Perspektif

Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perspektif Islam

3 Mins read

Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan pengikutnya. Dalam kacamata Islam, seluruh manusia adalah sama di mata Allah. Maka dari persamaan inilah Islam mengantar manusia untuk memiliki kebebasan dalam hidupnya, kebebasan dari perbudakan, kebebasan beragama dan kebebasan dalam berpendapat. Dari sinilah kemudian timbul hak-hak asasi manusia seperti, hak hidup, memiliki harta, berbicara, dll.

Al-Qur’an Berbicara Tentang HAM

Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber hukum utama dalam Islam. Dan hukum dalam Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia. Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar HAM jauh sebelum masyarakat modern menyuarakan HAM. Hal ini dapat kita lihat pada firman-firman Allah dalam Al-Qur’an, antara lain:

  1. Terdapat sekitar 80 ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam Surat Al-Maidah ayat 32.
  2. Al-Qur’an juga telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata : ‘adl, qisth dan qishash.
  3. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-Kahfi ayat 29.
  4. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-Kahfi ayat 29 (Yefrizawati, 2005:3).

      Berangkat dari beberapa ayat di atas, Allah telah memberikan kemuliaan (karamah) bagi setiap manusia, terlepas dari latar belakang etnik, agama maupun politik:

a. Karamah fardiyah (kemuliaan individu) yang berarti bahwa Islam melindungi aspek-aspek kehidupan manusia, baik aspek spiritual maupun aspek material.

Baca Juga  Tidak Ada Standar Kepahlawanan

b. Karamah Ijtima’iyah (kemuliaan kolektif) yang berarti bahwa Islam menjamin sepenuhnya persamaan di antara individu-individu.

c. Karamah Siyasiah (kemuliaan politik) yaitu Islam memberi hak politik kepada individu untuk memilih atau dipilih pada posisi politik (A. Syafi’I Maarif, 1987: 130).

Perbedaan Standar Antara HAM dalam Islam dan HAM Internasional

Sistem HAM dalam perspektif Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia (Harun Nasution, 1987). Persamaan, artinya Islam memandang bahwa semua manusia adalah sama dan mempunyai kedudukan yang sama pula. Satu-satunya keunggulan yang dinikmati manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling takwa.”

Perbedaan pandangan HAM dalam kacamata Islam dan internasional antara lain disebabkan adanya pemikiran yang berbeda tentang world view. Sederhananya kalangan Islam meletakkan wahyu di atas penalaran manusia (teosentris), sedangkan HAM internasional di dasarkan pada kemanusiaan (anthroposentris).

Pandangan teosentris berpendapat bahwa HAM adalah kembali pada hukum Tuhan, sehingga standar yang harus diikuti adalah standar Tuhan. Sedangkan pandangan anthroposentris berpendapat bahwa yang menjadi standar adalah nilai kemanusiaan atau humanisme (bukan nilai ketuhanan) terlepas darimana nilai tersebut muncul, apakah dari pandangan filsafat, agama atau bahkan dari nalar manusia itu sendiri.

Ketika Nabi Menggunakan HAM di Madinah

Hal lain mengenai HAM dapat juga kita lihat dalam Piagam Madinah dan Khutbah Wada’. Kedua naskah yang berkenaan dengan Nabi ini kemudian menjadi masterpeace-nya HAM dalam perspektif Islam.

Baca Juga  Kiprah Santri dan Semangat Keindonesiaan

Piagam Madinah adalah suatu kesepakatan antara berbagai golongan di Madinah dalam menegakkan ikatan kebersamaan dan kemanusiaan. Adapun golongan masyarakat di Madinah pada masa itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu golongan Islam yang terdiri dari golongan Anshar dan Muhajirin, golongan Yahudi dan para penyembah berhala (musyrikin).

Di tengah-tengah pluralitas masyarakat seperti itu, Nabi berusaha membangun tatanan kehidupan yang humanis. Nabi juga menjamin hidup berdampingan secara damai dan sejahtera menurut keyakinannya masing-masing.

Dalam praktisnya, Nabi mempererat persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar berdasarkan ikatan akidah islamiah. Sedangkan terhadap mereka yang berlainan agama, beliau mempersatukannya atas ikatan sosial politik dan kemanusiaan.

Atas dasar di atas, sudah barang tentu, HAM tentu tidak berlainan apalagi bertentangan dengan Islam. Tetapi tidak semua larangan dalam Islam dapat kita langgar dengan dalih HAM. Misalnya seseorang membenarkan zina dan khamr sebagai kebebasan mutlak, maka hal ini telah menciderai dirinya sendiri dan hukum Islam itu sendiri.

Bagi orang yang sakit secara hati dan pikirannya, maka HAM adalah senjata utama untuk membenarkan seluruh tindakannya. Tetapi sebebas-bebasnya seseorang berlindung di bawah ketiak HAM, terdapat batasan-batasan yang tidak dapat ditembus oleh manusia.

Editor: MWA

Avatar
13 posts

About author
Sekretaris Cabang Pemuda Muhammadiyah Karangploso, Malang.
Articles
Related posts
Perspektif

Buat Akademisi, Stop Nyinyir Terhadap Artis!

3 Mins read
Sebagai seorang akademisi, saya cukup miris, heran, dan sekaligus terusik dengan sebagian rekan akademisi lain yang memandang rendah profesi artis. Ungkapan-ungkapan sinis…
Perspektif

Begini Kira-Kira Jika Buya Hamka Berbicara tentang Bola

3 Mins read
Kita harus menang! Tetapi di manakah letak kemenangan itu? Yaitu di balik perjuangan dan kepayahan. Di balik keringat, darah, dan air mata….
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *