Belakangan marak kembali fenomena yang terindikasi sebagai bentuk investasi bodong, bahkan cenderung dekat dengan perjudian online yang dilakukan oleh beberapa kalangan dari generasi milenial. Fenomena ini terjadi karena motivasi ingin cepat kaya dengan jalan pintas, sedikit pengorbanan yang dikeluarkan untuk sebuah output yang jumlahnya fantastis.
Mereka mengatasnamakan dirinya sebagai cracy rich atau “Sultan” dengan segudang harta yang dipamerkan melalui sosial media, sehingga tidak sedikit orang lain yang ingin meniru gaya mereka menjadi “Sultan” dengan cara yang instan. ini problem yang seyogyanya selalu berulang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Terlebih kondisi ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini pasti mendorong orang untuk bereksperimen dalam menghasilkan uang dengan jalur cepat, tanpa memikirkan dampat yang akan timbul setelahnya.
Perilaku seperti ini jelas kurang tepat, namun tetap saja banyak orang yang terperangkap yang akhirnya memakan banyak korban. Padahal sudah jauh-jauh hari pemerintah melalui otoritas jasa keuangan (OJK) senantiasa mengingatkan masyarakat untuk bijak dalam berinvestasi, terlebih kemudahan media online semakin menumbuhkembangkan aplikasi-aplikasi investasi online yang kerap memberikan dampak kerugian bagi para investornya.
Berinvestasi dengan Rasional
OJK telah memberikan panduan yang sederhana bagi para pemula yang hendak terjun ke dunia investasi. Setidaknya ada lima cara yang dirilis OJK melalui aplikasi sikapiuangmu.ojk.go.id agar masyarakat dapat meminimalisir praktek-praktek investasi bodong, yaitu:
- Sebelum berinvestasi di perusahaan investasi, cari tahu informasi mengenai perusahaan, karyawan, dan produknya.
- Minta salinan tertulis rencana pemasaran dan penjualan dari perusahaan.
- Semakin besar keuntungan yang ditawarkan, semakin besar risiko kerugian yang akan Anda alami.
- Hindari perusahaan investasi yang tidak dapat menjelaskan rencana bisnis perusahaan.
- Cari tahu apakah ada permintaan produk sejenis di pasaran.
Kelima aspek ini penting dicatat untuk menjadi panduan agar tidak terjerumus kedalam investasi bodong, atau perjudian online dengan kedok investasi. Biasanya yang paling mudah menarik orang untuk berinvestasi adalah besarnya keuntungan yang ditawarkan.
Imbal hasil atau keuntungan yang ditawarkan dengan prosentase yang tinggi biasanya lebih cepat dalam meng-hire orang masuk dan berinvestasi. Ini adalah cara jitu yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan investasi bodong. Seharusnya semakin besar keuntungan yang ditawarkan perusahaan, maka calon investor wajib hati-hati untuk menitipkan uang pada perusahaan tersebut. Alih-alih mendapatkan untung yang besar, akhirnya modalnya pun ludes tidak bersisa.
Berinvestasi tidak terlarang, namun perlu kehati-hatian agar uang yang diinvestasikan aman dan dapat menghasilkan sesuai dengan harapan. Saat ini ada banyak instrumen investasi yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan yang telah mengantongi ijin dan berada dalam pengawasan OJK, tentunya hal ini menjadi salah satu aspek yang harus dipertimbangkan juga. Investor rasional tentu menjadikan legalitas perusahaan investasi sebagai salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan investasi.
Bagaimana Berinvestasi Menurut Islam?
Investasi dalam Islam bukan hal yang baru, bahkan Al-Qur’an telah memberikan panduan khususnya melalui kisah Nabi Yusuf yang termaktub didalam QS. Yusuf ayat 46 – 49.
Kisah yang diceritakan pada ayat tersebut menjadi salah satu dasar pentingnya untuk melakukan satu kegiatan yang berbentuk investasi, dimana Yusuf as memerintahkan umatnya agar tidak menghabiskan sumber pangan yang dihasilkan namun disimpan untuk persiapan dimasa mendatang yang kemungkinan akan ditemui masa-masa sulit. Inilah sejatinya kegiatan berinvestasi.
Walaupun dalam konteks menyimpan konsumsi saat ini, untuk dimanfaatkan dimasa yang akan datang. Namun pada dasarnya keuntungan yang akan didapatkan tentu harus atas dasar pengorbanan yang dilakukan pada saat ini.
Bentuk pengorbanan yang dilakukan seorang investor banyak dan beragam, misalnya saja pengorbanan dalam bentuk materi. Materi yang dikorbankan dapat saja berbentuk uang, harta, atau modal yang dikeluarkan untuk mendapatkan hasil keuntungan yang diharapkan. Atau pengorbanan dalam wujud mengerahkan segenap tenaga, waktu dan pikiran.
Intinya pengorbanan akan membuahkan hasil, sebab pengorbanan merupakan sebuah proses yang sangat dihargai dalam Islam. Hal ini sejalan dengan teori investasi yang diyakini, high risk high return, semakin tinggi risiko (pengorbanan) yang akan dihadapi maka semakin besar pula peluang untuk mendapatkan hasil yang banyak (tinggi).
Islam telah memberikan panduan dalam segenap transaksi yang dibenarkan menurut aturan syariat, termasuk investasi. Aturan main yang harus diperhatikan oleh para investor diantaranya:
Pertama, Investasi Harus pada Sektor Halal
sebab Allah swt telah berfirman: Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-Baqarah: 168).
Aspek halal harus menjadi pondasi bagi investor yang hendak menginvestasikan hartanya, pasalnya banyak sekali investor yang menafikan aspek halal ini. Pola pikir yang dibangun oleh investor konvensional adalah “yang penting cuan”, padahal “cuan” saja tidak cukup karena ada aspek halal yang harus dipenuhi agar kegiatan investasi ini memiliki nilai tambah.
Kedua, Investasi Tidak Terindikasi pada Aspek MAGHRIB (Maysir, Gharar & Riba)
Hal ini yang banyak didengungkan oleh para aktivis ekonomi Islam, bahwa seyogyanya transaksi apapun harus terlepas dari ketiga aspek yang dilarang oleh Islam ini. Maysir (perjudian) telah dilarang oleh Allah melalui QS. Al-Maidah: 90, pelarangan transaksi ribawi dijelaskan pada QS. Ar-Rum: 39, QS. An-Nisa: 160-161, QS. Ali Imran: 130, dan QS. Al-Baqarah: 278-280.
Sementara transaksi gharar dilarang melalui salah satu hadits Rasulullah saw: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah ( dengan melempar batu ) dan jual beli gharar.” (HR Muslim).
Ketiga, Investasi Harus Berdampak untuk Kemaslahatan Umat
Aspek ini yang menjadi salah satu pembeda dengan investasi pada umumnya, sebab aspek kemaslahatan hampir jarang disinggung oleh sebagian besar investor dalam melakukan kegiatan investasinya yang lebih memprioritaskan pada aspek profit oriented.
Islam mengajarkan bahwa kegiatan berinvestasi tidak sekedar mencari keuntungan semata, melainkan harus berdampak besar untuk kemaslahatan yang dipandu melalui maqashid syariah (tujuan yang ingin dicapai oleh syariat agar kemashlahatan manusia bisa terwujud).
Setidaknya terdapat lima pertimbangan yang harus diperhatikan dalam kegiatan berinvestasi yang merujuk kepada maqashid syariah, yaitu hifdzu ad-din (menjaga agama), hifdzu an-nafs (menjaga jiwa), hifdzu al-‘aql (menjaga akal), hifdzu al-mal (menjaga harta), dan hifdzu an-nasl (menjaga keturunan).
Ketiga aspek ini hanya sebagian kecil saja dari panduan-panduan yang telah ada pada Al-Qur’an dan Hadits untuk membentengi agar kegiatan transaksi ekonomi dan keuangan memberikan dampak yang positif, baik keuntungan (profit) maupun kemaslahatan. Wallahu A’lamu.
Editor: Yahya FR