapati seorang pengajar yang tidak sesuai dengan kemauannya.
Biaya
Seseorang tidak bisa menuntut ilmu tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun, bahkan jika dia mendapatkan beasiswa secara full. Biaya diperlukan tidak hanya untuk hal yang berkaitan secara langsung dalam proses menuntut ilmu, tetapi juga dalam hal yang menjadi penunjangnya.
Anggaplah segala keperluan sekolahnya terpenuhi, seperti alat tulis, seragam, biaya pendidikan, dan lain sebagainya. Tetapi, penunjang-penunjang sekolahnya juga tetap memerlukan biaya, seperti biaya makan agar kuat dalam belajar, bayar kost, beli bensin untuk menuju majelis ilmu, dan hal-hal penting lainnya.
Petunjuk Guru
Hal penting yang sering dilupakan/diabaikan pelajar sekarang adalah petunjuk guru. Kini, dengan kemudahan akses internet yang bisa digunakan siapa saja, termasuk pelajar, orang-orang merasa cukup hanya dengan belajar melalui internet.
Hampir semua tema ilmu dapat didapat dengan cepat dan mudah. Tanpa mengenal dengan pasti siapa penulis artikel dan bagaimana kapasitas keilmuannya, orang-orang dengan mudah mengutip dan percaya apa yang tersedia di internet. Padahal, dalam Islam dikenal istilah, “Barang siapa yang tidak memiliki guru, maka setanlah gurunya.”
Waktu yang lama
Ilmu tidak didapat secara instan dan singkat. Untuk menghasilkan ilmu yang matang, seorang penuntut ilmu harus belajar dalam waktu yang lama. Orang yang belajar dalam waktu yang singkat pada umumnya hanya sekedar tahu.
Kita pun mengenal pepatah populer yang menyebutkan bahwa menuntut ilmu haruslah dilakukan sedari masih kanak-kanak (dari buaian) hingga tutup usia (sampai liang lahat). Imam al-Baihaqi pun berkata, “Ilmu tidak mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu.”
Editor: Soleh