Pengasuh pondok pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, KH. Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus), pada sebuah pengajian pernah menceritakan kisah uniknya di awal-awal pernikahan bersama istrinya, almarhum Nyai Siti Fatma.
Ketika Nyai Fatma Memasak Opor Ayam
Suatu hari, Nyai Fatma terlihat sangat ceria. Ia sedang memasak opor ayam spesial untuk makan Gus Mus. Karena saking spesialnya, Nyai Fatma meracik bumbu yang sedap serta sangat kental santannya.
Usai masak, hidangan disajikan di meja makan dan ditata sedemikian rupa bersama nasi dan lauk-pauk yang lain. Nyai Fatma tak sabar masakannya dicicipi suaminya. Dengan harapan akan terucap pujian-pujian manis dari Gus Mus atas masakan yang dibuat khusus untuknya.
Adegan ini adalah adegan biasa yang bisa ditemukan di banyak rumah tangga. Sering sekali hal-hal remeh seperti pujian, kejutan, atau hadiah-hadiah kecil menjadi hiasan yang harmonis antar pasangan.
Meski terlihat remeh, hal ini memang diperlukan. Karena dapat merawat keharmonisan dan hubungan yang komunikatif, hasil dari saling melakukan sesuatu yang sifatnya timbal balik.
Tapi hari itu lain ceritanya. Setelah makan bersama itu Nyai Fatma menangis sejadinya. Beliau menghadap mertuanya, ibunda Gus Mus. Sambil sesenggukan ia mengadu, perihal sikap Gus Mus yang tak acuh di meja makan. Jangankan memuji masakannya, mencicipi barang sesendok pun tidak.
Nyai Fatma kecewa, agaknya terpukul karena sudah menaruh harap lebih pada masakannya hari itu. Pada saat itu juga diberi tahu oleh ibu mertuanya, bahwa Gus Mus sudah sejak dahulu sekali tidak makan segala jenis masakan kuah bersantan.
Bukan maksud untuk tidak menghargai, beliau memang meninggalkan makanan mengandung santan dan sudah terbiasa hanya makan dengan sambal atau tumis.
Gus Mus: Syarat Utama Mencintai adalah Mengenal
Gus Mus bercerita, mengenang, sambil tertawa. Dari cerita tersebut, beliau ingin mengatakan bahwa syarat utama untuk mencintai adalah mengenal.
Jika seserorang mengenal yang dicintainya, maka ia akan mencintai dengan baik. Jika ia hendak menyenangkan yang dicintai, maka pasti ia akan mengerti mana kesukaan kekasihnya dan mana yang tidak.
Mengenal adalah prinsip dasar untuk mencintai. Seperti cerita tadi, Nyai Fatma belum mengenal baik Gus Mus, maka niatnya untuk menyenangkan Gus Mus malah keliru.
Mengenal adalah kunci dalam mencintai. Bagaimana cara kita mencintai sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita mengenal yang kita cintai. Mengenal dengan baik pasti akan lebih membantu dalam memahami kekasih hati.
Gus Mus lebih lanjut menguraikan bahwa untuk mencintai Allah Swt pun demikian. Terlebih dahulu harus mengenal-Nya dengan baik. Dengan mengenal Tuhannya, maka seorang hamba akan mencintai dengan benar. Untuk menyenangkan Tuhan pun akan ditempuh cara-cara yang diridai oleh-Nya.
Allah Swt tidak berkenan atau melarang dengan tegas seseorang menyakiti, merendahkan, atau menghina seseorang yang lain karena semua manusia bersaudara. Jika ada seseorang, atas nama ingin menyenangkan Allah tapi dengan cara menyakiti liyan, maka cara itu tidak benar.
Membela Nabi tanpa Mencederai Ajaran-ajarannya
Dalam konteks kasus penghinaan kepada Nabi di Perancis baru-baru ini wajar jika umat muslim merasa tercederai. Akan tetapi, kita semua harus selalu bisa mengontrol diri. Jangan sampai kebencian dan kebengisan menguasai hati. Membalas keburukan dengan keburukan yang lain hanya akan menambah fitnah dan salah paham.
Jika kita hendak membela dan menyenangkan Nabi, maka jangan sampai melakukannya dengan cara-cara yang justru dibenci Nabi. Bagaimana bisa seseorang mengaku bertindak atas nama membela Nabi, sedangkan cara-caranya justru mencederai ajaran-ajaran Nabi Saw?
Seseorang yang mengenal Allah dan Nabi-Nya dengan utuh tidak akan mudah terprovokasi oleh perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan diri sendiri.
Editor: Zahra