Perempuan dan Perlawanan
Wanita atau perempuan merupakan sebuah kata yang digunakan sesuai dengan perjalanan zaman. Makna Wanita memiliki konotasi terhormat sebagai hasil Ameliorasi sedangkan Perempuan dapat ditempatkan diranah domestic (Sudarwati, 1997).
Tak dipungkiri, pembahasan mengenai perempuan tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan dan selalu dibahas dibelahan dunia. Kongres pertama perempuan diselenggarakan pada 22 Desember 1928, kongres perempuan ini dijadaikan sebagai sebuah bentuk perlawanan.
Mulai dari sana, muncullah sebuah gerakan perempuan untuk menghierarkikan dirinya. Sebuah jargon terdahulu yang terkenal di tanah Jawa terhadap perempuan yakni Macak, Manak, Masak menjadikan perempuan menjadi seseorang yang tak berdaya dengan tidak adanya perlawanan.
Wacana Feminisme
Hak dan peran wanita selalu dianggap sebagai ancaman intelektual dan aktual sepanjang sejarah. Abad ke-18 hingga dewasa ini, muncul trouble berkaitan dengan penampilan dan kepribadian perempuan. Problem itu sangat dominan hingga pengaruhnya meluas sampai kepada semua lapisan masyarakat (Musthafa, 2000: 45).
Dalam berbagai ketidakadilan yang dirasakan oleh perempuan di belahan dunia, dia dianggap sebagai makhluk yang tidak memiliki kekuatan. Kemudian, dicarilah sebuah kesalahan mikro, sehingga menuai fact declare bagi masyarakat awam dan dijadikan itu sebagai kebenaran mutlak.
Tidak jarang dijumpai persoalan mengenai penindasan sebuah kaum perempuan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah keberanian dari perempuan untuk melawan penindasan. Sehingga muncullah Gerakan Feminisme untuk menyetarakan akan keadilan.
Gerakan Feminis timbul karena terdapat ketidakadilan masyarakat dalam memandang perempuan. Makna Feminis dalam pandangan Global yakni merujuk pada setiap orang yang memiliki kesadaran hak dan martabat perempuan serta mencari jalan keluar dalam berbagai problematika (Khudori, 2003:127).
Sosial-budaya dapat dijadikan sebuah ancaman bagi kaum perempuan, karena dari dua aspek tersebut, perempuan dipandang sebagai stigma yang poor. Namun, tak dipungkuri, ada aspek lain yang menjadi penunjang akan keadilan bagi kaum perempuan.
Gerbang Raksasa
Terkadang, tabir hitam membuat perempuan menjadi tersisihkan dengan adanya gerbang raksasa yang berbentuk lingkaran dengan ukiran yang membatasi perempuan dengan pria.
Anak-anak dapat keluar dari tabir hitam gerbang atas izin orang tua, namun perempuan dewasa dilarang (Khudori, 2003: 128). Dalam perkembangan zaman, perempuan Islam tidak mau kalah ataupun ketinggalan dengan kaum pria. Salah satu pejuang perempuan yang berasal dari Maroko yaitu Fatimah Mernissi.
Fatimah Mernissi menjadikan dirinya untuk ikut berperan dalam memajukan perempuan agar tidak tertinggal jauh dengan kaum pria serta berupaya terus agar kaum perempuan diperlakukan secara adil di ranah masyarakat.
Fatimah Mernissi merupakan sosok seorang perempuan yang lahir dari Arab dengan membawa buah pemikiran tentang keadilan perempuan atau mendobrak gerakan feminis yang terjadi di arab.
Diskursus perempuan di arab selalu mendapatkan stigma poor dalam pembahasan sekelompok pria. Kareana dikursus pembahasan Perempuan dipengaruhi sosio-budaya Arab.
Menurut Fatimah Mernissi, struktur sosial lah yang telah menyengsarakan nasib perempuan (Assyaukanie, ISTAC). Kala muda, Fatimah Mernissi mengenyam pendidikan Al-Qur’an, dengan dibimbing oleh kepala sekolahnya yaitu Lala Tam.
Dia diberikan sebuah ilmu yang sangat menarik baginya. Di mana, Lala Tam mengatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengetahui garis-garis pemisah dari sebuah kebersihan. Memilih menjadi muslim maka juga harus menghargai kebersihan itu.
Hal inilah menjadikan Fatimah Mernissi ragu terhadap sesuatu hal yang ia kerjakan. Ia masih beruntung karena memiliki nenek yang arif yakni Lala Yasmina yang banyak memberi pelajaran dan penjelasan serta menjadikan hatinya lebih tenang.
Fatimah Mernissi mendapatkan pelajaran dan tuntunan dari neneknya dengan menceritakan sejarah yang berkaitan risalah Nabi Muhammad SAW beserta ajaran Islam yang menghargai dan saling toleransi serta kasih saying antar sesama manusia.
Hal inilah yang membuat Fatimah Mernissi lebih mengetahui dengan mata hatinya atas adat istiadat masyarakat yang sebagian besar merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan.
Dari Problem tersebut, membuat Fatimah Mernissi memiliki semangat yang membara dan tak terbendung untuk merubah tatanan adat-istiadat yang dalam pemahamannya tidak mencerminkan atau mewujudkan keadilan (Khudori, 2003: 129).
Manifestasi Feminis
Banyak tokoh pemikir yang berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan keadilan di belahan dunia. Salah satunya dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni NU dan Muhammadiyah.
Menciptakan tokoh perempuan pemikir yang luar biasa dengan menciptakan sebuah effect yang besar bagi negara. Nyai Walidah dengan semangat membara dalam menegakkan keadilan sedangkan Nyai Khadijah juga memiliki semangat yang membara.
Para tokoh Arab pun juga memiliki semangat yang membara dalam hal keadilan. Dari tokoh-tokoh tersebut, tampaknya memiliki beban psikologis mengenai asumsi berlebihan atas sebuah problem dominasi dan otoritas gender.
Tokoh tersebut sama-sama berontak dari semua sistem patriarki mapan, meskipun dengan cara yang berbeda.
Gerakan Feminisme Islam sudah berupaya dan berusaha dengan sangat maksimal untuk memperjuangkan kaum perempuan agar dapat bersama-sama dengan kaum pria menciptakan suasana yang kondusif bagi kemajuan dan perkembangan umat manusia di berbagai belahan dunia.
Kerjasama yang baik di antara kaum pria dan perempuan merupakan satu hal yang perlu diwujudkan, agar tidak terjadi kesalahpahaman dan salah pengertian.
Editor: Yahya FR