Era Disrupsi—–Seiring perkembangan zaman, perubahan seakan menjadi suatu yang lumrah terjadi di dunia ini. Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul Disruption memberikan definisi bahwa hidup ini akan menjadi saksi dari perubahan itu sendiri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hal-hal kecil yang mengubah kebiasaan sampai revolusi besar yang diam-diam mematikan suatu peradaban (Kasali, 2017: 514).
Suatu perubahan tidak lepas dari dua perspektif yang berbeda. Sebagian pandangan melihat perubahan sebagai keharusan dan hal yang positif, namun sebaliknya ada yang menganggap bahwasanya perubahan tersebut membawa dampak buruk atau negatif. Bertolak pada kejadian masa lampau, di mana keadaan dunia pada awal abad ke-20, pada waktu tersebut deretan kereta kuda digantikan oleh antrean mobil bertenaga bensin.
Pada sisi lain, dunia perlahan-lahan menyaksikan pudarnya peternakan kuda dan bengkel kereta kayu. Hal tersebut menjadi fenomena bahwa pekerjaan sebelumnya sangat bersahabat dengan alam tanpa mesin dan polusi, kini bertransformasi menjadi mekanis, berbasis keterampilan khusus dalam teknologi, dan penuh polusi (Kasali, 2017: 1).
Perubahan tersebut kini populer dikenal dengan istilah disrupsi. Dalam oxford dictionary, “Disruption” bermakna situasi di mana sulit untuk melanjutkan sesuatu dengan cara normal, tindakan menghentikan sesuatu dari cara normal. Hal tersebut tergambar dari berbagai perubahan yangdk terjadi dewasa ini. Situasi tersebut melemahkan berbagai pengelolaan serta hal-hal klasik dan menuntut terjadinya pembaharuan.
Khususnya disrupsi dalam penggunaan teknologi transportasi terhadap kondisi lingkungan dan sosial budaya. Masifnya suatu pembangunan dalam kaitannya berbagai fasilitas yang dibangun di berbagai lokasi menuntut adanya pergerakan atau mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya dengan lebih cepat. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pembaharuan di sektor teknologi transportasi termasuk juga dalam merespon perkembangan pariwisata di Indonesia.
***
Gambaran sederhana dalam memahami fenomena ini, dapat ditelaah secara umum mengenai perkembangan dari Andong misalnya. Andong merupakan moda transportasi tradisional di Yogyakarta berupa kereta kuda yang umumnya beroda empat. Pada abad ke-19 Andong menjadi moda transportasi primadona penanda status sosial untuk memfasilitasi mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya.
Pada zaman dahulu umumnya digunakan kaum bangsawan, namun demikian lambat laun dapat digunakan segala kalangan yang mampu dalam hal materi. Perkembangan dan perubahan zaman di era disrupsi teknologi ini mengakibatkan terjadinya transformasi penggunaan andong yang dulunya sebagai moda transportasi umum masyarakat untuk ke pasar, bepergian dari satu tempat ke tempat lain, membawa barang, kini semakin jarang ditemukan dan beralih ke tujuan rekrasi wisata.
Era disrupsi teknologi ini ditandai dengan muculnya moda transportasi berbasis mesin yang mengakibatkan penurunan penggunaan transportasi andong, di mana pertengahan tahun 1990-an jumlah angkutan tradisional Andong bisa mencapai 800 buah lebih bahkan hampir 900-an, namun kini hanya sekitar 520 buah (Erfanto Linangkung: 2017).
Penurunan penggunaan transportasi tradisional di era disrupsi tersebut menggambarkan beralihnya pilihan masyarakat ke moda transportasi berbasis mesin yang cepat dan praktis seperti kendaraan bermotor, mobil, bus, dan kendaraan bermesin lainnya. Hal itu menandakan berubahnya pola kehidupan masyarakat dalam hal mobilitas dari suatu daerah ke daerah lainnya dengan bergantung pada kecepatan dan kenyamanan.
***
Perubahan tersebut sejatinya memberikan berbagai dampak positif terhadap pembangunan sumber daya manusia khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Mudahnya aksesibilitas dan interaksi antar masyarakat dikarenakan perkembangan teknologi transportasi ini membuka kesempatan menambah ilmu pengetahuan dan lapangan pekerjaan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Akan tetapi, justru perkembangan yang sangat pesat tersebut menjadi ancaman bagi kelestarian lingkungan alam dan sosial budaya. Meningkatnya volume kendaraan bermesin tidak selaras dengan penggunaan transportasi ramah lingkungan seperti Andong. Hal tersebut sesuai dengan yang tertera pada peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 10 Th. 2012, yang menyebabkan meningkatnya emisi gas buang berupa Hidrokarbon (HC), Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO2), dan senyawa Nitrogen Oksida (NOx).
Emisi gas buang tersebut memiliki sifat racun, dan menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap manusia dan kondisi lingkungan. Dampak negatif tersebut diantaranya gangguan saluran pernafasan, suhu udara meningkat tinggi, dan menyebabkan hujan asam yang tentunya mengancam kelestarian lingkungan alam. Menurut data Bappeda DIY, emisi gas buang dari kendaraan bermotor berkontribusi besar menyebabkan polusi udara pada kota-kota besar dengan peningkatan mencapai 60-70% (Puspitawati: 2014).
***
Masifnya penggunaan kendaraan bermotor terlebih lagi didukung dengan teknologi transportasi dan digital, berdampak pada pergeseran pola sosial budaya masyarakat. Di mana dengan banyaknya lebih memilih penggunaan transportasi bermesin, akan mengancam transportasi tradisional yang ramah lingkungan seperti andong.
Bukan tidak mungkin, jika tidak diberi perhatian serius keberadaan transportasi andong akan menurun bahkan punah sehingga generasi kita nanti tidak dapat mengetahui asal usul budaya dan keunikan dari transportasi tradisional ini.
Inisiatif langkah yang dapat dilakukan oleh semua pihak dengan memaksimalkan penggunan kendaraan umum, mulai serius dengan penggunaan transportasi non-mesin seperti sepeda, scooter, bahkan dengan berjalan kaki ke tempat yang memang bisa dijangkau menggunakan moda tersebut.
Kepedulian pemerintah dengan adanya andong online juga harus didukung oleh seluruh masyarakat, guna pelestarian budaya benda berupa andong tersebut. Suatu perubahan dalam hal ini ialah disrupsi bagaikan pisau bermata dua, pasti akan selalu memberikan dampak positif dan negatif. Sekarang tergantung bagaimana cara kita memaksimalkan dampak positif demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan di sisi lain juga sekaligus meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan demi pelestarian lingkungan dan sosial budaya.