Oleh: Muhammad Izzul Muslimin
Lompatan jumlah pasien positif corona dari 0 menjadi 19 orang dalam jangka waktu 8 hari (1 – 9 Maret 2020) mengindikasikan ada fenomena gunung es atas penyebaran Virus Corona di Indonesia. Hal ini bisa terkonfirmasi dari kejadian ditetapkannya seorang WNI yang positif Corona saat berkunjung ke Australia.
Dari kejadian tersebut kita sebenarnya bisa menyimpulkan apakah saat Indonesia menyatakan masih Zero Corona adalah akibat kesigapan Indonesia dalam mengantisipasi masuknya virus Covid-19 atau hanya karena belum adanya laporan pasien terpapar virus tersebut. Jika kita memahami bahwa untuk bisa menetapkan seseorang terkena virus Covid-19 itu tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba, maka sesungguhnya pernyataan Zero Corona sebelumnya harus dimaknai bukan karena tidak ada indikasi dan bukan karena kita punya kemampuan yang baik untuk mengantisipasi masuknya virus tersebut ke Indonesia.
Mari kita cermati fenomena berikut ini:
1. Virus Corona dilaporkan pertama kali oleh Dokter Spesialis Mata Li Wenliang 30/12/2019. Sayang, sang dokter justru dituduh menyebarkan isu dan dianggap membahayakan negara. Dia diminta menandatangani pernyataan 03/01/2020. Tragisnya, dokter Li justru terserang virus tersebut dan dinyatakan meninggal pada 07/02/2020.
2. Hingga 30/01/2020, sudah 21 negara melaporkan pasien terpapar virus corona.
3. Pemerintah RI menyatakan penutupan seluruh rute penerbangan dari dan ke Tiongkok mulai tanggal 05/02/2020.
Ada masa tenggang 1 bulan lebih migrasi manusia dari Tiongkok ke Indonesia dan sebaliknya sejak Virus Corona dinyatakan menyerang Wuhan. Setidaknya, ada 50an rute penerbangan dari dan ke Tiongkok sebelum dinyatakan ditutup. Jika rata-rata tiap penerbangan membawa 100 penumpang saja, maka ada 5000 orang per hari yang keluar masuk Indonesia-Tiongkok. Ini belum termasuk mereka yang masuk ke Indonesia melalui jalur laut maupun darat.
Dunia internasional saat itu tidak terlalu yakin Indonesia benar-benar melakukan screening yang memadai terhadap Virus Corona bagi arus masuk orang ke Indonesia. Selain kekhawatiran yang disampaikan WHO, Arab Saudi juga menganggap Indonesia belum sterill Corona sehingga memasukkan Indonesia dalam daftar negara yang tidak boleh masuk ke Arab Saudi.
Saat ini, kita masih belum yakin, apakah ada orang di luar 19 pasien yang dinyatakan terpapar Corona, yang ternyata masih berkeliaran bebas dengan membawa Virus Corona. Bisa jadi, mereka belum atau tidak merasa sakit, atau sudah sakit tetapi tidak mau melakukan pemeriksaan. Jika model pencegahan virus Covid-19 ini dilakukan secara pasif, baru menangani mereka yang melaporkan sakit dan ada gejala seperti yang diderita pasien Corona, kita khawatir pencegahan penularan Virus Corona tidak berjalan efektif.
Seharusnya, pemerintah melakukan upaya proaktif dengan melakukan pendataan dan pemeriksaan penduduk dan warga di semua lokasi, seperti di perumahan, apartemen, sekolah, mall, pasar dan lain-lain, sehingga bisa dipastikan di suatu kawasan seluruh penduduknya sudah terpantau. Memang langkah ini bakal mengeluarkan biaya yang cukup besar, namun dianggap lebih maksimal dalam mengendalikan penyebaran Virus Corona.
Saat ini, kita juga melihat belum adanya himbauan untuk mengurangi aktivitas di ruang publik dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan orang banyak seperti di car freeday, pertunjukan musik, dan lain-lain. Memang jika ini dilakukan akan berdampak kepada berkurangnya aktivitas perekonomian dan menyebabkan kekhawatiran berlebihan dari masyarakat. Tetapi ini bisa diantisipasi dengan informasi dan sosialisasi yang baik. Hal ini lebih baik dilakukan daripada membiarkan masyarakat lebih mudah terpapar Virus Corona yang bila sudah terlanjur menyebar lebih luas seperti di Korea Selatan atau Italia, kita akan lebih sulit menghadapinya.
Kita punya waktu dalam 1 bulan ini untuk mengetahui apakah terjadi eskalasi pertumbuhan Virus Corona yang signifikan atau sebaliknya, justru terjadi penurunan. Jika eskalasinya semakin naik, maka sudah seharusnya pemerintah melakukan protokol pencegahan dan penanganan Covid-19 secara lebih ketat dan efektif. Bahkan, kita juga berharap kepedulian yang lebih dari seluruh elemen masyarakat untuk mengatasi masalah ini, sehingga tidak terlalu santai apalagi abai.
Tidak ada salahnya jika MUI menghimbau kepada umat Islam untuk sholat jumat di lingkungan terdekat saja. Masjid besar dan tempat Ibadah lain yang menampung jamaah cukup banyak perlu dilakukan screening. Bahkan, jika saat puasa nanti situasinya masih belum kondusif, tidak ada salahnya jika dihimbau shalat tarawih cukup dilaksanakan di rumah masing-masing.
Sikap serius dan kemauan keras untuk menghadapi dan menanggulangi Virus Corona secepatnya akan lebih menguntungkan daripada membiarkannya berlarut larut. Kita berharap masalah Corona sudah bisa teratasi di Indonesia sebelum mendekati lebaran. Sebab, ada moment agama dan budaya yang bakal terganggu jika belum teratasi. Misalnya, mudik dan sholat Iedul Fitri. Belum lagi ada agenda PON di Papua, balap Formula E di Monas, Jakarta, serta perhelatan Muktamar ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah.
Semoga Allah SWT melindungi kita semua dari musibah yang lebih besar. Aamiin.
Editor: Arif