Review

Alasan Jutaan Muslim Pindah Agama Pasca G30S PKI

3 Mins read

Stigma PKI dan Konversi Agama Massal Pasca G30S

G30S PKI – Stigma dan persepsi amat buruk terkait komunisme berlangsung semenjak meletusnya peristiwa berdarah Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965 bahkan hingga saat ini.

Generalisir komunis itu sama dengan atheis semakin merambat di kalangan masyarakat sehingga memicu kebencian terhadap para kader juga simpatisan PKI, imbasnya berlanjut sampai pada keturunan-keturunan mereka.

Pada kesempatan ini saya tidak mau terlalu membahas mengenai beragam perspektif peristiwa G30S yang berlangsung atau bagaimana polemik hubungan antara atheisme dan komunisme, tetapi saya hendak meninjau bagaimana dampak buruk sejarah kelam tersebut terhadap berkurangnya populasi umat Islam akibat konversi massal.

Buku Menjawab Sekularisasi, Kristenisasi, dan Nativisasi: Wasiat Dakwah Muhammad Natsir

Sesuai dengan yang ada di salah satu bab terkait Kristenisasi dalam buku Menjawab Sekularisasi, Kristenisasi, dan Nativisasi: Wasiat Dakwah Muhammad Natsir pada bagian tulisan Arif Wibowo.

Mengapa perlu dibahas? Sebab ini dapat menjadi poin penting yang eloknya dijadikan pembelajaran bagi para pendakwah ke depannya untuk tidak tutup mata terhadap sejarah yang pernah terjadi.

Konversi Agama Selepas G30S PKI

Labeling dan stigma mengenai buruknya komunis tidak hanya sebatas omongan.

Semua itu berlanjut pada tindak kekerasan dan diskriminatif. Bahkan menurut Singgih Nugroho, berujung pada pembunuhan terhadap para simpatisan maupun kader PKI. Tentu hal demikian membuat situasi ketidakamanan bagi mereka. Padahal yang menjadi korban pun belum tentu semuanya terlibat.

Sentimen dan perlakuan buruk golongan dari Muslim – yang memberantas PKI – dan otoritas tatkala itu menyebabkan banyak korban mengambil aman dengan cara berpindah agama ke Katolik maupun Kristen karena dirasa sangat menjamin hidup mereka.

Baca Juga  Cara Membangkitkan Kembali Umat Islam di Indonesia

Bahkan menurut Averry Willis dalam bukunya bertajuk Indonesian Revival: Why Two Millions Came to Christ, terdapat dua juta orang Indonesia yang memilih melakukan konversi pada Kekristenan.

Di lain tempat, misionaris dari Amerika Serikat bernama Jeff Hammond (2003) mengatakan pertumbuhan gereja dan orang-orang yang berpindah agama meningkat selama periode 1970-1980-an.

Adapun secara data, Ricklefs menyajikan pertumbuhan jemaat 5 denominasi Protestan mengalami perkembangan lebih dari 220% pada periode 1960-1971. Dari 96.872 jiwa sampai 311.778, dan itu terus berkembang.

Faktor Konversi Agama

Diungkapkan oleh Willis bahwa terdapat paling tidak 3 faktor yang memberi dampak konversi massal agama banyak penduduk yang menjadi korban. Dari sebelumnya mereka memeluk Islam, beralih pada Kekristenan. Hal tersebut akan dirangkum di bawah ini.

Pertama, faktor reaksi. Reaksi yang terlampau parah dari sebahagian atau beberapa pimpinan golongan atau kelompok Islam yang diskriminatif terhadap mereka para Muslim abangan yang menjadi simpatisan PKI.

Mereka yang tidak diperlakukan sebagaimana manusia sebab terlibat – padahal belum tentu semua – pada jaringan komunis merasa terlindungi secara politik dan spiritual pada gereja yang melapangkan tangan untuk mereka.

Kedua, Faktor perlindungan. Gereja mewadahi korban yang terdampak oleh kekerasan dan diskriminasi akibat tertuduh PKI dengan menjamin perlindungan sebesar-besarnya pada mereka. Dari sana tumbuh rasa simpati para korban untuk beralih keyakinan kepada Kekristenan; Katolik maupun Protestan.

Ketiga, faktor pelayanan. Pihak gereja memberikan fasilitas bantuan kesehatan, pendidikan, dan berbagai kebutuhan hidup yang ada sehingga tak heran perihal demikian mendorong masifnya proses Kristenisasi pribumi pada periode tersebut. 

Dendam Ideologis

Belum sampai di sana, menurut Arif Wibowo, perpindahan agama yang dilakukan para korban merambat pada dendam ideologis mereka. Terbukti bila ada sesuatu yang berkaitan atau bersinggungan dengan umat Muslim, maka mereka jadi tampak sangat agresif dalam menanggapinya. 

Baca Juga  Jangan Jadikan Agama Sebagai Alat Pendangkal Akidah!

Masalah yang bersinggungan dengan Islam membuat para eks tapol yang telah terkonversi pada Kekristenan semakin loyal dan kuat melancarkan misi penginjilan.

Dari tesis Singgih Nugroho, boleh dikatakan agen penginjilan yang masif tak hanya selalu dari gereja, melainkan pula warga-warga Kristen eks tapol yang memiliki sejarah kelam sendiri tentang pandangan mereka dengan Islam apalagi ketika peristiwa pembantaian berlangsung pada 1965-1966.

Tantangan Dakwah

Dari peristiwa kelam sejarah tersebut dapat menjadi pembelajaran untuk para pendakwah, termasuk kita. Bahwa tindak kekerasan secara generalisir sangatlah berdampak buruk bahkan kepada umat sendiri.

Sudah tidak ada waktu lagi untuk saling menyalahkan, sebab semua itu sudah terjadi. Yang bisa dilakukan adalah bagaimana supaya peristiwa demikian tak terulang di masa depan. Bagaimana supaya kita dapat saling menjaga akidah saudara sesama Muslim kita tanpa mendiskriminasi perbedaan pandangan politik, etnis, dan lain sebagainya.

Memang Kristenisasi senantiasa berjalan, berlaku sebagaimana Islamisasi. Namun adalah hak bagi kita untuk berupaya melindungi status quo umat kita dari segi kuantitas maupun kualitas dengan cara yang manusiawi.

Ingat, sulit dipungkiri Muhammadiyah terlahir karena adanya tantangan dakwah menghadapi Kristenisasi. Tapi dalam konteks ini membendung arus tersebut bukan lewat kekerasan atau tindak diskriminatif, melainkan mengusahakan kemaslahatan umat sekaligus kemanusiaan. Membangun fasilitas kesehatan, sekolah, perniagaan, dan lainnya. Adapun sebagai saudara sesama manusia, kita juga harus tetap tasamuh kepada yang berbeda keyakinan.

Itulah yang bisa diupayakan untuk menjaga – bahkan sebaiknya – sekaligus menambah keberadaan umat Islam lewat dakwah muamalah. Semoga bangsa ini tetap bersatu sehingga peristiwa semacam itu takkan pernah terjadi lagi di masa depan.

————

• Judul Buku: Menjawab Sekularisasi, Kristenisasi, dan Nativisasi: Wasiat Dakwah Muhammad Natsir

Baca Juga  ‘An-Taradin: Dimulai Ta’aruf, Disempurnakan Paska Akad

• Penulis: Arif Wibowo, Susiyanto, & M Isa Anshory

• Penerbit: PSPI Publishing

• Tebal: 172 halaman

Editor: Yahya FR

Avatar
6 posts

About author
Mahasiswa dan penulis awam
Articles
Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds