Perspektif

Ghasab dan Tata Cara Pengelolaan Tanah dalam Islam

3 Mins read

عَنْ سَعِيدِ بنِ زَيْدِ اللهُ أَنَّ رَسُولَ الله ﷺ قَالَ: «مَنِ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهِ إِيَّاهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Sa’id bin Zaid bin ‘Amru bin Nufail, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa mengambil sejengal tanah saudaranya dengan zalim, niscaya Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis bumi pada hari kiamat.” (Hr. Muslim, no. 3080)

Bab Ghasab merupakan pembahasan yang penting, karena ini sering terjadi di pesantren, bahkan tidak ayal mudir (Direktur Pesantren) mengalami kejadian tersebut. Nahasnya, banyak dari kita yang tidak mengetahui betapa besar ancaman dari Ghasab ini. Maka dari itu, kita kaji perlahan dari dua kitab: Kitab Subulussalam dan Kitab I’lamul Anam.

Sebelum kita berangkat lebih jauh, alangkah baiknya kita ketahui makna secara bahasa. Al-Allamah Prof. Dr. Nuruddin Itr berpendapat: Ghasab secara bahasa: Mengambil sesuatu secara zalim dan memaksa. Secara istilah: Menguasai atas hak orang lain berupa harta, atau sesuatu yang khusus melampaui batas, dan memaksa yang bukan haknya. (Nuruddin Itr, I’lamul Anam, Jilid 3, Hlm.123)

Penjelasan Istilah Gharib (Asing)

مَنِ اقْتَطَعَ شِبْرًا

Secara tafsirnya dari riwayat dua kitab hadis sahih من أخذ akan tetapi dalam riwayatnya : من اقتطع itu sebagai balaghah yang kalimat itu menyerupai من أخذ أرضا barangsiapa yang mengambil sebagian tanah dari kepemilikan orang lain dan mewasilahkan untuk menjadi miliknya dengan mengambil sesuatu dari bagian yang sudah berjalan, maka itu Qath’ul Hakiki, menghapus musyabbah bih yaitu sesuatu yang diambil dan dimanfaatkan dalam bentuk meminjam. (Nuruddin Itr, I’lamul Anam, Jilid 3, Hlm.123-124)

Maksud dari شبرا Diantara ibu jari sampai jari kelingking. Termasuk di dalamnya makna pertama, adapun makna yang paling sedikit, maksud dari jengkal adalah تقليل penyedikitan. Karena sesungguhnya sesuatu tidak dighasab lebih sedikit dari itu (sejengkal). (Nuruddin Itr, I’lamul Anam, Jilid 3, Hlm.124)

Baca Juga  Revolusi Komunikasi di Madrasah, Perlukah?

Al-Imam Ash-Shan’ani Rahimahullah berpendapat:

عَنْ سَعِيدِ بنِ زَيْدِ اللهُ أَنَّ رَسُولَ الله ﷺ قَالَ: «مَنِ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ

Bermakna barangsiapa yang mengambil, dan ini merupakan lafadz yang ada di dalam dua kitab sahih (Bukhari dan Muslim).

ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهِ إِيَّاهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Ulama berbeda pendapat dalam memaknai kalimah تطويق

Ada suatu pendapat: Dihukumi dengan dijatuhkan ke tanah lapis ketujuh, kemudian setiap tanah pada keadaan mengepung/menimpa lehernya. Dikuatkan hadis dari Ibnu Umar: Ditimpa dengan tanah di hari kiamat ke tujuh lapis tanah. (Shan’ani, Subulussalam, Jilid 2, Hlm.90)

Ada pendapat lain:

Dibebankan pemindahan hal-hal yang telah ia zalimi di Padang Mahsyar ketika Hari Kiamat seperti tanah yang mengepung di lehernya, bukan makna mengepung hakiki. (Ibid).

Dikuatkan dengan hadis:

Siapa saja laki-laki yang mengambil sejengkal dari tanah, maka Allah akan membebani dan menggalikan lubangnya, hingga mencapai akhir tujuh lapis tanah, kemudian Allah mengepungnya dengan tanah hingga dibinasakan diantara manusia. Ditakhrij oleh Thabrani dan Ibnu Hibban dari Hadis Ya’la bin Murrah secara Marfu’.

Apa maksud dari hadis ini ? Dalam Kitab Subulussalam begitupula Kitab I’lamul Anam, Imam Ash-Shan’ani dan Syaikh Nuruddin Itr menyatakan:

دليل على تحريم الظلم والغصب . وشدة عقوبته، وإمكان غصب الأرض وأنه من الكبائر.

Petunjuk atas keharaman menzalimi dengan mengghasab, karena besarnya akibatnya, dan menempatkan ghasab tanah itu termasuk kepada dosa besar. (Subulussalam dan I’lamul Anam). Kemudian Syaikh Nuruddin Itr melanjutkan : maka sebaiknya segera untuk melepaskan diri dari kezaliman tersebut. Ancaman ini peringatan yang sangat besar bagi pengghasab. (Nuruddin Itr, I’lamul Anam, Jilid 3, Hlm.125)

Kemudian menjadi pertanyaan kita, apakah orang yang mengghasab perlu menjamin keadaan barang rusak setelah dighasab?

Baca Juga  Ma’mur Al-Fadil: Respon Terhadap Kebijakan Pemerintah Membingungakan

Imam Shan’ani berpendapat: Di dalamnya terdapat perbedaan pendapat, ada yang berpendapat: tidak menjamin/mengganti, dan hanyalah menjamin/ mengganti hal-hal yang diambil, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

على اليد ما أخذت حتى تؤديه.

Jumhur ulama berpendapat kepada menjamin/ mengganti sesuatu yang dighasab diqiyaskan kepada barang yang dipindahkan yang disepakati bahwa barang itu terjamin / terganti setelah dipindahkan dengan seluruh penguasaan yang dihasilkan pada pemindahan barang yang dipindahkan, begitupula dengan penetapan atas pemilikan, akan tetapi yang benar bahwa penetapan kepemilikan itu penguasaan, meskipun tidak dipindahkan.

Syaikh Nuruddin Itr menjelaskan: من الأرض Menunjukkan bahwa ghasab berlaku/terjadi pada tanah, menurut jumhur ulama. Abu Hanifah dan Abu Yusuf dari Hanafiah berpendapat: tidak berlaku ghasab pada hal-hal/ sesuatu yang tidak dipindahkan, karena sesungguhnya ghasab itu menghilangkan kepemilikan dan menetapkan kepemilikan si pengghasab, dan hal itu tidak terjadi kecuali dengan penguasaan yang diharamkan. (Nuruddin Itr, I’lamul Anam, Jilid 3, Hlm.125)

Bagaimana pengelolaan tanah?

إن مَنْ مَلَك ظاهر الأرض ملك باطنها ، بما فيه من حجارة ثابتة ومعادن ، يحفر في عمقها ما شاء ما لم يضر بمن جاوره

Sesungguhnya bagi orang-orang yang memiliki tanah secara jelas dan batinnya, dengan hal-hal yang ada di dalamnya berupa batu-batu dan logam, menggali dengan kedalaman sebisanya, selama tidak membahayakan sekitar. (Nuruddin Itr, I’lamul Anam, Jilid 3, Hlm.125)

Sementara Imam Ash-Shan’ani berpendapat:

من ملك أرضا ملك أسفلها إلى تخوم الأرض، وله منع من أراد أن يحفر سربا أو بئرا، وأنه من ملك ظاهر الأرض ملك باطنها بما فيه من حجارة أو أبنية أو معادن، وأن له أن ينزل بالحفر  ما شاء ما لم يضر من يجاوره،

Baca Juga  Hassan Hanafi dan Gagasan Teologi Universal

Barangsiapa yang memiliki tanah, dia juga memiliki dasar tanahnya sampai kepada batas dari kepemilikan tanah, dan bagi orang tersebut terdapat larangan bagi yang menggali lubang dan membuat sumur, maka dia memiliki tanah baik secara zahir dan batinnya termasuk hal-hal yang terdapat di dalamnya berupa batu-batuan, bangunan atau logam, ada hak untuk menurunkan dengan menggali sebisanya, selama tidak membahayakan orang-orang sekitar. (Shan’ani, Subulussalam, Jilid 2, Hlm.90)

Sementara Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mengkategorikan bahwa Ghasab ini termasuk tindakan korupsi, sebagaimana dalam artikel yang diterbitkan di laman Muhammadiyah.or.id.

Mukabarah/Ghasab: Pengambilan dengan Pemaksaan.

Mukabarah atau ghasab, adalah mengambil sesuatu dari tangan seseorang dengan jalan pemaksaan. Tindakan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip persamaan hak dan perlindungan terhadap individu dalam Islam.

Aeger Kemal Mubarok
15 posts

About author
Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
Articles
Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds