IBTimes.ID – Menulis adalah ekspresi segala kekurangan dan keterbatasan. Sehingga penulis seharusnya berharap ada kritik dari orang lain terhadap karya tulis tersebut. Dengan kritik itu, ia dapat mengetahui letak kesalahan dan kekurangannya.
Hal tersebut disampaikan oleh Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Malang Hasnan Bachtiar dalam kegiatan Halalbihalal IBTimes, Jumat (13/5). Menurut Hasnan, ia suka menulis karena itu adalah ekspresi segala kekurangan dan keterbatasannya.
Selain itu, ia juga mengaku bahwa menulis ungakapan kesenyapan batin. Karena setiap orang pasti pernah mengalami kegelisahan. Terutama dalam menghadapi persoalan kehidupan yang berhubungan dengan masalah kemerdekaan, eksistensial, serta masalah sosial, persaudaraan, kemiskinan, dan keadilan.
Menurut Hasnan, menulis juga merupakan jalan spiritual. Sebab di dalamnya terdapat semacam kenikmatan estetis. Di mana saat menjalaninya, penulis merasakan kenikmatan yang semakin bertambah jika menulis secara terus-menerus. Seperti halnya merasakan kenikmatan saat beribadah.
Menulis adalah jalan zuhud. Jalan kebersahajaan. Dengan menulis, Hasnan juga memilih untuk tidak aktif di media sosial. Menurutnya, hal tersebut membuatnya memiliki waktu lebih panjang yang dapat digunakan untuk membaca buku, sekitar selama 4-5 jam setiap hari. Tentunya, hal tersebut lebih bermanfaat dari pada digunakan untuk sekedar bermain media sosial.
Tips dan Trik Menulis Ala Hasnan Bachtiar
Dalam kegiatan tersebut, Hasnan Bachtiar juga membagikan tips dan trik menulis. Menurutnya, menulis hendaknya dilakukan secara rutin dan berdasarkan pada kebiasaan.
Adapun waktu yang sangat rekomendasi untuk menulis adalah di waktu pagi. Khususnya setelah subuh. Di waktu tersebut, tubuh masih sangat segar dan bugar. Apalagi jika ditemani kopi panas. Maka karya tulisan yang dihasilkan pun bernilai indah dan gurih dibaca.
Sebaliknya, jika waktu malam yang seharusnya digunakan untuk istirahat, justru digunakan untuk menulis, maka tulisan yang dihasilkan pun kurang maksimal.
Berkaitan dengan inspirasi, menurut Hasnan, inspirasi kadang datang sewaktu-waktu dan tak beraturan. Maka ketika ide muncul, harus segera ditulis.
“Ketika menulis, hendaknya tetap fokus pada tulisan itu. Tidak perlu khawatir akan bobot tulisan tersebut bernilai buruk, atau cemas pada bagian yang perlu diedit. Karena ketika menulis, jadilah seperti orang yang mabuk yang selalu gas terus. Namun ketika tulisan tersebut selesai, baru diperlukan untuk mengeditnya secara teliti dan pelan-pelan,” ujar Hasnan.
Agar Tulisan Menjadi Sistematis
Pria kelahiran Banyuwangi Jawa Timur tersebut menjelaskan bahwa perlu angle atau sudut pandang yang pas agar mampu melahirkan tulisan yang sistematis. Sebelum menulis, seorang penulis bisa membuat outline atau kerangka tulisan.
“Selanjutnya perlu melakukan riset dengan meniliti data secara sungguh-sungguh. Kemudian jika telah menyelesaikannya. Maka beristirahatlah terlebih dahulu. Baru ketika sudah fresh, baru mulai diedit,” imbuhnya.
Setelah selesai diedit, sebaiknya tidak langsung di-publish. Namun hendaknya minta ke beberapa teman atau kolega untuk memberikan kritik dan masukan. Perlu diingat bahwa menulis itu sebenarnya merupakan ungkapan dari segala keterbatasan dan kelemahan.
Hasnan menyarankan agar seorang penulis pemula memiliki tokoh penulis idola. “Penulis idola akan menjadi motivasi bagi kita agar terus menulis dan memperbaiki tulisan. Sampai tulisan kita jadi kaya tulisan idola kita,” jelas Hasnan.
Adapun tokoh penulis yang menjadi idola Hasnan Bachtiar sendiri adalah Sukidi Mulyadi. Setiap pagi, Hasnan mengaku selalu melahap tulisan-tulisan Sukidi Mulyadi di Kompas dan Suara Muhammadiyah, ditemani secangkir kopi pahit dan pisang goreng.
Selain Sukidi Mulyadi, Hasnan Bachtiar juga memiliki tokoh idola lainnya, yaitu Samuel Mulya, Jaya Suprana, dan Mangun Wijaya.
Reporter: Faiq El Meida/Yusuf