IBTimes.ID – Dalam buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang digunakan oleh berbagai satuan pendidikan di Indonesia, masih cukup banyak ditemukan isu bias gender. Indikatornya, antara lain tidak secara seimbang merepresentasikan perempuan dan laki-laki dalam berbagai topik bahasannya; minimnya substansi mengenai peran, kedudukan, dan kontribusi perempuan di ruang publik; menggambarkan peran dan kegiatan perempuan di ranah domestik; dan hanya menampilkan perempuan yang pasif, tidak berani, lemah dan tidak percaya diri.
Oleh karena itu, berbagai langkah perlu dilakukan agar bias gender bisa dihilangkan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Salah satu langkah antisipatifnya adalah dengan mengadakan berbagai pelatihan, sosialisasi, atau penyuluhan terkait pentingnya upaya penghapusan bias dan diskriminasi gender.
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (FAI UHAMKA) yaitu Ai Fatimah Nur Fuad, Ph.D dan Dr Maskuri M. Ed mengadakan kegiatan Pelatihan untuk Penguatan Wawasan mengenai Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender. Kegiatan Pengabdian masyarakat ini diselenggarakan pada hari Sabtu, tanggal 26 Juni 2021.
Kegiatan dilaksanakan oleh LPPM dan FAI UHAMKA, bekerja sama dengan DIKDASMEN PCM Kebayoran Baru. Pelatihan ini, dihadiri oleh guru-guru PAI baik dari lingkungan Muhammadiyah maupun dari sekolah non-Muhammadiyah dan sekolah umum di DKI Jakarta dan Tanggerang.
Dalam kesempatan pelatihan tersebut, Ai Fatimah Nur Fuad, Ph.D, menyampaikan bahwa Islam sudah lebih dahulu menekankan ajaran mengenai kesetaraan gender, salah satunya dalam QS. Al-Hujurat ayat 13. Namun dalam implementasinya di lingkungan PAI, masih banyak kendala yang perlu dicarikan solusinya, misalnya hambatan dalam buku ajar. Buku ajar PAI seperti Buku Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) masih banyak memuat unsur bias gender.
Ditambahkan oleh Dr. Maskuri, bahwa para guru PAI Muhammadiyah perlu membuka wawasan mengenai realitas ini dan mengambil peran dalam menginterpretasikan dan menyeleksi substansi buku ajarnya yang bermuatan setara gender. Sehingga hal tersebut, bisa menguatkan persepsi siswa mengenai pemahaman dan praktik kesetaraan gender dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pelatihan yang terdiri dari kegiatan webinar ini dirangkai dengan kegiatan berikutnya, yaitu Forum Group Discussion (FGD) yang dipandu oleh dua mahasiswa program studi PAI yaitu Ulimaz Rahmawati dan Annisa Tanzilah. FDG ini focus membedah isu Pendidikan dan Kesetaraan Gender berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 4 dan 5, dikaitkan langsung dengan konten buku pelajaran PAI & Budi Pekerti SMA sederajat edisi revisi 2017 yang diterbitkan oleh Kemendikbud.
Dalam sesi FGD tersebut, peserta pelatihan diperlihatkan beberapa contoh bentuk ketidakadilan dan bias gender yang ditemukan dalam buku tersebut dan kemudian dimintai tanggapannya terkait data tersebut.
Salah satu peserta webinar dan FGD, Choirul Imam Wahid, S.Pd guru PAI dari SMA Cendrawasih Jakarta mengatakan bahwa pelatihan seperti ini perlu dibuka lebih luas dan lebih sering dilakukan karena adanya integrasi keilmuan antara kajian perempuan/kesetaraan gender dengan pendidikan agama Islam.
“Para guru sepakat untuk memperjuangkan kesetaraan gender didalam proses pembelajaran PAI bersama siswa. Topik ini penting sebagai upaya mencegah tindakan dan persepsi ketidakadilan gender di kalangan masyarakat”, ujarnya, Sabtu (26/6).
Ketua DIKDASMEN PCM Kebayoran Baru, Ahmad Said Matondang, M.Sy menyatakan apresiasinya terhadap UHAMKA karena melalui webinar dan FGD tentang ketidakadilan gender ini, banyak peserta pelatihan yang mulai menyadari adanya kesenjangan peran gender di dalam buku pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Peran guru PAI Muhammadiyah menjadi sangat penting untuk meminimalisir dan menghilangkan bias gender tersebut.
Editor: Yusuf