IBTimes.ID – Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, bahwa Muhammadiyah layak mengakui dan mengikrarkan bahwa Amin Abdullah adalah seorang filsuf.
Hal ini disampaikan oleh Haedar Nashir dalam acara Launching Buku “FILSUF MEMBUMI DAN MENCERAHKAN: Menyemai dan Menuai Legacy Pemikiran Amin Abdullah” pada Jumat (28/7/23).
“Muhammadiyah layak mengakui dan mengikrarkan bahwa Amin Abdullah adalah filsuf atau pemikirnya pemikir. Sebab beliau berani memperkenalkan dan menjadikan institusi tarjih ditambah dengan pemikiran Islam kala itu,” kata Haedar.
Saat itu, pemikiran-pemikiran yang berkembang adalah pemikiran-pemikiran biasa (status quo). Tapi Amin Abdullah hadir dan menyuarakan pembaruan.
Menurut Haedar Nashir, Amin Abdullah, yang saat itu melalui banyak pertimbangan, kemudian didukung oleh Majelis Tarjih berani menyuarakan pembaruan (tajdid) dalam pemikiraan Islam. Itu merupakan satu langkah yang bagus.
“Sebenarnya Muhammadiyah sejak awal sudah menghadirkan pemikiran Islam yang bersifat pembaruan (tajdid) dan KH Ahmad adalah seorang Mujtahid sekaligus Mujadid,” ungkap Haedar.
“Bahkan saya nisbahkan di dalam tulisan “Muhammadiyah: Gerakan Pembaharuan” beliau Mujadid yang besar. Bahkan hal itu diakui oleh Nurcholis Majid, bahwa Dahlan adalah seorang pembaharu sejati yang mampu mereaktualisasikan Al-Qur’an dalam kondisi zamannya,” tambahnya.
Hal itu dapat dilihat dari berbagai bidang kehidupan, salah satunya adalah bidang pendidikan. Dimana KH Ahmad Dahlan memperkenalkan pemikiran pendidikan Islam modern yang mengintegrasikan iman dan kemajuan dan lain-lain.
Amin Abdullah adalah tokoh yang melintas batas, melampaui pemikiran orang lain dan zamannya. Buah pikir dan kerja-kerja intelektual produktif membuat dirinya pantas mendapatkan gelar seorang filsuf di abad ini.
Haedar Nashir menyebut, Amin Abdullah memperkenalkan integrasi dan interkoneksi ilmu dan urgensinya dalam mengarungi kehidupan. Walaupun sejak awal para tokoh Islam sudah mencoba memulai itu.
“Kiai Dahlan mengintegrasikan agama dan ilmu-ilmu umum, bahkan di pelajaran ketujuh menyebut ilmu teoritik dan ilmu praktik. Artinya, berdirinya sekolah-sekolah Muhammadiyah itu merupakan integrasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum dan agama dengan kehidupan,” jelasnya.
Di samping itu, Haedar Nashir juga menyarankan sebuah upaya untuk menjaga dan merawat pemikiran Amin Abdullah. Sebab Ilmu dan pemikiran beliau perlu diwariskan kepada anak-anak muda Muhammadiyah dan bangsa.
“Kalau boleh saya menyarankan mas Amin setelah tidak jadi rektor dan tidak lagi memimpin Muhammadiyah buka padepokan saja, namanya bisa Madrasah Filsafat atau nama-nama yang lain,” tuturnya.
Haedar Nashir menyebut, nantinya di padepokan atau madrasah itu tidak hanya belajar filsafat, ilmu agama dan ilmu umum. Tapi orang-orang juga bisa belajar banyak tentang etika dan sikap hidup kepada Amin Abdullah. Sebagaimana tokoh-tokoh Muhammadiyah yang lain dan sebagai karakter dari orang Muhammadiyah.
Dengan adanya padepokan atau madrasah itu, orang-orang akan berdatangan dan berguru kepada Amin Abdullah. Kemudian hasil dapat dipratekkan dan digunakan untuk menjawab tantangan dan permasalahan umat.
Haedar mengatakan, anak muda harus juga berani dan bisa melangkah lebih jauh. Tiga model pendekatan itu (bayani, burhani, dan irfani) yang merupakan proyek besar dari Amin Abdullah dapat digunakan untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara.
“Sebab bangsa ini adalah milik bersama dan umat Islam pun milik kita bersama,” tutup Haedar.
(Soleh)