Ular piton termasuk kategori binatang buas yang berbahaya bagi manusia. Nabi Muhammad SAW melarang umatnya mengonsumsi binatang buas, baik daging maupun minyaknya, tak terkecuali ular piton. Hal ini berdasarkan hadis:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ كُلُّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَام
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Segala binatang yang memiliki taring dari binatang buas, haram memakannya [H.R. Muslim no. 1933].
Lalu, bagaimana jika minyak ular piton itu dicampur dengan madu? Madu merupakan cairan yang dihasilkan oleh lebah, cairan ini menurut pakar ilmiah mengandung zat-zat yang baik untuk tubuh dan dapat menjadi obat segala macam penyakit. Mengenai khasiat madu sebagai obat, selain medis telah mengakuinya, al-Qur’an juga menyebutkan keistimewaannya dalam surat an-Nahl (16) ayat 69:
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِّلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan Tuhan-Mu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berfikir.
***
Mengkonsumsi minyak ular piton adalah haram sedangkan mengonsumsi madu adalah halal. Menggabungkan antara sesuatu yang haram dan halal, tidak serta merta dapat mengubah hukumnya menjadi halal, akan tetapi dimenangkan yang haram. Berdasarkan kaidah fikih;
إِذَا إِجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غُلِبَ الْحَرَامُ
Apabila berkumpul antara yang halal dan haram pada saat yang bersamaan, maka dimenangkan yang haram.
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada meraih maslahat.
Mengenai tujuan mengkonsumsi minyak ular piton yang dicampur madu sebagai upaya pengobatan, maka hukumnya tetap haram. Kecuali jika dalam keadaan darurat, yakni suatu keadaan yang akan mengancam terhadap keselamatan jiwa seseorang dan menurut para ahli di bidang pengobatan belum ditemukan sama sekali obat yang halal dan efektif menyembuhkan penyakit tersebut. Dalam keadaan darurat seperti itu, berobat dengan sesuatu yang haram boleh dilakukan. Dalam kaidah fikih disebutkan;
الضَّرُورَةُ تُبِيحُ المَحْظُوْرَاتُ
Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang.
Namun kebolehan ini hanya sekedar yang diperlukan, sebagaimana kaidah fikih yang menyatakan;
مَا أُبِيحَ لِلضَّرُورَاتِ تُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا
Apa yang dibolehkan karena keadaan darurat, diukur sekadar kedaruratannya.
Yang menyatakan kebolehan dan keefektifan obat tersebut adalah para ahli di bidangnya, yaitu dokter yang berkompeten, berdasarkan hadis Nabi saw;
إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Apabila urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya [H.R. al-Bukhari no. 59]
***
Sebagai kesimpulan, hukum asal berobat dengan mengonsumsi minyak ular piton di campur madu adalah haram, tetapi dibolehkan ketika dalam keadaan darurat dan yang menyatakan kebolehannya serta keefektifannya adalah dokter yang kompeten.
Wallahu a’lam bish-shawab.
.
Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No. 17 Tahun 2015