Setelah membaca dua tulisan sahabat saya Ode Ketua IMM Cabang Malang Raya dan Rosyid pegiat Kader Hijau Muhammadiyah Malang saya jadi tergugah untuk iuran ide dan gagasan. Saya masih ingat ketika saya silaturahim ke Kota Malang dan ngopi bersama Ode, dia secara semangat dan fundamental menyampaikan gagasannya untuk merekomendasikan kepada Muhammadiyah agar mendirikan Sekolah Tinggi Filsafat Muhammadiyah.
Akhirnya, gagasan tersebut menjadi tulisan yang mencerahkan dan menyadarkan kita bahwa dalam hal Filsafat, Muhammadiyah sedikit kalah secara infrastruktur saja, karena sebenarnya tokoh – tokoh Muhammadiyah sangat banyak sekali yang menjadi guru besar filsafat di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Maka, izinkan saya untuk ikut iuran ide dan gagasan namun dalam hal teknis, karena sudah sangat cukup tulisan Ode dan Rosyid menjadi dasar filosofis maupun teologis untuk mendukung gagasan agung ini.
Ketika berbicara mendirikan lembaga Pendidikan, maka salah satu modal penting adalah biaya. Tentu pembiyaan untuk membangunan gedung, fasilitas pendidikan termasuk gaji pengajar mau tidak mau bersumber dari SPP atau UKT dari mahasiswa. Namun, apakah mungkin membangun lembaga pendidikan terkhusus kampus dengan biaya serendah – rendahnya sehingga tidak membebani pembiayaan kepada Mahasiswa atau gratis.
Sekolah Tinggi Filsafat Muhammadiyah Didanai Masjid
Jika kita belajar dari Sekolah Tinggi Filsafat yang dimiliki oleh Kristen, lembaga pendidikan tersebut pendanaanya bersumber dari gereja. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penyebaran agama Kristen sepenuhnya ditanggung oleh dana gereja yang didapatkan dari sumbangan pemeluk agamanya atau biasa disebut dengan infaq dalam agama Islam. Bahkan satu sekolah tinggi bisa mendapatkan dana dari beberapa gereja. Sebagai contoh salah satu Sekolah Tinggi Filsafat di Jakarta di bawah Yayasan yang di dalamnya terdapat dari beberapa gereja di Jakarta.
Maka, jika kita ingin membangun STF Muhammadiyah yang aman secara pembiyaan, maka pendanaan bisa bersumber dari infaq satu masjid atau beberapa masjid Muhammadiyah. Tentunya masjid–masjid Muhammadiyah yang mempunyai infaq dengan jumlah besar bisa kita manfaatkan. Coba kita simulasikan secara teknis, pilih salah satu masjid yang infaqnya sangat besar namun tidak teralokasikan menjadi program–program keumatan, maka bisa diarahkan untuk pembiyaan STF Muhammadiyah. Selain pendanaan, Masjid juga bisa dimanfaatkan sebagai gedung induk dari kampus tersebut agar fungsi masjid sebagai tempat pendidikan bisa terwujud.
Model Pendidikan Jarak Jauh
Selain pendanaan, yang harus dipikirkan selanjutnya adalah gedung kampus dan infrastruktur pembelajaran lainnya. Seperti yang sudah saya jelaskan bahwa gedung kampus bisa memanfaatkan masjid Muhammadiyah dengan fasilitas memadai. Maka untuk memangkas pengeluaran sistem pembelajaran bisa menggunakan sistem PJJ atau online.
Penerapan sistem PJJ atau online sangat efektif karena tidak mengeluarkan biaya untuk listrik, air, dan perawatan fasilitas lainnya. Selain itu, sangat cocok jika pembelajaran filsafat dilakukan di rumah masing–masing. Selain tidak terkotak oleh ruang kelas yang kaku dan membosankan, para mahasiswa lebih mudah dan dituntut untuk menerapkan ilmu filsafatnya langsung dengan realita di kampung halamannya. Sehingga, pendidikan yang dilaksanan sesuai dengan model pendidikan hadap masalah seperti pemikiran Paulo Freire, Ilmu pengetahuan diharapkan mampu menjawab langsung permasalahan yang dihadapi.
Dosen yang Berstatus Relawan
Tidak adanya STF Muhammadiyah bukan berarti Muhammadiyah jauh dari filsafat. Tokoh-tokoh Muhammadiyah tidak sedikit yang menjadi ahli filsafat di beberapa kampus di Inonesia. Seperti contoh beberapa nama Prof Din Syamsudin, Prof Syafiq Mughni, Prof Biyanto, dll. Dengan banyaknya sumber daya manusia dari tokoh Muhammadiyah yang ahli dalam filsafat, maka mewujudkan STF Muhammadiyah bukanlah hal yang mustahil.
Namun apakah nantinya STF Muhamamdiyah mampu menggaji tokoh-tokoh sekaliber itu? Dengan keterbatasan kedekatan penulis dengan tokoh – tokoh Muhammadiyah tersebut, penulis mempunyai keyakinan bahwa tokoh – tokoh tersebut siap menjadi dosen dan pengajar di STF Muhammadiyah dengan tidak digaji atau bersifat relawan. Namun permasalahan selanjutnya adalah, apakah tidak mengganggu kesibukan tokoh-tokoh tersebut? Maka strateginya adalah mengatur jumlah SKS mengajar mereka.
Agar tidak menganggu kesibukan mereka, satu tokoh hanya dibebani 2 sampai 4 sks saja atau sekitar satu mata kuliah saja. Selain itu, dengan sistem pembelajaran PJJ atau online, waktu pembelajaran akan fleksibel dan memudahkan para pengajar untuk menyesuaikan waktu pembelajaran.
Dari ide dan gagasan penulis yang bersifat sangat teknis tersebut, penulis yakin bahwa gagasan menggagas Sekolah Tinggi Filsafat Muhammadiyah bukan hal mustahil. Selain itu STF Muhammadiyah akan menjadi satu-satunya kampus Muhammadiyah yang benar-benar gratis biaya spp Mahasiswanya. Butuh kerja keras dan kerja sama dari beberapa pihak, khususnya dari akademisi – akademisi yang mempunyai kesamaan keresahan dengan kami (Syahrul, Ode, dan Rosyid).