“Musik yang haram itu adalah suara sendok dan garpu kita ketika makan, sedangkan tetangga kita kelaparan.”
Kalimat di atas diungkapkan oleh oleh seorang sufi besar, yakni Jalaluddin Rumi. Serta bisa kita kontekstualisasikan pada kebolehan musik yang sampai saat ini terus menjadi perdebatan di berbagai kalangan.
Perbedaan Pandangan tentang Musik dalam Islam
Perbedaan pandangan tentang musik sebenarnya selalu mewarnai khazanah pemikiran umat Islam. Hal ini berdasarkan pada pendapat beberapa imam. Ada yang mengharamkan musik, merujuk pada Imam Syafi’I dan Imam Hambali yang secara tegas mengharamkan musik. Akan tetapi, hal tersebut begitu berbeda dengan Imam Ghazali yang memandang musik tidaklah haram, justru membuat para pendengarnya begitu khusyuk menikmati, hingga muaranya pada kedekatan kepada Allah Swt.
Keharaman dan kebolehan musik tentunya tergantung tiap-tiap individu. Sebab, bagi yang menggunakan teks Al-Qur’an dan hadis sebagai dasar memutuskan, boleh saja. Sebagian orang yang menganggap berdasarkan keindahan, melihat betapa indah karunia dan keindahan-Nya melalui seni juga boleh. Bergantung pada sudut pandang setiap orang dalam memaknai musik.
Pandangan tentang musik pun muncul di berbagai kalangan seniman Islam, salah satunya Hazrat Inayat Khan yang memiliki nama lengkap Inayat Khan Rehmat Pathan, seorang pendiri Ordo Sufi Barat pada tahun 1914. Ia lahir pada 5 Juli 1882 dan meninggal pada 5 Februari 1927. Kecenderungan dirinya sebagai seniman musik tidak lepas dari keluarganya, yakni sang kakek yang marupakan salah satu tokoh musik dari India. Menurut dirinya, dalam bunyi-bunyian, terkandung spiritualitas yang menciptakan keindahan.
Bagi Hazrat, musik merupakan miniatur seluruh keharmonisan alam semesta. Sebab, alam semesta mengandung ritme (irama kehidupan). Ritme ini tidak lain adalah unsur pembentuk musik yang dibentuk oleh segala makhluk di alam semesta. Ketika hidup kita tidak selaras dengan ritme alam semesta, maka berpengaruh pada keteraturan ritme alam semesta, sekalipun sebesar dzarrah (QS. Az-Zalzalah (99):8).
Melihat Keindahan Tuhan melalui Musik
Lagipula, dalam kehidupan kita tidak lepas dari irama. Detak jantung kita adalah irama, pun kalau kita semua cermati. Isi hidup kita ini ritmik semua, ada ritmenya, berirama. Bagi Hazrat, sesuatu yang mempengaruhi dari luar hidup kita adalah irama. Sebab orang yang sering mendengar suara dan tegas memiliki perbedaan karakter dengan orang yang sering mendengar irama lembut dan tenang.
Barangkali ini juga merupakan indikasi mengapa ketika ibu hamil dianjurkan untuk memperdengarkan bunyi tenang, damai dan merdu pada kandungannya untuk menumbuhkan kasih sayang. Ini bisa diartikan bahwa irama bisa jadi salah satu jembatan untuk melunakkan hati seseorang, mengantarkan pada kasih sayang. Bunyi ini juga bisa menjadi ekspreso emosi orang tua kepada bayi, hal ini karena sebelum mengenal warna dan bentuk. Bayi bisa mendengar, dan salah satunya melalui musik.
Tidak hanya itu, secara sadar ataupun tidak. Musik telah menjadi dasar eksistensi. Tanpa ritme, bayi tidak akan bisa menyedot asi dengan lancar. Musik bisa menemani segala bentuk kehidupan. Mulai dari menemani seseorang ketika jenuh, makan di kafe, musik juga memperindah bacaan salat.
Mengasah spiritualitas bagi Hazrat salah satunya bisa melalui musik. Dalam buku The Mysticism of Sound and Music (1991), ia mengkategorikan musik sebagai kesenian ilahi. Sebab kita tentu dapat melihat Tuhan dalam semua seni dan dalam semua ilmu pengetahuan, tetapi dalam musik saja kita melihat Tuhan bebas dari segala bentuk dan pikiran. Di setiap seni lainnya ada penyembahan berhala. Setiap pemikiran, setiap kata memiliki bentuk. Sedangkan suara, bebas dari segala bentuk.
Hazrat Inayat Khan: Apapun yang Mengandung Keindahan adalah Musik
Sebagai penutup. Barangkali bisa kita cermati bahwa dalam pandangan Hazrat, musik yang dimaksud bukanlah musik yang kita pahami saat ini. Sebab cakupan yang ia maksud begitu luas. Musik yang dipahami oleh Hazrat yakni “the word we use in our every day language (kata yang kita gunakan dalam bahasa sehari-hari)”.
Lebih rinci, ia menjelaskan bahwa yang termasuk musik itu, yakni arsitektur adalah musik, perkebunan adalah musik. Lukisan adalah musik, pertanian adalah musik, lukisan adalah musik dan pusisi adalah musik. Apapun yang mengandung keindahan adalah musik.
Editor: Zahra