Perspektif

Covidiot: Kaum Keras Kepala

3 Mins read


COVIDIOT—Tagar #COVIDIOT menempati trending topik lini masa twitter pada 22/3/2020. Jika melihat isinya, masih banyak masyarakat yang menganggap remeh pandemi virus corona yang menjangkit 514 orang dengan menelan korban 48 jiwa per 22/3/2020 di Indonesia.

Orang-orang masih banyak menolak protokol pembatasan sosial (social distancing), masih banyak yang keluar rumah dengan nongkrong di cafe. Entah apa yang dipikiran mereka, mungkin mereka mempunyai pemikiran Neo-Jabariyah sebagaimana yang diungkapkan oleh Ustadz Fakhruddin Kamal.

Atau mungkin mereka memang sengaja keluar untuk uji nyali (menantang maut). Sehingga muncul julukan “COVIDIOT” bagi mereka yang keras kepala dan tidak menghiraukan himbauan social distancing ataupun stay at home untuk sementara waktu, guna mencegah penyebaran pandemi virus corona.

Kepala Batu

Sesungguhnya saya yakin, mereka menyadari bahaya dari Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini, namun kesadaran yang mereka punya tak cukup membuat mereka sadar. Jika mereka sadar, maka mereka akan menghiraukan himbauan untuk tetap dirumah saja, dan menjalankan social distancing seperti seruan dari pemerintah.

Namun, sikap ‘ngeyel’ dan keras kepala serta egois yang mereka punya, membuat mereka tak peduli akan keselamatan dirinya sendiri dan orang di sekitarnya. Padahal, pemerintah bersama organisasi kemasyarakatan sipil seperti Muhammadiyah melalui Lazismu, MDMC, KOKAM, dan tim khusus untuk menangani sebaran corona yakni Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC), yang dipimpin oleh dr Corona Rintawan ini, berupaya penuh memutus rantai sebaran COVID-19.

Tetapi, masih ada kaum keras kepala dengan mengabaikan himbauan dan keselamatan dirinya sendiri juga orang lain. Mereka masih kongkow di cafe-cafe. Mereka menyadari bahwa mereka bisa tertular, namun justru seakan menantangnya. Terlihat ada aparat yang membubarkan para orang yang masih nongkrong di cafe yang videonya menghiasi media sosial, apa mereka kebal? Mungkin mereka merasa iya, tapi tidak menutup kemungkinan keras kepalanya membuat diri dan orang sekitarnya jadi menderita ditengah mewabahnya pandemi ini.

Baca Juga  "Taliban" dan "Kadal Gurun" dalam #GejayanMemanggil ?

Keteledoran Akut

Teledor dalam kata lain ceroboh atau lalai adalah kata yang sering kita dengar, kelalaian atau keteledoran memang kadang sering kita lakukan. Namun, melihat melonjaknya angka pasien positif maupun yang dalam pengawasan dan pemantauan yang semakin bertambah, ditambah masih banyaknya masyarakat yang tidak peduli akan himbauan stay at home dan social distancing, membuat kita miris.

Keteledoran yang sudah akut dan sangat membahayakan dirinya dan orang lain, mungkin dalam hati mereka berkata “Jika sudah waktunya, pasti mati juga”. Sekilas benar namun sesungguhnya itu merupakan kesalahan cara berpikir yang salah, ibarat manusia yang tanpa mau berusaha untuk menjaga dirinya sendiri.

Pasrah dan tawakal kepada Allah SWT memang sesuatu yang lumrah dilakukan oleh seorang hamba kepada Rabb-nya, namun pasrah dengan tanpa suatu usaha dan upaya yang dilakukan bukankah itu merupakan keteledoran yang sudah akut?

Sebagai contoh menaruh uang sembarangan, dengan dalih jika ditakdirkan di maling orang biarpun di kunci di lemari besi juga akan hilang. Mungkin itu yang dinamakan teledor karena tanpa adanya kemauan untuk menjaga dan mengamankan uang itu.

Kosa kata COVIDIOT yang mendadak menduduki trending topik di twitter merupakan keteledoran akut yang membahayakan kehidupan dirinya dan orang di sekitarnya di tengah wabah virus corona seperti sekarang ini. Seharusnya pemikiran ceroboh, teledor yang seperti itu tidak kita miliki pada kondisi bangsa yang sedang menghadapi serangan virus mematikan ini.

Bukan hanya di Indonesia, kabarnya di Italia sebelumnya juga banyak yang tak memperdulikan himbauan protokol keamanan untuk mencegah meluasnya pandemi ini. Mungkin bebalnya ini membuat angka kematian di Italia tinggi. Di Malaysia kini sudah menindak tegas penduduknya yang masih keluar rumah, seperti yang terjadi di Surabaya adanya pembubaran orang yang masih keluar seperti di cafe.

Baca Juga  7 Tradisi Unik Ramadan di Indonesia, Kini Tiada Karena Corona
***

Selain itu, masyarakat kita masih banyak yang egois dengan memborong berbagai makanan, kebutuhan pokok, dan juga alat kesehatan seperti masker dan lainnya, hingga dapat menimbulkan kepanikan. Sehingga Polri pun mengeluarkan maklumat untuk menghimbau masyarakat agar tidak membeli kebutuhan secara berlebihan, serta tidak menimbun bahan makanan agar tidak membuat suasana semakin panik.

Namun, masyarakat kita terkadang masih tidak mengindahkannya, masih ada saja yang berkepala batu dengan membeli kebutuhan secara berlebihan, dan mungkin nanti juga akan ada yang memborong obat-obatan yang di yakini dapat menyembuhkan wabah virus corona ini.

Sudah sepatutnyalah kita berpikiran jernih, dan tidak keras kepala dengan mengikuti protokol yang ada, serta himbauan dari pemerintah guna mencegah meluasnya wabah ini. Bukankah Allah tidak akan merubah nasib kita kalau kita sendiri tidak mau berusaha merubahnya?

Begitupula pada situasi saat ini, mari kita bantu pemerintah untuk melawan virus corona. Mari kita jaga diri, jaga kesehatan, dan tetap waspada terhadap penyebaran pandemi COVID-19 yang menghantui bangsa kita. Kita semua memang rawan terpapar, tapi kita semua bisa menghindar.

Jangan jadi masyarakat COVIDIOT, keras kepala dengan mengabaikan himbauan yang ada, kesadaran kita yang menyadarkan kita untuk tetap menjaga diri kita dan orang lain. Buang sifat teledor, berkepala batu, egois yang menjadi seorang COVIDIOT yang seakan menantang keberadaan virus yang sudah mematikan ribuan orang didunia ini, dan mari kita turut membantu memutus sebarannya semampu kita.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengangkat musibah ini dari kita semua, dan semoga dengan adanya wabah ini membuat kita semakin mendekatkan diri kepadaNya.

Editor: Yahya FR
Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informatika dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *