Falsafah

Hakikat Islam: Humanis Berketuhanan, Bukan Anarkis Pembeda Golongan

2 Mins read

Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Sudah tidak asing lagi agama Islam tumbuh subur di Negara ini. Dalam sejarah, untuk memahami Islam dibutuhkan adanya upaya penalaran dan penafsiran yang tiada hentinya. Pencarian hakikat Islam terus mengalir seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman.

Hakikat Islam

Di dalam perkembangan zaman yang semakin maju dan mayoritas  masyarakatnya yang multikultural, telah menjadikan negara Indonesia mempunyai  keberagaman cara pandang tentang agama islam sebagai ajaran yang terbuka, sehingga memunculkan adanya pelbagai penafsiran. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai golongan atau aliran yang muncul mengenai ajaran agama Islam.

Ajaran ini telah menyebarluas di berbagai daerah di Indonesia dan diberbagai kalangan. Agama Islam juga mempunyai banyak dimensi penafsiran (Al-Islam Hammalat Awjuh). Salah satu keistemewaan agama Islam sendiri yaitu menjadi agama yang memungkinkan munculnya aneka keberagaman pemahaman. Islam juga adalah agama yang terbuka dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya bagi kebebasan berpikir.  

Islam sendiri adalah agama yang tidak membatasi adanya ijtihad dan penafsiran. Dengan adanya  ijtihad diharapkan akan mampu menjadikan Islam sebagai ‘korpus terbuka’ bukan ‘korpus tertutup’. Ijtihad sendiri dibuat bertujuan untuk memasuki jantung ajaran Islam yang paling otentik dan substansif. Atas dasar inilah perlu adanya penalaran baru dalam memahai Islam sehingga, dapat membuka  ruang bagi hadirnya makna Islamsebagai paradigma kemanusiaan.

Artinya, dengan adanya ijtihad keagamaan diharapkan mampu menghadirkan dimensi kemanusiaan yang belum diangkat kepermukaan secara mendasar. Selain memiliki  dimensi ketuhanan yang telah dijelaskan di dalam Al-Quran,  Islam juga telah lama menyorot tentang dimensi kemanusiaan. Hal Ini tidak lain karena  Islam hakikatnya adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan.

Baca Juga  Abdul Mu'ti: Pemerintah Jangan Melanggar Kebebasan Berkeyakinan

Kalimat ini dibuktikan dengan firman Allah di dalam Al-Quran “Kamu adalah umat terbaik diutus untuk manusia, menyerukan kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah SWT” (Qs. Ali Imran : (3):(110) ).

Khairu Ummah

Menurut  Al-Imam Muhammad al- Razi dalam Tafsir al-Kabir Wa Mafatih al-Ghayb ayat tersebut setidaknya menjelaskan 2 hal penting:

Pertama, umat Islam adalah umat yang telah tercatat di singgasana Tuhan (Lauh al Mahfudz) sebagai umat terbaik. Artinya secara normatif, Tuhan telah memberikan rambu-rambu kepada setiap umat Islam agar melaksanakan perintahNya sebaik mungkin dan separipurna mungkin. Hal ini berkaitan dalam konteks ketuhanan. Ada kata umat terbaik sebenarnya merujuk pada sebuah keistimewaan bagi umat islam.

Kedua, umat Islam diharapkan dapat membumikan ajaran Islam dalam konteks kemanusiaan. Untuk tujuan kemanusiaan tersebut, ayat di atas lalu menguraikan secara eksplisit bahwa peran yang mesti dilakukan oleh seorang muslim adalah menebar kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf), mencegah kejahatan (Al-nahy’an al munkar) serta beriman kepada Tuhan (Al-imn bi Allah). Dengan adanya dua konsep ini yang dibedah melalui ayat di atas, umat Islam diharapkan mampu menjadi umat terbaik sebagai teladan dan panutan.

Konsep umat terbaik (Khair Ummah) sebagaimana dijelaskan dalam ayat tersebut sebenarnya ingin menegaskan hakikat Islam adalah agama yang memelihara keseimbangan antara kemanusiaan dan ketuhanan.

Islam adalah agama sejak awal diturunkan untuk membawa misi perdamaian dan perubahan bagi manusia. Hanya saja yang menjadi permasalahan adalah konsep “umat terbaik” tersebut telah dijadikan sebagai klaim kebenaran yang mewujud dalam pandangan eksklusif. Artinya muncul kesadaran bahwa  saya adalah umat terbaik sedangkan umat lain bukan umat terbaik.

Pandangan seperti ini seringkali dijadikan sebagai “teologi klaim kebenaran” yang bisa merenggangkan persaudaraan antar umat . Sedangkan konsep umat terbaik itu sendiri mesti diletakkan dalam konteks kemanusiaan yaitu menebar kebaikan, keadilan, kedamaian. Mencegah kejahatan dan konflik, membela yang lemah, serta beriman kepada Tuhan.

Baca Juga  Mendarat di Jeddah, Jamaah Haji Pakai Ihram di Embarkasi

***

Di Indonesia sendiri memang ajaran Islam sudah terbagi menjadi beberapa golongan.   Karena hal ini, janganlah menjadi acuan bagi suatu kelompok mayoritas mendiskreditkan atau mendriskiminasi bagi golongan ajaran Islam yang minoritas, memandang rendah suatu golongan atau agama tertentu bahkan bertindak anarkis. Karena pada hakikatnya agama Islam adalah agama kedamaian untuk kebaikan. Agama yang menitikberatkan pada konsep ketuhanan dan kemanusiaan bukan menjadi alat provokatif yang merugikan.

Tidak ada yang bisa menilai dengan sempurna kadar keimanan dan hati dari seorang hamba kecuali hanya Allah SWT semata.

Editor: Nabhan

7 posts

About author
Seorang gadis Alumnus Universitas Islam Lamongan. Mempunyai hobi menulis dan membuat seni kaligrafi. Tergabung dalam COMPETER (Community Pena Terbang). Turn to Allah, He will guide your path when you lose your way.
Articles
Related posts
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…
Falsafah

Kehidupan Setelah Mati Perspektif Al-Kindi

2 Mins read
Al-Kindi terkenal sebagai filsuf pertama dalam Islam, juga sebagai pemikir yang berhasil mendamaikan filsafat dan agama. Tentu, hal ini juga memberi pengaruh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds