Perspektif

Esensi Politik Hikmah Kebijaksanaan

4 Mins read

Dunia perpolitikan di tanah air pada masa pandemi seperti menampakan wajah aslinya. Banyak politisi memilih untuk berdiam diri melihat situasi dan kondisi yang terjadi. DPR sebagai lembaga representasi rakyat belum terlihat memberikan saran kebijakan sebagai jalan penyelamatan. Publik menunggu langkah pemerintah dalam menanggulangi permasalahan yang terjadi. Harapannya, esensi politik hikmah kebijaksanaan menjadi langkah yang baik.

Esensi Politik

Pandemi menimbulkan dampak yang luar biasa di seluruh dunia dan ancaman krisis ekonomi yang menghantui negeri ini. Wabah Covid-19 berpotensi mengubah tatanan ekonomi dunia yang ditandai dengan berubahnya peta perdagangan dunia, selain mengakibatkan mandegnya berbagai bidang usaha.

Data Kementerian Koperasi dan UMKM menyebutkan sebanyak 47 persen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) harus gulung tikar karena terdampak pendemi virus corona. Para pekerja sektor informal banyak yang kehilangan pekerjaan sehingga menambah jumlah pengangguran. Diperlukan upaya ekstra keras untuk mengantisipasi dampak pandemi agar kondisi perekonomian tidak semakin memburuk.

Menarik untuk mencermati relasi politik dan ekonomi pasca pemilu serentak 2019. Pada awal terpilihnya duet Jokowi-Ma’ruf Amin, masyarakat berharap pembangunan ekonomi bisa bergerak cepat. Pembangunan infrastruktur yang dikebut pemerintahan Jokowi di periode pertama seakan menjadi pondasi yang kuat untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat.

Namun wabah Corona yang melanda dunia sejak awal tahun ini seakan memporak-porandakan rencana kerja yang telah disusun oleh Kabinet Indonesia Maju. Pandemi yang mulai merebak di tanah air sejak awal Maret kontan membuat kalang kabut pemerintah dan masyarakat. Rencana pemilihan kepala daerah yang sedianya digelar pada September diundur hingga Desember 2020.

Masyarakat menunggu kiprah para politisi untuk tampil menyelamatkan negeri dari serbuan pandemi. Menanti bukti nyata dari janji kampanye pada saat jelang pemilu untuk membawa Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Kita menanti kebijakan publik yang memberikan perlindungan dan menentramkan bagi rakyat yang sedang kesusahan. Di sinilah esensi politik kita diuji.

Baca Juga  Tiga Catatan untuk Majalah Tabligh dan Buya Risman

Dominasi Pertimbangan Keuntungan

Seperti diketahui pengelolaan negara selama ini cenderung bertumpu pada praktik politik yang kapitalistik dan liberal. Hubungan pemerintah dan rakyat didominasi oleh pertimbangan keuntungan semata layaknya relasi antara penjual dan pembeli. Kondisi seperti ini tercermin saat wabah pandemi melanda, sejumlah kebijakan yang ditempuh pemerintah jauh dari ekspektasi rakyatnya.

Sekedar contoh, program bantuan sosial yang ditujukan sebagai jaring pengaman bagi warga miskin dalam pelaksanaan terkendala carut marutnya data sehingga penyalurannya malah ada yang salah sasaran. Sebelum lebaran Presiden mengeluarkan Perpres yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan padahal sebelumnya Mahkamah Agung sudah membatalkan.

Bila kita runut ke belakang, pada setiap gelaran pemilu masyarakat bergairah menuju ke tempat pemungutan suara dengan harapan adannya perubahan perbaikan dalam kehidupan keseharian. Bayangan keadilan dan kesejahteran yang menjadi orientasi para pendiri bangsa saat merumuskan dasar bernegara seharusnya menjadi realita. Harapan rakyat tak pernah padam dapat merasakan kemajuan pembangunan yang merata ke seluruh penjuru nusantara.

Sila keempat Pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” seharusnya diamalkan secara konsisten dan konsekwen. Wakil rakyat yang dipilih oleh masyarakat melalui pemilu tahun lalu sekarang dituntut menterjemahkan nilai-nilai luhur itu dalam setiap pengambilan keputusan. Politik sebagai instrumen demokrasi memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menyampaikan pendapatnya sebagai bentuk kontribusi dalam penyelenggaraan negara.

Politik Hikmah Kebijaksanaan

Bagaimana politik mampu merefleksikan hikmah kebijaksanaan dalam merespon setiap persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia?. Pancasila sebagai jawaban merupakan rumusan kekhasan demokrasi kita. Bukan tokoh atau suara mayoritas, tapi hikmat kebijaksanaan yang merupakan penentu keberhasilan demokrasi.

Hikmat kebijaksanaan merupakan bentuk kearifan lokal kita dalam menentukan kriteria kepemimpinan. Sehingga politisi yang tak memiliki hikmah kebijaksanaan tidak layak memimpin Indonesia. Para penyelenggara negara tanpa hikmah kebijaksanaan tidak bisa diharapakan melahirkan kebijakan yang membahagiakan.

Baca Juga  Hijrah Ekologi: dari Energi Fosil ke Energi Terbarukan

Hikmah/hikmat kebijaksanaan semestinya menjadi panduan utama bagi para pejabat publik yang terpilih melalui kontestasi politik. Karenanya, sungguh aneh jika ada pemimpin yang dipilih oleh rakyat tapi ketika menyampaikan narasi tidak ada rasa empati, terlebih bila kebijakan yang dikeluarkan justeru menyakiti rakyatnya sendiri.

Praktik politik yang mendasarkan kepada nilai-nilai hikmat kebijaksanaan akan senantiasa mengutamakan kepentingan kebersamaan untuk kemaslahatan. Politik yang mampu merekatkan semuanya untuk mencapai kesepakatan bukan malah menyekat dan menyikat pihak yang berlawanan. Narasi yang dikembangkan adalah merangkul untuk memperkuat persaudaran dan persatuan bukan justeru memukul yang memicu perpecahan.

Jika merujuk pada kamus bahasa Arab, hikmat berasal dari kata hikmah yang berarti kebijaksanaan, pendapat atau pikiran yang bagus, pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan. Hikmah juga bermakna kumpulan keutamaan dan kemuliaan yang mampu membuat pemiliknya menempatkan sesuatu secara proporsional. Hikmah merupakan ungkapan dari perbuatan seseorang yang dilakukan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat pula.

Momentum Meluruskan Haluan

Memang seperti terdengar asing, ditengah praktik politik yang sarat dengan vote buying atau vote trading kita mengharapkan muncul sosok politisi yang memegang teguh prinsip hikmah kebijaksanaan. Figur langka yang saat ini kita rindukan sebenarnya bisa dipersiapkan dengan melakukan pendidikan politik untuk menumbuhkan kesadaran kembali pada nilai-nilai Pancasila.

Peran yang seharusnya dilakukan oleh partai politik dalam menyiapkan kader pemimpin yang berakhlak mulia dan bermental negarawan. Kita menyadari bahwa para pendiri bangsa ini telah meletakan dasar negara yang sangat kokoh bagi kapal Indonesia untuk berlayar ditengah samudera menghadapi gelombang ujian dan badai rintangan.

Bencana non alam pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi negeri ini untuk meluruskan haluan sesuai cita-cita berdirinya negara. Para pemimpin negeri ini harus kembali kepada nuraninya dan mempunyai tekad untuk mengaktualisasi spirit hikmah kebijaksanaan. Kepercayaan masyarakat akan menguat jika pemerintah dan elit politik mampu membuktikan kerja kerasnya untuk membela kepentingan rakyat bukan sekedar menggugurkan kewajiban.

Baca Juga  Orang Tua dalam Pusaran Peredaran Narkoba

Di tengah perayaan Idulfitri sebagai deklarasi kemenangan perang melawan hawa nafsu, maka sepatutnya kita merenungi perjalanan bangsa ini. Kita memang tidak sedang menghadapi penjajahan kolonial seperti masa dahulu, tapi sedang melawan imperialisme ekonomi yang berwujud dalam bentuk hutang dan pinjaman. Kita sedang berjuang menghalau serangan virus corona yang tak kasat mata dan tak tahu kapan berakhir.

***

Negeri ini membutuhkan banyak sosok negarawan yang siap berjuang, mengabdi dan melayani rakyat setulus hati. Negara ini tidak memerlukan politisi dadakan sarat pencitraan yang hanya tampil pada saat membutuhkan suara rakyat. Bukan pula elit petualang yang ambisi kekuasaan dengan berpolitik mengandalkan uang.

Mari menjaga negeri dari serangan wabah pandemi dengan menggalang solidaritas dan kepedulian tanpa batas. Kini waktunya membangun peradaban politik berlandaskan ‘hikmah kebijaksanaan’ demi melindungi keselamatan dan kedaulatan bangsa.

Editor: Nabhan

Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds