Perspektif

Gunungapi Indonesia yang Meluluhlantakkan Dunia

4 Mins read

Indonesia, yang dahulu disebut dengan “Nusantara”, sering disebut sebagai negara dunia ketiga. Negara yang jauh dari panggung utama dunia. Tapi, urusan gunungapi Indonesia juaranya. Lewat jalan inilah Indonesia mengguncang, bahkan meluluhlantakkan dunia.

Gunungapi Indonesia Berstatus Waspada

Baru-baru ini Indonesia dihebohkan dengan dentuman misterius di Jabodetabek dan sekitarnya. Dentuman tersebut, meskipun belum terbukti, dihubungkan dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau. Ditambah lagi beberapa pekan belakangan Gunung Merapi kembali “batuk-batuk”.

Kedua gunungapi tersebut, bersama beberapa gunung lain berstatus waspada, membuat masyarakat khawatir. Padahal status waspada masih jauh dari kemungkinan letusan besar. Daripada khawatir menyikapi status waspada, yang perlu kita lakukan adalah belajar lebih jauh tentang gunung api. Seperti sejarah singkat dalam artikel ini.

Indonesia punya Gunung Merapi, gunungapi teraktif di Indonesia. Ada juga Gunung Sinabung, yang bangkit lagi setelah ratusan tahun mati, meskipun tenaganya “tak seenergik” Merapi. Indonesia juga punya Gunung Krakatau yang saking terkenalnya sampai dibuat film Krakatoa: The Last Day tentang letusan dahsyat 1883 yang menyebabkan tsunami.

Jangan lupa dengan Gunung Tambora di NTB yang jarang disebut-sebut, padahal letusannya tahun 1815 lebih dahsyat dibanding Krakatau 1883. Jauh ke belakang, ada Toba Supervolcano yang disebut-sebut nyaris membuat manusia punah saat letusan 70.000 tahun lalu.

Satu yang jarang diketahui, ada letusan Gunung Samalas. Letusan gunungapi terbesar di Dunia sejak tahun 0 Masehi.

Gunungapi Samalas

Gunung ini tak seterkenal Merapi, Krakatau, Tambora, ataupun Toba. Karena memang kebenaran bahwa letusan Gunung Samalas merupakan letusan terbesar sepanjang masa holosen baru dipublikasikan beberapa tahun lalu lewat artikel riset berjudul Source of The Great A.D. 1257 Mystery Eruption Unveiled, Samalas Volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia (Lavigne, et.al., 2013).

Baca Juga  Perkembangan Islam di Negara Jepang

Bagi yang penasaran, lokasi Gunung Samalas tak lain berada di kompleks Gunung Rinjani saat ini. Danau Segara Anak sejatinya merupakan kaldera hasil letusan dahsyat ultra-plinian Gunung Samalas tempo dulu. Letusan yang dimaksud terjadi tahun 1257 M.

Letusan dahsyat ini sudah lama sekali, jauh sebelum Krakatau dan Tambora. Awalnya, diketahui ada jejak letusan yang masih jadi misteri, tercatat di inti es Kutub Utara maupun Kutub Selatan.

Jejak di inti es menyiratkan adanya letusan yang sangat besar, sehingga membuat ilmuwan penasaran, karena letusan ini dianggap sebagai letusan gunungapi terbesar dalam 7.000 tahun terakhir. Ada beberapa kandidat gunung yang ditengarai jadi sumber catatan letusan sebesar itu, tapi semuanya–selain Samalas–tak punya bukti yang cukup.

Letusan Gunung Samalas memang sangat dahsyat, karena letusannya dua kali lebih besar dari letusan Tambora. Bahkan delapan kali lebih besar dari letusan Gunung Krakatau!

Bisa dibayangkan seberapa dahsyatnya, kan. Letusan Krakatau 1883 saja mengakibatkan tsunami besar. Suaranya terdengar sampai Afrika, sekaligus jadi suara terkeras yang pernah dicatat manusia sebersar 310 dB.

Sementara Tambora membuat pemerintah kolonial Inggris di Bogor mengira ada serangan dari Belanda. Membuat 1816 dicatat sebagai tahun tanpa musim panas di seluruh dunia. Hal ini dihubungkan dengan cuaca buruk misterius di musim panas yang membuat pasukan Napoleon Bonaparte di Perang Waterloo kocar-kacir lalu kalah.

Keruntuhan Abbasiyah

Letusan Gunung Samalas di tahun 1257M dihubungkan dengan hujan tanpa henti, musim panas yang dingin, dan menghasilkan banjir serta gagal panen di seluruh dunia. Jika dihubungkan lebih jauh lagi letusan ini bahkan lebih menghancurkan efeknya.

Catatan tentang letusan Gunung Samalas terdapat di Babad Lombok yang kemudian diterjemahkan:

Gunung Rinjani longsor dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah rubuh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati (baris 274).

Tujuh hari lamanya, gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar di Leneng (Lenek), diseret oleh batu gunung yang hanyut, manusia berlari semua, sebahagian lagi naik ke bukit (baris 275).

Bersembunyi di Jeringo, semua mengungsi sisa kerabat raja, berkumpul mereka di situ, ada yang mengungsi ke Samulia, Borok, Bandar, Pepumba dan Pasalun, Serowok, Piling, dan Ranggi, Sembalun, Pajang dan Sapit (baris 276).

Di Nangan dan Palemoran, batu besar dan gelundungan tanah, duri dan batu menyan, batu apung dan pasir, batu sedimen granit, dan batu cangku, jatuh di tengah daratan, mereka mengungsi ke Brang batun (baris 277).

Ada ke Pundung, Buak, Bakang, Tana’ Bea, Lembuak, Bebidas, sebagian ada mengungsi ke bumi Kembang, Kekrang, Pengadangan dan Puka hate-hate lungguh, sebagian ada yang sampai, datang ke Langko, Pejanggik (baris 278).

Semua mengungsi dengan ratunya, berlindung mereka di situ, di Lombok tempatnya diam, genap tujuh hari gempa itu, lalu membangun desa, di tempatnya masing-masing (baris 279).

Secara sekilas, dengan membaca teks di atas terbayang betapa dahsyatnya efek letusan ini. Peradaban di Pulau Lombok luluh lantak. Di seluruh dunia, selain gagal panen wabah penyakit mematikan yang muncul di abad pertengahan juga dikaitkan dengan perubahan iklim karena letusan gunung ini.

Baca Juga  Tanggap Darurat MDMC Hadapi Erupsi Merapi

Satu lagi, di tahun 1258M Daulah Bani Abbasiyah yang berabad-abad digdaya diinvasi oleh pasukan Kerajaan Mongol, lalu runtuh. Hanya setahun setelah letusan Samalas.

Hidup Bersama Gunungapi

Keterlibatan Letusan Samalas terhadap kehancuran Bani Abbasiyah tentunya perlu dibuktikan lebih lanjut. Tapi yang jelas, Indonesia di masa lampau pernah mengguncang dunia dengan sederet aktivitas gunungapinya. Hingga saat ini pun Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan gunungapi terbanyak di dunia.

Konsekuensi jangka pendeknya, Indonesia akan selalu terpengaruh dampak Gunungapi. Seperti kerajaan di masa lampau yang kerepotan karena letusan Gunung Merapi. Di mana candi-candi di Yogyakarta bahkan Candi Borobudur di Magelang ditengarai tertimbun material letusan Gunung Merapi di masa lampau.

Namun, dalam jangka panjang, gunungapi inilah yang membuat Indonesia subur tanahnya. Material gunungapi dalam jangka panjang membuat tanah yang subur membuat banyak tanaman bisa tumbuh dengan baik dan mendukung kehidupan hewan serta manusia. Sederhananya tanah Indonesia saking suburnya diasosiasikan dengan surga. Seperti kata Koes Plus, “Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman”.

Berdasarkan ilmu kegunungapian yang ada sekarang, letusan dahsyat di masa lampau bisa terulang. Tapi sangat kecil, untuk tak menyebut mustahil, terjadi dalam waktu dekat. Sehingga di waktu-waktu ini kita bisa hidup bersama gunungapi, mengenali dengan baik, dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Jangan khawatir berlebihan, karena pemahaman manusia tentang gunungapi saat ini sudah jauh lebih baik dibanding di masa lampau saat letusan Samalas, Tambora, Krakatau, dan letusan-letusan besar setelahnya. Jika dibandingkan dengan pemahaman tentang gempa bumi dan cuaca, maka pemahaman tentang gunungapi melampaui keduanya.

20 posts

About author
Mahasiswa UGM. CEO IBTimes.ID
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds