Akhlak

Hidayah, Petunjuk Tuhan Meniti Jalan Kebenaran

27 Mins read

Seiring dengan bertambahnya umur dan usia, semua manusia mengalami kegelisahan tentang eksistensi dirinya sebagai manusia dan hamba Allah. Ada manusia yang sudah mampu dan beristiqamah bisa meniti jalan hidayah dengan selamat sampai akhir hayatnya. Namun, ada pula yang menyibukkan diri dengan segala bentuk ‘pernak-pernik’ keduniaan dan segala ‘aksesoris’ kedigdayaan diri sehingga lupa akan maut menjemput.

Banyak sekali manusia yang ingin membersihkan batin guna mencapai hidayah Allah, tetapi banyak pula diantara kita yang menemui kesulitan. Mungkin dikarenakan persoalan ekonomi, kehidupan yang belum mapan, adanya persoalan keluarga yang belum terselesaikan, dan banyak persoalan-persoalan yang berkaitan dengan profesi kehidupan yang mesti ditunaikan sehingga lalai dalam mencari dan meraih hidayah Allah.

Pengertian Hidayah

Menurut istilah leksikal, hidayah berasal dari kata hadaa yang artinya petunjuk atau bimbingan/pimpinan. Tetapi pengertiannya secara luas ialah petunjuk yang dikaruniakan Allah kepada makhluk-Nya. (MS, 2000: 9).

Apabila ditelusuri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa pengertian hidayah adalah petunjuk atau bimbingan dari Allah SWT.

Kemudian secara terminologi, dalam buku Ensiklopedia Hukum Islam yang ditulis Abd al-Aziz Dahlan, et al menyebutkan, bahwa hidayah adalah penjelasan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan seseorang kepada tujuan sehingga meraih kemenangan di sisi Allah SWT.

Menurut Al-Maraghi, hidayah adalah petunjuk kepada kebaikan dan kebenaran serta penjelasan akibatnya berupa kebahagiaan dan keberuntungan.

Sedangkan dalam Tafsir al-Qur’an al-Azim, Juz IV karya Muhammad Abduh, memberikan batasan pada pengertian hidayah. Dijelaskan, hidayah adalah petunjuk halus yang menyampaikan kepada apa yang diharapkan. Ketika berada dalam kesesatan, diberi petunjuk menuju jalan yang benar.

Maka, hidayah adalah karunia Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya yang mentaati-Nya.

Hidayah juga bisa diartikan petunjuk yang datang dari Allah. Semua manusia pada dasarnya berhak mendapatkan petunjuk dari Allah. Akan tetapi tidak semua manusia mau ditunjukkan oleh Allah. Hal ini terlihat tidak semua manusia mau mempelajari Alquran. Padahal semua petunjuk Allah itu ada dalam Alquran. (Arifin, 2007: 120-121).

Hidayah dalam Al-Qur’an

Para ulama berpendapat bahwa istilah hidayah ada di dalam Alquran tidak diungkapkan secara terang atau eksplisit. Akan tetapi, dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an yang ditulis Muhammad Fuad ditemukan 293 ayat yang memiliki makna sama dengan hidayah.

“… di antaranya dengan kata hada (39), ahda (4), tahdi (72), yahdi (22), ihda’(2), hudu (2), hudiya (1), yuhda (1), ihtada (39), had (10), al-huda (85), ahda (7), muhtadin (21), dan al-hady (9) kali,” dijelaskan.

Dari konteks penjelasan dalam Alquran, maka pengertian hidayah adalah erat kaitannya dengan petunjuk yang membawa manusia lebih dekat kepada Tuhan. Makna hidayah adalah ditegaskan oleh Allah SWT dalam Alquran yang berbunyi:

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..” (QS. Al-An’am: 125)

Dalam Tafsir al-Qur’an al-Azim, Juz IV karya Muhammad Abduh, memberikan batasan pada pengertian hidayah. Dijelaskan, hidayah adalah petunjuk halus yang menyampaikan kepada apa yang diharapkan.

Keutamaan Hidayah

1. Hidayah diibaratkan cahaya di atas cahaya.

Firman Allah SWT:

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.  Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya. (Yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) yang tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Allah membimbing kepada cahayaNya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah pun membuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

2. Salah satu sumber hidayah adalah kitab suci Alquran yang menjadi petunjuk bagi semua manusia.

Firman Allah SWT:

“Kitab Alquran ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 2)

3. Hidayah merupakan petunjuk bagi manusia sehingga manusia bisa membedakan antara yang hak dengan yang batil.

Firman Allah SWT:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dengan yang batil). Karena itu, barangansiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan adalah kamu mengagungkan Allah atas petunjuknya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)

4. Allah memberikan hidayah kepada manusia bertujuan untuk mengeluarkan manusia dari jalan yang tersesat atau kegelapan dan menuju jalan yang terang benderang.

Firman Allah SWT:

“Alif laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gurita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim [14]: 1)

5. Sangat beruntung orang-orang yang mendapat hidayah atau petunjuk dari Allah. Karena sebaik-baik petunjuk itu adalah petunjuk Allah.

Firman Allah SWT:

“Demikianlah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya dan Allah mempunyai karunia yang besar.”

6. Yang mengingkari hidayah Allah maka kehidupannya akan celaka.

Firman Allah SWT:

“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah {2}: 38)

7. Kehidupan orang yang mengingkari hidayah Allah, di dunia akan hidup sempit dan di akhirat dalam keadaan buta.

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha[20]: 124)

Macam-macam Hidayah

Menurut Syekh Muhammad Abduh ada beberapa macam hidayah yakni:

1. Hidayatul Ilham (hidayah watak/tabiat/instink)

Hidayah tabiat adalah petunjuk Allah berupa tabiat atau naluri atau disebut pula unsur yang sifatnya otomatis pemahamannya atau fitrah. Ketika suatu makhluk diciptakan Allah SWT mereka telah dilengkapi dengan tabiat masing-masing. Contoh: kelebihan hewan yang bermacam-macam, serta fungsinya, agar hewan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya itu misalnya seekor itik, begitu dia ditetaskan langsung dia dapat berenang padahal sebelumnya tidak pernah belajar berenang. Demikian pula bayi yang masih kecil, bayi itu lahir langsung dapat menangis padahal sebelumnya ibunya tidak pernah mengajarinya menangis . Dengan cara menangis seorang bayi bisa menyampaikan perasaannya, apakah anak itu merasa lapar, kedinginan dan sebagainya. Kemudian, perhatikan lagi bermacam ragam kehidupan binatang, apakah cara mencari makannya, cara membuat sarang,  demikian pula cara membela dirinya, apabila binatang itu mendapatkan bahaya. Semua itu merupakan naluri yang merupakan hidayah dari Allah SWT sebagai bekal untuk melaksanakan dan mempertahankan kehidupannya. (Solihin dan M. Bakri, 2005: 109)

Maka harus disadari, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah dengan kesempurnaan bentuk yang berbeda dengan makhluk lainnya. Allah menciptakan manusia dengan organ tubuh yang dilengkapi dengan akal pikiran. Akal pikiran inilah yang membuat manusia mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan makhluk lainnya.

Manusia diciptakan dengan organ tubuh lengkap misalnya tangan, kaki, mata, mulut dan lain sebagainya. Seluruh organ tubuh tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Tangan digunakan untuk memegang, hidung untuk mencium, mulut untuk berbicara dan makan, kaki untuk berjalan dan lain sebagainya. Organ-organ tubuh ini merupakan suatu hidayah dari Allah. Hidayah semacam inilah yang dimaksud dengan hidayah watak atau tabiat.

Dianggap sebagai hidayah dari Allah apabila kita mampu menggunakan organ tubuh itu untuk melaksanakan hal-hal bermanfaat dan cenderung pada kebaikan.

Setelah Allah menciptakan manusia dengan kelengkapan organ tubuhnya, selanjutnya Allah memberikan petunjuk bagaimana menggunakan seluruh organ tubuh tersebut. Pada awalnya manusia mendapat petunjuk dari Allah untuk menggunakan seluruh organ tubuhnya dengan baik akan tetapi karena adanya pengaruh lingkungan dan nafsu, maka petunjuk dari Allah itu kian lama kian sirna karena tergeser oleh petunjuk dari nafsu yang menyesatkan jiwa manusia. Hal ini terjadi pada orang-orang yang menjauhkan dirinya dari Allah serta agamanya.

Hidayah ini diberikan Allah sejak manusia masih bayi. Seorang bayi sangatlah suci, jika kelak ia menjadi kafir atau beriman tergantung kepada lingkungannya. Apabila lingkungannya terdiri dari orang-orang beragama, niscaya hidayah tabiat atau watak yang diberikan Allah sejak manusia itu kecil akan senantiasa terpelihara. Namun, apabila manusia tersebut dibesarkan dalam lingkungan tak menguntungkan, maka setelah ia dewasa akan tertutup jiwanya dari hidayah Allah. Hidayah yang diperolehnya sejak kecil sama sekali dilupakan.

2. Hidayatul Hawaas (hidayah indera)

Hidayah yang kedua adalah hidayah hawas, secara harfiah hawas itu berarti indera, seperti pendengaran, penglihatan, penciuman dan sebagainya. Semua indera itu merupakan pemberian Allah SWT agar makhlukNya dapat menikmati apa yang dikehendakiNya. Seandainya si makhluk hidup ingin melihat; Allah telah memberikannya mata sebagai alat untuk melihat; apabila mereka ingin mendengar maka Allah memberikannya telinga; apabila mereka ingin mencium, maka Allah telah memberikannya hidung dan sebagainya. Hidayah hawas ini sama dengan hidayah tabiat yang diberikan Allah kepada seluruh makhlukNya tanpa kecuali, baik binatang maupun manusia. (Solihin dan M. Bakri, 2005: 110)

Manusia dilengkapi dengan indera atau sering disebut dengan panca indera yang terdiri atas indera pengecap (lidah), indera perasa (kulit),indera pendengaran (telinga), indera penciuman (hidung) dan indera penglihatan (mata). tetapi, sebenarnya masih banyak indera-indera lain yang dimiliki oleh manusia.

Hidayah indera ini dimiliki setiap makhluk hidup. Mereka diberi petunjuk oleh Allah bagaimana merasakan makan, merasakan dingin dan panas, Bagaimana merasakan sakit, bersuara dan lain sebagainya. Tetapi, kita tentu sadar bahwa manusia berbeda dengan hewan. Manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan, karena manusia dilengkapi akal pikiran. Oleh sebab itu manusia bisa membedakan baik dan buruk suatu perbuatan. Seandainya suatu perbuatan yang dilakukan bermanfaat dan baik maka harus dilaksanakan dan jika sekiranya sesuatu itu merugikan serta sifatnya buruk hendaknya dihindarkan.

3. Hidayatul ‘Aqli (hidayah akal)

Hidayah ini hanya diberikan oleh Allah kepada manusia. Dengan akalnya manusia dapat berpikir, manusia memiliki harga diri dan martabat yang mulia, bahkan dengan akalnya ini manusia telah dibedakan Allah dengan makhluk-makhluk lainnya, baik mengenai tugas dan kewajibannya maupun hak miliknya, dengan akalnya manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang hak dan mana yang batil, mana yang halal dan mana yang haram. dengan akalnya pula manusia dapat meluruskan apa yang dianggap salah oleh penglihatannya.

Dengan mengandalkan akalnya saja manusia belum dapat menjamin bahwa perbuatannya itu selamanya berada pada jalan yang benar dan belum tentu pula dapat menghindari kejelekan dan kejahatan, sebab dengan hanya mengandalkan akalnya manusia tidak secara otomatis dapat mengetahui pilihan yang benar dan menolak yang salah. Tidak sedikit manusia yang melakukan kejelekan dan kejahatan, pada hal sebenarnya ia mengetahui dan memahami bahwa perbuatannya itu adalah salah. Demikian pula banyak manusia yang mengakui mengetahui dan menyadari bahwa salat itu baik, bahwa saum (puasa) itu bermanfaat, dan zakat itu syarat makna tetapi mereka tidak melakukan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, yang fungsi hidayah akal ini hanya sekedar untuk memberitahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan manajemen Sedangkan untuk dapat mengamalkannya diperlukan adanya hidayah agama. (Solihin dan M. Bakru, 2005: 110-111).

Hanya manusia yang dilengkapi akal oleh Allah. Hewan tidak dilengkapi dengan akal, hal itu juga makhluk lainnya. dengan demikian hidayah akal ini hanya diberikan kepada manusia saja.

Hidayah Allah berupa kemampuan menggunakan akal pikiran yang diberikan membuat manusia mampu menganalisa segala kehidupan atau segala yang dilihatnya.

Manusia dan hewan sama-sama memiliki indera. Dengan indera itulah manusia dan hewan bisa merasakan atau menikmati sesuatu yang diberikan kepadanya dalam kehidupan ini. Tetapi, hewan akan menikmati atau merasakan segala yang dijumpainya. Terhadap syahwat, hewan selalu menikmatinya tanpa pandangan dan pikiran. Terhadap makanan, hewan akan melahap segala sesuatu yang disukainya meskipun hal itu dilakukan akan merusak kesehatannya.

Baca Juga  Memaafkan Tak Berhenti pada Momen Lebaran

Namun berbeda dengan manusia, karena manusia dilengkapi dengan akal pikiran maka manusia bisa mengendalikan hawa nafsunya. Meskipun makan itu ada dan ia ingin menikmatinya tetapi jika makanan itu dilarang atau akan merusak kesehatan maka ia menahannya. Demikian juga dengan syahwat, manusia akan menekannya agar jangan sampai menyalahgunakan keinginan syahwat tersebut. semua itu terjadi karena adanya hidayah pikiran atau akal dari Allah.

Dengan akal pikiran, manusia bisa membedakan segala sesuatu yang baik dan buruk, segala yang merugikan dan menguntungkan. Itulah sebabnya, apabila manusia tidak bisa menahan keinginan serta hawa nafsunya atau bila manusia selalu menuruti kemauannya tanpa memikirkan akibatnya akan terjadi maka manusia seperti itulah yang dinamakan ‘Manusia tak berakal,’ derajatnya sama dengan hewan.

Dari sini kita bisa memahami, antara manusia dan hewan mendapatkan hidayah yang sama dalam hal hidayah watak dan hidayah indera. Tetapi hewan tidak mendapatkan hidayah akal pikiran dari Allah.

4. Hidayatud Diini (hidayah agama/dien Allah)

Hidayah agama yaitu petunjuk Allah kepada orang-orang yang telah dipilihnya. Kita melaksanakan segala perintah agama, menjauhi segala larangan agama bukan disebabkan karena baik menurut akal, tetapi yang paling utama karena disebabkan pada diri kita telah ada hidayah agama yang merupakan petunjuk dari Allah SWT. Dengan adanya hidayah agama maka fungsi sebagai akal akan tersalurkan, sehingga manusia yang telah mengakui dan memahami berdasarkan asalnya itu baik dan menurut pertimbangan akalnya perbuatan itu jelek akan diteruskan dengan mengerjakan kebaikan dan menjadi perbuatan yang jelek tersebut. Maka dengan hidayah agama seseorang manusia akan mau mengerjakan yang baik dan akan berusaha untuk menghindari perbuatan yang dapat perbuatannya jahat. Bahkan dengan hidayah agama predikat manusia dapat berubah menjadi seorang Muslim dan Mukmin. (Solihin dan M. Bakri, 2005: 111-112).

Sesungguhnya seluruh hidayah yang telah dibicarakan adalah di bawah pimpinan agama atau dien Allah itu bahkan akal pikiran tak akan berhasil kembali kepada fitrah hidayah Allah jika tidak dilengkapi dengan agama. Dengan hidayah akal manusia dapat memperoleh suatu kebenaran. Tetapi kebenaran yang didapat dari hidayah akal tidak selamanya merupakan kebenaran sejati. Jika seseorang hanya mengandalkan hidayah akal, maka tak mungkin bisa mendapatkan hakikat kebenaran. Akan tetapi apabila hidayah akal dipimpin oleh agama maka akan dapat mencapai kebenaran yang hakiki.

Jadi, hidayah agama adalah derajat yang paling tinggi jika dibandingkan ketiga hidayah disebut sebelumnya. (MS, 2000: 10-15).

Jenis-Jenis Hidayah

Ditinjau dari jenisnya, maka ada empat jenis hidayah dalam Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam jurnal Konsep Hidayah dalam Al-Qur’an oleh Rustina N yang dipublikasikan Institut Agama Islam Negeri Ambon.

1. Hidayah I’tiqadiyah

Hidayah atau petunjuk yang berhubungan dengan petunjuk keyakinan hidup.

Firman Allah SWT:

“Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk (keyakinan hidup), maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong.” (QS. An-Nahl: 37)

2. Hidayah Tariqiyah

Hidayah atau petunjuk yang berhubungan dengan jalan hidup, yakni Islam yang didasari Alquran dan Sunah Rasulullah SAW.

Firman Allah SWT:

“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus (Islam).” (QS. Al-Hajj: 67).

3. Hidayah ‘Amaliyah

Hidayah atau petunjuk yang berhubungan dengan aktivitas hidup.

Firman Allah SWT:

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69).

4. Hidayah Fitriyah (Fitrah)

Hidayah fitriyah terkait dengan kecenderungan alami yang Allah tanamkan dalam diri manusia untuk meyakini Tuhan Pencipta, mentauhidkan-Nya dan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk diri mereka. Realisasinya tergantung atas pilihan dan keinginan mereka sendiri.

Firman Allah SWT:

“Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: ‘Inilah Tuhanku.’ Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al-An’am: 77).

Tingkatan Hidayah

Secara umum, menurut Ibnul Qayyim dalam kitab Miftah Daar As-Sa’adah, ada empat tingkatan hidayah, yaitu:

1. Hidayah Umum

Hidayah ini adalah hidayah yang diberikan kepada hewan, manusia, dan setiap makhluk.

Firman Allah SWT:

“Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS. Al-A’laa: 1-3).

Dalam ayat di atas disebutkan ada empat hal, yaitu khalaqa (menciptakan), fasawwa (menyempurnakan), qaddaro (menentukan kadar sebab maslahat dalam kehidupan dan aktivitas), dan fahadaa (memberi petunjuk).

2. Hidayah Penjelasan dan Petunjuk

Hidayah yang dimaksud berupa penjelasan kepada hamba dan hal ini tidak mengharuskan mendapatkan hidayah yang sempurna.

Firman Allah SWT:

“Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk.” (QS. Fussilat: 17).

3. Hidayah Taufik dan Ilham

Hidayah taufik dan ilham diberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki.

firman Allah SWT:

“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).” (QS. Yunus: 25)

Ada juga yang diberikan hidayah berupa penjelasan, akan tetapi belum tentu mendapatkan hidayah taufik.

Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Qashash: 56).

4. Hidayah di Akhirat, Menuju Surga atau Neraka

Firman Allah SWT:

“(Kepada malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.” (QS. As-Shaffat: 22-23).

Adapun perkataan penghuni surga.

Firman Allah SWT:

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” (QS. Al-A’raf: 43).

Secara terperinci dan sangat esoterik, Ibnu Qayyim menjelaskan, bahwa ada sepuluh tingkatan hidayah, yakni:

1. Hidayah adalah berupa wahyu yang disampaikan Allah SWT, kepada seseorang melalui dialog langsung dengan orang tersebut. Hidayah seperti ini telah diberikan kepada Nabi Musa a.s dan Nabi Muhammad SAW ketika peristiwa Isra Miraj.

2. Hidayah adalah berupa wahyu yang disampaikan oleh Allah SWT ke dalam lubuk hati seorang nabi sehingga nabi tersebut tiba-tiba mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya.

3. Hidayah adalah yang dikaruniakan Allah SWT kepada seorang rasulNya melalui wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Dalam menyampaikan wahyu tersebut Jibril menempatkan dirinya sebagai seorang manusia.

4. Hidayah adalah dalam bentuk tahdis, yaitu suatu pengetahuan yang diberikan Allah SWT ke dalam lubuk hati orang tertentu dari kalangan orang-orang saleh, sehingga ia mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.

5. Hidayah adalah dalam bentuk ilham, yaitu mengertinya seseorang terhadap sesuatu permasalahan padahal sebelumnya ia tidak mengetahuinya dan tidak pernah mempelajarinya.

6. Hidayah adalah dalam bentuk al-bayan al-amm (penjelasan yang umum), yaitu pengetahuan yang secara umum dikaruniakan Allah kepada sekelompok orang dalam bentuk kemampuan mereka membedakan antara yang hak dan yang batil.

7. Hidayah adalah dalam bentuk al-bayan al-khashsh (penjelasan khusus), yaitu pengetahuan yang khusus dikaruniakan Allah kepada orang tertentu yang membawa kemantapan iman dan ketakwaannya. Adanya hidayah itu, ia terhindar dari kesesatan.

8. Hidayah adalah dalam bentuk isma’ (memperdengarkan), yaitu pengetahuan yang diperdengarkan Allah SWT ke dalam lubuk hati seseorang yang menghasilkan keteguhan iman dan kegemaran melakukan amal saleh.

Isma berbeda dengan ilham. Isma’ lebih khusus dari ilham, karena isma’ hanya diperoleh dengan cara khusus, seperti basirah (penglihatan mata hati), atau syu‘ur (perasaan).

9. Hidayah adalah dalam bentuk ilham, yaitu pengetahuan yang dikaruniakan Allah ke dalam lubuk hati orang yang beriman secara spontan, sehingga ia dapat mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya.

10. Hidayah adalah dalam bentuk al-ru’ya al-sadiqah (mimpi yang benar). Hidayah dalam bentuk ini telah dialami oleh Nabi Ibrahim a.s ketika ia diperintahkan oleh Allah SWT menyembelih anaknya, Nabi Ismail AS.

Internalisasi untuk Meraih Hidayah Allah Secara Psikologis

Ada dua cara untuk meraih hidayah Allah secara psikologis, yakni:

Pertama, tekun menjalankan segala syariat Allah seperti:

  1. Melakukan segala bentuk kewajiban yang diperintahkan oleh Allah.
  2. Gemar berdzikir.
  3. Membiasakan berbuat baik untuk dikerjakan dari pagi sampai malam hari.
  4. Sungguh-sungguh melakukan amal ibadah, baik ritual maupun sosial.
  5. Berbuat kebaikan tanpa mengenal agama, suku, keturunan/ras.
  6. Menyibukkan diri mencari penghidupan yang halal tanpa melihat hasil yang didapat. Karena  yang terpenting adalah keberkahan rezeki.
  7. Istiqamah melakukan amaliah atau wirid harian.

Kedua, meninggalkan segala bentuk larangan Allah dan rasul-Nya.

  1. Menjaga mata dari pandangan yang diharamkan.
  2. Memelihara telinga dari mendengar yang dilarang.
  3. Menjaga lisan dari berbicara yang tidak baik seperti hoax, ujaran kebencian, dan provokatif.
  4. Berbuat dusta sehingga merusak pahala amal kebaikan.
  5. Mencaci maki (ghibah)
  6. Berdebat yang tidak profesional dan banyak bicara yang tidak perlu.
  7. Menyukai puja dan puji dalam rangka membesarkan dan mengagungkan diri serta senang merendahkan martabat dan harkat orang lain.
  8. Tidak mengutuk orang lain.
  9. Tidak suka menghina dan mencela makhluk Allah.
  10. Menjaga perut dari makanan yang haram dan yang tidak thayyib.
  11. Memelihara kemaluan (farji) dari hubungan yang tidak halal (seperti: zina, selingkuh, perkosaan, pelecehan seksual, dll)
  12. Memelihara tangan dari berbuat maksiat.
  13. Menjaga kaki berjalan ke tempat yang terlarang oleh agama.

Proses Meraih Hidayah Allah

1. Allah Sang Pemberi hidayah kepada manusia.

Firman Allah SWT:

“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).” (QS. An-Nahl [16]: 9).

2. Allah yang memimpin kebenaran pada hati manusia.

Firman Allah SWT:

“Katakanlah: ‘Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang menunjuki kepada kebenaran?’ Katakanlah: ‘Allah lah yang menunjuki kepada kebenaran.’ Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS: Yunus [10]: 35).

3. Allah menyeru manusia kepada jalan kedamaian.

Firman Allah SWT:

“Allah menyeru  (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam).” (QS. Yunus [10]: 25).

4. Yang mendapat hidayah Allah sebagai pertanda keselamatan atas dirinya.

Firman Allah SWT:

“Kami berfirman: ‘Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjukKu kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah {2}: 38).

5. Allah memberikan indra kepada manusia, akal dan hati sebagai amanat.

Firman Allah SWT:

“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian; pendengaran, penglihatan dan hati. amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-Mu’minun[23]: 78).

6. Allah menunjukkan hidayah-Nya, yaitu dalam Alquran.

Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar “ (QS. Al-Isra [17]: 9)

7. Manusia harus membaca dan Alquran sehingga paham dan mendapat hidayah-Nya.

Firman Allah SWT:

“Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah {2}: 121).

8. Manusia harus mentadaburi Alquran sehingga dapat membaca tanda-tanda kehidupan.

Firman Allah SWT:

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.  Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5).

Baca Juga  Nasihat Imam az-Zarnuji dalam Berdiskusi

9. Manusia harus mendaya-upayakan akal pikiran untuk mendapat hidayah Allah melalui Alquran.

Firman Allah SWT:

“Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Sad [38]: 29).

10. Manusia wajib belajar Alquran dan Allah lah yang menjadikan manusia paham Alquran.

Firman Allah SWT:

“Janganlah kamu gerakan lidahmu untuk (membaca) Alquran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 16-19).

11. Berangsur-angsur dalam mempelajari Alquran.

Firman Allah SWT:

“Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?’ Demikianlah supaya Kami memperkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al-Furqan [25]: 32).

12. Membaca Alquran secara tartil supaya dapat ditangkap makna dan kandungannya serta dapat dijadikan pembelajaran bagi kehidupan.

Firman Allah SWT:

“Dan Alquran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Isra [17]: 106).

13. Gemar mempelajari Alquran dan mengamalkan kandungannya akan mempermudah untuk meraih hidayah Allah.

Firman Allah SWT:

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Alquran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” (QS. Az-Zumar [39]: 23).

14. Manusia yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai Alquran tidak akan dapat disesatkan oleh siapapun.

Firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang-orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah [5]: 105).

15. Keistiqamahan dalam berbuat baik sebagai tanda mendapatkan hidayah-Nya.

Firman Allah SWT:

“(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karuniaNya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa batas.” (QS.  An-Nur [24]: 38).

16. Orang yang mendapat hidayah Allah akan diberinya kelapangan dalam memahami Islam.

Firman Allah SWT:

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatan niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Tuhanmu;  (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (QS. Al-An’am [6]: 125-126).

17. Hidayah Allah tidak dapat dialami oleh siapapun.

Firman Allah SWT:

“Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.” (QS. Al-Kahf [18]: 55).

18. Allah akan membimbing hambaNya dengan memberi petunjuk bagi hambaNya hanya beriman dan beramal saleh.

Firman Allah SWT:

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal sholeh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (QS. Maryam [19]: 76).

19. Manusia yang memahami hakikat hidayah Allah mereka akan sujud dan menangis ke hadiratNya.

Firman Allah SWT:

“Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.  Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Ismail, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyukur dengan bersujud dan menangis.” (QS. 57-58).

Cara Mendapatkan Hidayah Allah

Adapun cara mendapatkan hidayah Allah antara lain adalah:

  1. Menuntut ilmu yang benar dengan sungguh-sungguh.
  2. Selalu ikhlas semata-mata karena Allah SWT.
  3. Mengerjakan segala sesuatu, baik perintah Allah maupun sunnah Rasul secara istiqamah.
  4. Selalu mencari keridhaan Allah SWT.
  5. Selalu meningkatkan kualitas iman dan amal saleh dalam kehidupan dan kemanusiaan.
  6. Menjalankan ajaran syariat dengan teguh.
  7. Selalu taat kepada Allah dan rasulNya

Tanda-tanda yang Mendapat Hidayah dan yang Dihinakan

Tanda-tanda orang yang mendapat hidayah yakni:

1. Mudah mengerjakan amal kebaikan.

2. Selalu mudah terhindar dari maksiat.

3. Terbukanya pintu permohonan kepada Allah.

Tanda orang-orang yang dihinakan adalah

1. Sukar untuk taat kepada Allah padahal sudah berusaha.

2. Mudah terjerumus kepada perbuatan maksiat.

3. Tertutup pintu berhajat, sehingga merasa tidak berdosa

Ciri-ciri Orang Meraih Hidayah Allah Menurut Al-Quran

Hidayah merupakan hak prerogatif Allah yang diberikan kepada manusia yang dikehendaki-Nya. Maka dari itu, sudah seharusnya kita bersyukur karena bisa diberikan nikmat berupa hidayah mengimani Allah dan Rasul-Nya.

Bahkan, hidayah untuk mengimani Allah dan Rasul tidak diberikan kepada paman Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. Meskipun Abu Thalib adalah paman Rasul yang selalu membela dan mendukung perjuangan Nabi dalam menyebarkan Islam, sampai akhir hayatnya, Abu Thalib belum bersyahadat.

Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al-Qashshash: 56).

Begitu pula sebaliknya, apabila Allah hendak memberikan hidayah kepada siapa yang diingininya maka tidak ada yang dapat menghalangi.

Firman Allah SWT:

“Dan pasti Kami tunjukkan kepada mereka jalan yang lurus.” (QS. An-Nisa’ {4}: 68).

Dalam tafsir ringkas Kementrian Agama RI, bahwa apabila mereka meksanakan perintah dan pengajaran yang diberikan oleh Allah dan rasul itu, dan dengan demikian, pasti Kami berikan kepada mereka anugerah yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya, serta pahala yang besar dari sisi kami pada waktu yang bersamaan, pasti Kami akan tunjukkan pula kepada mereka jalan yang lurus yang mengantarkan mereka menuju kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat;

Dalam doa yang paling banyak diucapkan;

“Tunjukilah kami jalan yang lurus,” (QS. Al-Fatihah: 6)

Permohonan petunjuk ke jalan yang lurus. Bukan permohonan kekayaan duniawi. Ini satu isyarat yang menunjukkan betapa pentingnya hidayah, sehingga seorang muslim harus memohonnya, minimal tujuh belas kali dalam satu hari satu malam. Semakin banyak Al-Fatihah yang diucapkan semakin banyak memohon untuk mendapatkan petunjuk yang lurus.

Hidayah atau petunjuk adalah kemuliaan yang didapatkan seseorang sebagai sebuah jalan untuk selamat. Namun orang yang mendapatkan hidayah bukanlah sembarang orang, terdapat ciri khusus yang dimiliki oleh orang yang mendapatkan hidayah Allah SWT.

Ciri-ciri orang Mendapat Hidayah Allah

1. Beruntung, beriman kepada Alquran dan merasa yakin akan adanya akhirat.

Firman Allah SWT:

Dan mereka yang beriman kepada (Alquran) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.”-
“Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Al-Baqarah {2}: 4-5).

2. Memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.

Firman Allah SWT:

“Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah {2}: 157).

3. Beriman, tidak mencampuradukan iman dengan syirik.

Firman Allah SWT:

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am {6}: 82)

4. Orang yang mendapat petunjuk (hidayah) dari Allah adalah yasyroh shodrohuu lil-islaam (hatinya lapang dengan Islam). Orang yang dapat hidayah, dia tahu bahwa Islam itu adalah benar dan kebaikan kemudian orang tersebut senang/gembira atas segala kebaikan di dalam Islam.

Firman Allah SWT:

“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am {6}: 125).

Virus Penyakit Rohani yang Memudarkan Hidayah

1. Hasud

Hasud adalah pangkal dari keburukan moral dan kehinaan derajat manusia, baik dalam pandangan Allah maupun di mata sesama manusia, karena hasud merupakan satu sifat yang sangat tercela. Orang yang mempunyai sifat serta kebiasaan hasud memiliki sifat tidak senang jika orang lain mendapat nikmat dari Allah. Ia jadi benci dan sangat dendam pada orang lain yang berbahagia tersebut. Hasud lebih berbahaya daripada kikir/bahil. Jika bahil hanya mempertahankan dirinya agar tidak dirasakan oleh orang lain kecuali dirinya sendiri.

Rasulullah SAW bersabda:  “Jagalah dirimu dari sifat hasud. Sebab hasud akan merusak amal kebaikan, sebagaimana api memakan kayu bakar.”

Orang yang mempunyai sifat hasud tak akan mencapai derajat iman dan tak mampu meraih hidayah Allah, karena sifat hasud itu akan mendorong manusia untuk selalu membenci setiap orang yang mendapat nikmat Allah. Tidak saja terhadap orang-orang non muslim, tetapi juga terhadap sesama muslim lainnya juga demikian.

Baginya, orang yang suka hasud selalu berharap agar kenikmatan dari Allah hanya dia saja yang memiliki sedangkan orang lain tidak boleh. Orang-orang semacam ini akan merasa senang jika orang lain berada dalam kesusahan hidup dan dia akan merasa sakit hati jika orang lain mendapatkan kenikmatan dari Allah.

Perlulah disadari bahwa sifat dan kebiasaan hasud sama sekali tidak membawa manfaat, tetapi banyak mendatangkan kemudharatan.  kerugian langsung yang dapat dirasakan akibat asap ini ialah dibenci orang lain semasa hidup di dunia dan kelak di akhirat akan mendapat siksa pedih dari Allah.

2. Riya

Riya dapat digolongkan sebagai pangkal penyakit rohani. Riya menurut pandangan syariat agama termasuk syirik (kecil). Sedangkan syirik atau menyekutukan Allah dosanya sangat besar sekali. Riya adalah sikap pamer yang berharap dipuji, dihormati dan disegani orang lain. Jika seseorang telah mempunyai kebiasaan riya jangan diharapkan akan dapat meraih hidayah Allah. Penyakit rohani yang demikian ini sering menjangkiti umat manusia, baik sadar maupun tidak sadar.

Penyakit riys tidak hanya melanda orang-orang yang awam tentang agama tetapi para ulama pun bisa juga terserang penyakit ini. Jika seorang ulama menyampaikan dakwah dan petuah-petuah kepada khalayak dengan tujuan agar namanya terkenal, dihormati dan dianggap ahli ilmu agama maka hatinya telah dihinggapi penyakit pamer alias riya.

Sebuah riwayat menerangkan bahwa ada seseorang yang mati syahid karena gugur dalam peperangan menegakkan agama Allah. Tetapi Allah memerintahkan agar orang itu dimasukkan ke dalam neraka karena orang yang mati syahid itu mempunyai dosa riya. Ketika ikut dalam perjuangan itu ia bertujuan dihormati orang lain.

Riwayat itu tercantum dalam sebuah hadis Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya kelak di hari kiamat ada orang yang mati syahid tetapi diperintahkan untuk dibawa ke neraka. Lalu orang itu berkata: ‘Ya Allah, mengapa aku dimasukkan ke dalam neraka? Bukankah aku sudah membela agamaMu dan aku telah mati dalam pembelaan itu.’ Maka Allah menjawab: ‘Niatmu semata-mata bertujuan agar disebut sebagai orang pemberani, pahlawan. Maka bagi perjuanganmu itulah merupakan pahala bagimu dikala gugur dalam peperangan. Demikian pula bagi orang yang alim, yang menunaikan ibadah haji dan yang membaca Alquran.”

Memang, jika kita tidak hati-hati dalam mengarungi hidup dan beribadah, maka kita akan terpeleset dan mempunyai sifat riya, suka pamer agar orang menganggap kita sebagai berpengaruh. Di zaman ini orang menganggap riya merupakan satu hal yang biasa. Tetapi lain hanya menurut pandangan agama, riya adalah dosa yang tersembunyi atau syirik yang tersembunyi. misalnya dalam menunaikan ibadah haji atau membaca Alquran. Apabila kita lupa tentang bahaya riya tentu ibadah haji itu bukan bertujuan karena menjalankan perintah Allah, tetapi karena harga diri dan ingin dihormati oleh orang lain.

Baca Juga  Seni Dialog Orang Tua dan Anak ala Ibrahim

Hal itu terjadi pada orang-orang yang suka pamer. Pada umumnya mereka berangkat menunaikan ibadah haji dengan dua tujuan pertama memang melakukan ibadah dan kedua adalah keinginan untuk dihormati yang biasanya tersembunyi dalam hati. Banyak orang saat ini yang sering membanggakan gelar Haji-nya dengan memakai gelar tersebut di depan namanya. Dan yang lebih parah lagi yaitu masih ada orang yang tidak senang jika tidak dipanggil “Pak Haji” atau dipanggil oleh orang lain. Sesungguhnya hal itu sungguh tidak perlu dilakukan jika mereka sadar bahwa yang tahu diterima atau tidaknya ibadah haji mereka hanyalah Allah semata dan juga ibadah tersebut seharusnya hanya untuk Allah, bukan untuk dipamerkan. Meskipun kita tidak memakai tutup kepala putih (‘peci haji’) atau menggunakan gelar Haji di depan namanya, Allah Maha Tahu semua itu.

Dua kemungkinan jika orang sering menyertakan gelar Haji di depan namanya dan ke mana-mana selalu membawa peci putih adalah karena adanya riya dalam hatinya.

Membaca Alquran juga bagus dan akan mendapat pahala dari Allah sebab Alquran memang berisi ajaran dan tuntunan ke jalan lurus yang harus dibaca, dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim. Tetapi apabila kita tidak berhati-hati maka sesuatu yang baik itu akan menjadi tercela bila sudah tercemar dengan noda riya. Salah satu contohnya adalah dengan mengeraskan suaranya ketika membaca Alquran dengan maksud untuk dipuji orang lain karena suaranya bagus. Gejala lainnya ialah membaca Alquran sampai tamat selama sehari suntuk dengan menggunakan pengeras suara dengan alasan untuk syiar agama. Amalan yang semula baik tetapi akhirnya menjadi tidak baik karena mengganggu orang yang sedang ibadah atau salat (merusak kekhusyukan orang yang sedang salat) dan jika disertai keinginan hati untuk pamer.

Membaca Alquran sebaiknya tak perlu dilakukan dengan pengeras suara, karena dalam majelis itu ada beberapa orang yang sudah mendengar atau menegur jika bacaannya salah. Apabila menggunakan pengeras suara, bacaannya dapat terdengar di mana-mana Tetapi bila ada kesalahan, sedangkan orang yang berada di tempat jauh mengetahui maka sulit akhirnya untuk membetulkan/menegurnya. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan ajaran agama, seorang muslim yang mukmin jangan sekali-kali ceroboh dengan alasan macam-macam. Sesungguhnya apabila ada seorang ulama yang menyuruh demikian maka ulama tersebut dalam menciptakan hukum baru yang masih teragukan kebenarannya menurut pandangan syariat.

Bagi ulama itu sendiri mungkin tidak ada niatan untuk pamer. Tetapi seharusnya mereka juga sadar bahwa tidak semua umat yang dibimbingnya mampu memahami perintah tersebut karena mungkin ilmu mereka tidak tinggi.  Bagi masyarakat Islam yang awam hal tersebut akan mengarah kepada riya. Akibat seperti inilah yang harus dipikirkan sebelum mengeluarkan hasil ijtihad.

Hendaknya kita ingat Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis:

Pertama-tama makhluk Allah yang dimasukkan ke dalam neraka ada tiga orang. Yakni, orang yang membaca Alquran agar dikatakan (dianggap) sesungguhnya dia pandai membaca. Laki-laki yang gugur sebagai syahid dan dia tidak berperang kecuali agar dikatakan bahwa sesungguhnya dia adalah orang pemberani. Dan laki-laki yang memiliki harta kemudian dia bersedekah darinya agar dikatakan bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang dermawan….”

Demikianlah penyakit riya yang termasuk pangkal dari noda rohani. Jangan sekali-kali menurunkan nafsu untuk mendapatkan sesuatu dari sesama manusia saat melakukan ibadah itu ibadah yang kita lakukan semata-mata harus ditujukan kepada Allah.

Abdullah bin Alawi bin Muhammad Al Haddad dalam tulisannya Risalatul Mudzakarah menguraikan tentang riya sebagai berikut:

Jika engkau merasakan adanya riya dalam dirimu, maka janganlah sekali-kali engkau mencari keselamatan darinya dengan cara meninggalkan amal. Karena dengan begitu berarti engkau memuaskan kepada setan. Tetapi hendaklah engkau lihat, setiap amalan yang engkau tidak mampu untuk melakukan kecuali pada tempat yang mesti manusia melihatmu seperti haji, jihad, menuntut ilmu, sembahyang berjamaah dan semua yang berjalan seperti itu, maka hendaklah engkau mengerjakannya secara terbuka seperti apa yang diperintahkan Allah kepadamu, perangilah hawa nafsumu dan bermohonlah pertolongan kepada Allah. Adapun amalan-amalan yang tidak berada pada tingkatan ini seperti puasa, beribadah di tengah malam, bersedekah dan membaca Alquran, maka hendaklah engkau dalam amalan-amalan seperti ini benar-benar berusaha untuk menyembunyikannya. Karena mengerjakan semua itu dalam keadaan tertutup adalah lebih baik mutlak, kecuali bagi orang yang bisa mengatasi riya yang mengharapkan diikuti orang dan dia memang dari orang-orang yang berhak diikuti.”

3. Ujub

Ujub artinya merasa dirinya lebih mulia dan lebih segala keadaannya sehingga ia bangga. Dengan kata lain ujub adalah salah satu sifat yang mengagung-agungkan diri dan membangga-banggakan dirinya sendiri. Ujub termasuk pangkal utama penyakit rohani. Jika ujub ini berlanjut maka seseorang akan cenderung bersifat sombong tidak terbatas pada menyombongkan dirinya sendiri, tetapi terhadap kekayaannya, keturunannya, kedudukannya dan lain sebagainya, dia menyombongkannya.

Orang yang mempunyai kebiasaan bersifat ujub, maka ia kemana-mana menyombongkan dirinya dan menceritakan pandangan orang lain kepada dirinya yang agung, hormat, hebat dan tanggapan-anggapan lebih baik. Sesungguhnya ujub ini sangat berbahaya bagi kesehatan rohani dan ibadah kepada Allah. Dengan selalu membanggakan dirinya dan menganggap dirinya orang yang paling agung, mulia dan baik, maka akhirnya ia memandang mudah perintah Allah. Anggapan yang demikian ini akhirnya melahirkan rasa malas bertakwa kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda: “Ujub (membanggakan diri) akan merusak beberapa kebaikan seperti api memakan kayu bakar.”

Ujub akan menimbulkan kesombongan yang pada akhirnya banyak kejelekan-kejelekannya, baik di mata manusia maupun syariat agama dan juga merugikan dirinya sendiri. Dalam kehidupan di dunia dan pergaulan di masyarakat orang-orang yang bersifat sombong akan dibenci. Sedangkan menurut pandangan Allah orang yang sombong adalah yang berakhlak jelek/hina dan bagi dirinya sendiri, ia tetap bodoh karena tak mau belajar menuntut ilmu pada orang lain serta menganggap dirinya berilmu tinggi. Seandainya kita menyadari bahaya ujub maka kita akan tahu betapa banyak kerugian yang disebabkan olehnya. (MS, 2000: 153-162)

Strategi Meneguhkan Keimanan dalam Memelihara Hidayah Islam

  1. Semakin akrab dengan Alquran dengan mempelajari dan mentadaburinya.
  2. Iltizam dengan syariat Islam.
  3. Mempelajari dan menteladani kisah para nabi dan rasul.
  4. Berdoa supaya diberi keistiqamahan dalam iman, Islam, ihsan dan komitmen beribadah ritual dan sosial.
  5. Melazimkan  berzikir kepada Allah dalam segala situasi dan keadaan.
  6. Menapaki jalan yang benar dan lurus.
  7. Giat menjalani pendidikan keislaman.
  8. Meyakini jalannya ditempuh adalah dienullah.
  9. Mendakwahkan dan mensyiarkan Islam pada diri sendiri, keluarga dan lingkungan dengan santun dan penuh keadaban.
  10. Senang bergaul dan mendekati para ilmuwan keislaman (alim ulama) yang memiliki kualitas dan integritas keislaman yang mempuni.
  11. Meyakini selalu ada pertolongan Allah dalam situasi dan kondisi apapun.
  12. Mengetahui hakikat kebatilan dan selalu menjauhinya.
  13. Senantiasa memiliki karakter sabar dan syukur dalam setiap ‘cuaca’ dan ‘iklim’ kehidupan.
  14. Senantiasa meminta nasehat dari orang yang saleh ritual dan sosial.
  15. Merenungi nikmat yang sudah diberikan oleh Allah yakni nikmat Islam dan juga surga di akhirat.

Bukti Telah Meraih Hidayah Allah

Adapun bukti seseorang telah meraih hidayah dari Allah adalah:

  1. Terbuka menerima Islam secara kaffah.
  2. Istiqamah dalam ketaatan kepada Allah.
  3. Mengikuti jejak rasulullah dalam beribadah dan beramal.
  4. Melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
  5. Beriman sebagaimana para salafus saleh.

Komitmen Menjaga Hidayah Allah

Secara historis kita sudah mengenal kisah Siti Asiah (istri Firaun), Siti Asiah adalah seorang muslimah sejati walaupun berada di lingkungan keluarga Firaun yang kufur  (menyatakan diri menjadi Tuhan), Siti Asiah tetap tangguh dan teguh beriman kepada Allah walaupun ajal merenggutnya.

Begitu pula dengan Siti Masitoh (pembantu rumah tangga Firaun), dia termasuk srikandi Islam yang namanya tetap harum hingga saat ini disebabkan kegigihan dan keberaniannya yang hebat mempertahankan aqidah (keyakinan/tauhid) kepada Allah SWT, walaupun dia dan seluruh keluarganya menjadi korban kebiadaban Firaun. Semua ini disebabkan adanya hidayah agama yang telah diberikan Allah SWT kepada mereka.

Spirit hidayah Islamlah yang menjadikan mereka komit dengan tauhid walaupun berada bersama orang yang kafir dan zalim sekalipun. Sebab, ‘emas tetaplah emas walaupun ia berada dalam lumpur yang kotor’.

Firman Allah SWT:

“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. dan barangsiapa dikehendakinya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-An’am: 125).

Demikian pula dengan kisah Qabil (putra Nabi Adam a.s), istri Nabi Nuh, Kan’an (anak Nabi Nuh), merupakan contoh manusia yang telah disesatkan oleh Allah SWT. Semuanya termasuk orang yang durhaka kepada Allah padahal mereka adalah keluarga para nabi-nabi Allah SWT.

Seperti Sabda Rasulullah SAW:

“Barangsiapa yang telah diberi hidayah oleh Allah maka tidak akan ada satu kekuatan pun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan Allah tidak akan ada satu kekuatan pun yang dapat memberikan hidayah kepadanya.”

Mungkin ada suatu pelajaran yang amat berharga bagi kita mengenai hidayah ini, yaitu kasus Abu Thalib (paman Rasulullah SAW), dan yang memelihara serta pelindungnya. Tatkala Abu Thalib hampir menghembuskan napasnya, Rasulullah SAW berusaha sekuat tenaga agar Abu Thalib dapat mengucapkan dua kalimat syahadat sehingga Abu Thalib meninggal dalam keadaan Islam. Tetapi usaha Nabi SAW gagal, Abu Thalib hingga meninggal dunia tidak mengucapkan kalimat syahadat, Abu Thalib meninggal dalam keadaan ‘kufur’. Akhirnya Nabi menangis penuh dengan rasa sedih, kemudian bersabda, Demi Allah aku akan memohon ampun untukmu wahai pamanda, selama tidak dilarang oleh Allah SWT.”

Rasulullah tidak sempat memohonkan ampunan tersebut sebab telah turun wahyu Allah yang mengingatkan nabi sebagaimana firman Allah yang berbunyi:

“Tidaklah sepatunya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113)

Maka harus di sadari bahwa hidayah itu adalah milik Allah.

Seperti firman Allah SWT:

“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberikan petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56).

Sehari semalam tujuhbelas kali kita mendoakan diri kita supaya istiqamah dalam hidayah, yakni hidayah shiraathal mustaqiim, supaya kita dibimbing Allah ke jalan yang benar dan lurus.

Firman Allah:

“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
(QS. Al Fatihah: 6-7).

Untuk menginsafi akan komitmen hidayah Allah, maka patut kita renungkan firmanNya:

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.  Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179).

Maka ada baiknya kita menlazimkan doa supaya mendapat petunjuk yang lurus;

Firman Allah SWT:

“(Mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8).

 “Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” (QS. Al-Kahf {18}: 10).

Editor: Soleh

Avatar
62 posts

About author
Alumnus Program Pascasarjana (PPs) IAIN Kerinci Program Studi Pendidikan Agama Islam dengan Kosentrasi Studi Pendidikan Karakter. Pendiri Lembaga Pengkajian Islam dan Kebudayaan (LAPIK Center). Aktif sebagai penulis, aktivis kemanusiaan, dan kerukunan antar umat beragama di akar rumput di bawah kaki Gunung Kerinci-Jambi. Pernah mengikuti pelatihan di Lembaga Pendidikan Wartawan Islam “Ummul Quro” Semarang.
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds