Tafsir

Etika Informasi dalam QS al-Hujurat

2 Mins read
Oleh: Izza Rohman*

Membincangkan persoalan etika dengan lebih dahulu menggarisbawahi arti penting keimanan (sebagaimana di tulisan pertama) boleh jadi dipandang tidak pas. Akan tetapi, ajaran Islam memang tidak saja mencakup banyak aspek (komprehensif), namun pula menjadi suatu sistem ajaran yang aspek-aspeknya saling kait-mengkait. Surah al-Hujurat sendiri menegaskan pertautan erat antara akidah dan akhlak.

Al-Hujurat, Iman, dan Akhlak

Surah al-Hujurat memberikan pelajaran tentang sikap akhlak mulia terhadap lima pihak: pertama, akhlak kepada Allah (ayat 1 dan 17); kedua, akhlak kepada Rasulullah (ayat 1, 2 dan 17); ketiga, akhlak kepada pembawa informasi (ayat 6); keempat, akhlak kepada orang atau kelompok orang yang menjadi lawan bicara (ayat 11); kelima, akhlak kepada orang lain yang tidak sedang ada di hadapan kita (ayat 12).

Pesan-pesan tentang akhlak atau adab untuk orang-orang yang beriman ini menegaskan pertalian erat antara iman dan akhlak. Iman haruslah membuahkan akhlak yang mulia. Kemuliaan akhlak mencerminkan kesempurnaan iman. Nabi Muhammad saw. bersabda:

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (Hadis riwayat al-Tirmidzi).

Hubungan Iman dan Akhlak

Dengan demikian, wajar bila ada banyak sekali hadis Nabi yang menegasikan keimanan orang-orang yang tidak berakhlak baik. Perhatikan misalnya hadis-hadis berikut ini:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim).

لاَ إِيمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ ، وَلاَ دِينَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ

“Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki sikap amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (Hadis riwayat Ahmad).

Baca Juga  Enam Ciri Tafsir Abad Pertengahan

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ

“Bukanlah seorang mukmin orang yang suka mencela, bukan pula orang yang suka melaknat, dan bukan pula orang yang suka berkata keji.” (Hadis riwayat al-Bukhari).

Dalam al-Qur’an sendiri juga diisyaratkan hubungan erat antara iman dan akhlak di banyak ayat. Perhatikan misalnya beberapa ayat berikut ini:

وَعِبَادُ الرَّحْمَـٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Dan para hamba Sang Maha Pengasih ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil berbicara (kasar) kepada mereka, mereka menyampaikan pesan damai.” (QS. al-Furqan: 63).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّـهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُواۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat dengan ketakwaan.” (QS. al-Ma’idah: 8).

وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا   إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan berilah keluarga dekat haknya, juga orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangatlah ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Isra’: 26-27).

Penerapan di Era Informasi

Dalil-dalil itu menunjukkan bahwa iman harus dibuktikan dengan akhlak mulia. Tidaklah benar-benar beriman orang yang tidak mulia budi pekertinya. Hubungan erat keduanya sangatlah mencolok dari ayat-ayat yang ada di surah al-Hujurat.

Akhlak yang disinggung di surah ini (sebagaimana akan menjadi fokus di banyak bagian tulisan ini nantinya) lebih banyak terkait dengan komunikasi dan informasi. Dengan begitu, surah ini sangatlah relevan untuk disampaikan kembali pesan-pesannya di abad ini–abad teknologi informasi dan komunikasi–terlebih saat kita menyaksikan ekspresi akhlak buruk bertebaran sedemikian rupa di media maya kita.

Baca Juga  Ashabul Fil: Kisah dalam Al-Qur'an yang Dianggap Sebuah Dongeng

Inilah masa saat pesan-pesan surah ini perlu disampaikan kembali untuk membuat relasi sosial kita penuh dengan keadaban.

Hadânallâh wa iyyâkum ajma‘în.

*) Penulis adalah dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka

Related posts
Tafsir

Islam Liberal: Menafsirkan Al-Qur'an dengan Metode Hermeneutika

4 Mins read
Islam liberal merupakan salah satu aliran pemikiran yang berkembang di Indonesia pada akhir abad ke-20. Kemunculan Islam liberal di Indonesia bisa dikatakan…
Tafsir

Meluruskan Makna Qital, Begini Aturan Berperang dalam Islam

4 Mins read
Baru-baru ini kita tengah dipertontonkan serangan brutal Israel terhadap Gaza, Palestina. Dari data yang dilansir berbagai media, Israel telah membunuh sebanyak 178…
Tafsir

Ketika Izzah Darwazah Mengkritik Ibnu Katsir

2 Mins read
Izzah Darwazah merupakan seorang pemikir Islam modern yang bermazhab Sunni al-Asyari dan memiliki dua kecenderungan dalam menulis karyanya, yaitu tafsir dan sejarah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *