Perspektif

Harlah Satu Abad NU dan Penyatuan Kalender Islam

2 Mins read

Pada tanggal 16 Rajab 1444 bertepatan dengan tanggal 7 Februari 2023 diperingati satu abad kelahiran Nahdlatul Ulama menurut kalender hijriah, sedangkan menurut kalender miladiah baru berusia 97 tahun. Berbagai acara diselenggarakan untuk meramaikannya. Salah satunya adalah Muktamar Internasional Fikih Peradaban pada tanggal 14-15 Rajab 1444 bertepatan 5-6 Februari 2023 bertempat di Hotel Shangri-La, Surabaya. Forum ini dihadiri ulama dari berbagai negara dan para pakar sebagai pembicara kunci, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selanjutnya resepsi puncak acara bertempat di Stadion Delta Sidoarjo Jawa Timur yang dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo.

Ada beberapa catatan penting antara Harlah Satu Abad NU dan Penyatuan Kalender Islam. Pertama, adalah penggunaan kalender hijriah dalam menghitung satu abad sejak kelahiran hingga kini (16 Rajab 1344 H – 16 Rajab 1444 H). Penggunaan kalender hijriah ini membawa angin segar bagi upaya penyatuan kalender Islam. Sekaligus menunjukkan fleksibilitas ajaran Islam. Penyatuan Kalender Islam memerlukan cara pandang baru dan fikih baru melalui kontekstualisasi ajaran Islam.

***
(Sumber Foto: NU Online)

Wakil Presiden RI, K.H. Ma’ruf Amin pada pidato pembukaan Muktamar Internasional Fikih Peradaban yang berjudul “Kontekstualisasi Pandangan Keagamaan Terhadap Realitas Peradaban di Era Modern”, dengan tegas menyatakan dalam upaya pembangunan peradaban, peran ilmu pengetahuan (sains) sangat penting, dan bahkan ia berfungsi sebagai kunci peradaban. Menurutnya pula ketentuan dalam fikih yang merupakan respons terhadap peradaban sebelumnya, bisa jadi tidak cocok lagi untuk merespons peradaban saat ini, sehingga dibutuhkan konstruksi fikih baru yang lebih sesuai dengan peradaban saat ini.

Pernyataan Wakil Presiden di atas sangat relevan bagi upaya penyatuan kalender Islam. Perkembangan sains dan teknologi di bidang astronomi mengalami peningkatan yang luar biasa. Astronomi memiliki peran penting dalam pembentukan sistem waktu sesuai pesan nas dan tuntutan peradaban di era modern. Disinilah arti penting kehadiran kalender Islam pemersatu. Kehadiran kalender Islam pemersatu sebagai bukti bahwa ajaran Islam memiliki perhatian terhadap sains, bahkan hasil penelitian Agus Purwanto (Pendiri Trensains) menyebutkan ayat-ayat dalam al-Qur’an yang membahas seputar sains lebih banyak dibandingkan ayat-ayat hukum (Ayat al-Ahkam).

Baca Juga  Baramulo (1): Kehidupan Keagamaan di Pulau Sangkar
***

Kedua, dalam lirik Mars Satu Abad Nahdlatul Ulama karya K. H. Mustofa Bisri (Gus Mus) tertulis…..”Membangun peradaban baru yang mulia. Tuk kedamaian dan kehidupan bersama”. Lirik ini hasil olah batin yang mendalam untuk menjadikan Islam sebagai Rahmatan lil ‘Alamin dan sejalan dengan “Risalah Islam Berkemajuan” yang dihasilkan oleh Muktamar Muhammadiyah 1443/2022 di Solo dan telah dimuat pada Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor : 1208/KEP/I.0/B/2022.

Dalam Risalah Islam Berkemajuan tersebut dijelaskan untuk mewujudkan perdamaian dan kebersamaan salah satunya perlu adanya sistem waktu yang teratur sebagai wujud peradaban yang maju. Kedua-duanya, baik “Risalah Islam Berkemajuan” maupun “Mars Satu Abad Nahdlatul Ulama” memiliki perhatian yang tinggi terhadap terwujudnya perdamaian dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan pergaulan global.

(Sumber Foto: Aly Mustafa)

Ketiga, Tekad Satu Abad Nahdlatul Ulama merupakan hasil rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban. Salah satunya mengembangkan “fikih baru” guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis. Pengembangan “fikih baru” ini tidak lepas hadirnya generasi baru yang memiliki wawasan yang luas dan keilmuan yang multidisiplin tanpa meninggalkan tradisi yang diyakini selama ini (Al-Muhafadhah ala al-Qadim as-Salih wa al-Akhdu bi al-Jadid al-Aslah). Fikih baru membuka ruang dialog untuk mewujudkan penyatuan kalender Islam.

Dalam konteks “fikih baru” tidak ada salahnya merambah kepada persoalan sains tentang sistem waktu yang teratur. Penyatuan kalender Islam bukan untuk dipaksakan. Namun perlu dipertimbangkan aspek positif dan negatif demi kemaslahatan bersama dan membangun peradaban yang mulia dalam memasuki tantangan abad kedua Nahdlatul Ulama. Fikih baru meniscayakan pendekatan baru dalam merumuskan sistem waktu yang teratur dan dapat dipedomani bersama.

Dialog berkelanjutan antara kakak-adik (Muhammadiyah-NU) terkait penyatuan kalender Islam pasca Harlah Satu Abad perlu diagendakan bersama. Dialog dari hati ke hati tentunya lebih efektif dan produktif dibandingkan pertemuan-pertemuan formal yang cenderung bertahan dengan pandangan yang dimiliki. Apalagi pertemuan diselenggarakan ketika akan terjadi perbedaan dalam memulai dan mengakhiri Ramadan. Akhirnya selamat memasuki abad kedua untuk menghadirkan peradaban yang mulia. Salah satunya melalui sistem waktu yang teratur dan terencana.

𝘞𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶 𝘈’𝘭𝘢𝘮 𝘣𝘪 𝘢𝘴-𝘚𝘢𝘸𝘢𝘣


Baca Juga  KH. Irfan Hielmy: NU “Rasa” Muhammadiyah Moderat
Avatar
47 posts

About author
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Direktur Museum Astronomi Islam.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds