Pendidikan merupakan proses humanisasi yang dipengaruhi kondisi dan situasi, serta berfungsi dalam bingkai kultur dengan konstruksinya yang kompleks.
Pendidikan menghubungkan manusia dengan suatu masyarakat yang memiliki karakteristik kultural. Untuk itu, pendidikan memberi manusia dengan sifat-sifat kemanusiaan yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya.
Sifat-sifat kemanusiaan ini terfokus pada potensi atau fitrah yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki makhluk lainnya yaitu berupa “akal budi”.
Sangat logis kalau manusia disebut sebagai “thinking animal” atau menurut Naquib al-Attas disebut dengan hewan rasional (rational animal).
Akal Budi dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, “akal budi” merupakan potensi/fitrah manusia yang paling urgen di antara potensi dasar lainnya. Banyak isyarat-isyarat Al-Qur’an tentang keharusan manusia menggunakan potensi akalnya yang dalam term pendidikan Islam disebut dengan Fitrah Akliyah.
Fitrah Akliyah merupakan potensi dasar manusia yang harus dikembangkan. Berpikir sebagai bentuk penggunaan akal dalam Al-Qur’an diungkapkan dalam berbagai kata.
Seperti; ya’qilu (memakai akal), nazhara (melihat secara abstrak), tafakkara (berpikir), tadzakara (memperhatikan atau mempelajari), ulu al-bab (orang yang berpikir), ulu al-ilm (orang yang berilmu), ulu al-abshar (orang yang berpandangan) dan ulu al-nuha (orang yang bijaksana).
Kesemuanya digunakan untuk memahami ayat-ayat kauniyah.
Pengertian
Sebelum mengkaji tentang pengertian Fitrah Akliyah, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu pengertian akliyah atau akal.
Secara etimologi, akal memiliki banyak arti di antaranya al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-hajr (menahan), al-nahy (melarang) dan mana’u (mencegah).
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal diartikan sebagai daya pikir (untuk mengerti), pikiran dan ingatan. Akal juga diartikan sebagai kemampuan memecahkan masalah (problem solving capacity).
Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya akal adalah sebuah aktivitas yang dipusatkan di bagian kepala manusia untuk berpikir, menahan, dan mencegah segala bentuk hawa nafsu yang ada pada manusia serta adanya kemampuan untuk memecahkan masalah.
Artinya akal hanya terdapat pada manusia dan yang membedakannya dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya.
Setelah kita memahami pengertian akal secara umum, lalu bagaimana pengertian akal kaitannya dengan potensi atau disebut dengan Fitrah Akliyah. Sesungguhnya, pengertian Fitrah Akliyah juga banyak dibicarakan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim dengan berbagai macam sudut pandang dan latar belakang keilmuwan yang berbeda.
Salah satunya menurut Muhaimin dan Abdul Mujib, menurutnya Fitrah Akliyah adalah “potensi bawaan yang mempunyai daya untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah”.
Lebih lanjut beliau mengatakan Fitrah Akliyah atau fitrah intelek adalah fitrah yang selalu berhubungan dengan akal. Akal merupakan jalinan antara rasa dan rasio, yang mampu menerima segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh indra dan sesuatu di luar pengalaman empiris. Dalam akal, terdapat rasa yang dapat menimbulkan percaya (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993: 41).
Pengembangan Fitrah Akliyah
Dalam persepektif psikologi Islam, konsep Fitrah Akliyah merupakan bagian dari fitrah nafsani manusia setelah al-qalb dan al-nafs. Masing-masing mempunyai daya yang berbeda. Daya al-qalb berhubungan dengan rasa atau emosi, daya al–‘aql berhubungan dengan cipta atau kognisi dan al-nafs berhubungan dengan karsa atau konasi.
Natur akliyah adalah natur insaniyah yang berdaya kognitif, seperti; penghayatan, pengamatan, tanggapan, asosiasi, reproduksi, ingatan, fantasi, berpikir dan lain-lain.
Berpikir yang dilakukan orang paling tidak ada tiga tujuan, yaitu; untuk memahami realita dalam rangkamengambil keputusan (making decision), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan sesuatu yang baru (creativity).
Ketika Fitrah Akliyah benar-benar dikembangkan, dalam pendekatan Pendidikan Islam sedikitnya akan membentuk tiga hal, yaitu :
– Kepribadian muslim yang sesungguhnya
– Kreativitas berfikir
– Berpikir berlandaskan syariat
Dengan Fitrah Akliyah manusia memiliki kemampuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, manusia pun bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
Pengembangannya diharapkan dapat mengarahkan manusia kepada terbentuknya kepribadian muthmainah, kepribadian yang sesuai dengan tuntunan
Islam yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, untuk itu diperlukan kerja sama yang harmonis dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dalam perspektif pendidikan Islam, kajian tentang Fitrah Akliyah tidak identik dengan teori tabularasa dari John Lock, namun pada realitasnya pengembangan Fitrah Akliyah pada diri manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar.
Editor: Yahya FR