Mengenal Ibnu ‘Asyur
Ibnu ‘Asyur memiliki nama lengkap Muhammad Thahir bin Muhammad bin Muhammad Thahir bin Muhammad bin Muhammad Sadzuliy bin Abdul Qadir Muhammad bin ‘Asyur. Beliau lahir di Marsiy, sebuah desa di Tunisia bagian utara pada 1296 H/1879 M. Wafat pada hari Ahad, 12 Rajab 1393 H/12 Oktober 1973 M.
Beliau berasal dari keluarga terhormat yang berasal dari Andalusia. Ayahnya yang bernama Muhammad merupakan seorang yang dipercaya memegang jabatan penting sebagai ketua majlis persatuan wakaf. Muhammad menikah dengan Fatimah, anak perempuan dari Perdana Menteri Muhammad bin Azis al-Bu’atur. Dari pasangan inilah kemudian lahir Muhammad Thahir ibn ‘Asyur.
Kondisi Sosio-Historis
Secara umum, potret kehidupan Ibnu ‘Asyur terbagi menjadi 2 fragmen besar periode kehidupan.
Pertama, pada era penjajahan kolonial Perancis atas negara-negara Maghrib ‘Arabi, seperti Maroko, Aljazair, dan Tunisia. Berkisar antara tahun 1881-1956. Pada saat itu, perlawanan terhadap penjajahan dilatarbelakangi oleh adanya pemikiran Muhammad Abduh sebagai pembaharu Islam yang ada di Mesir.
Dengan adanya pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh yang ada di majalah al-Urwah al-Wusqo, masyarakat Tunisia pun melakukan perlawanan terhadap penjajah. Adapun reformis Tunisia pada masa itu adalah Khoiruddin Abdunnisi.
Kedua, sementara pada masa ini adalah masa kemerdekaan yang diraih oleh rakyat Tunisia pada tahun 1956 sampai 1973. Tahun di mana Ibnu ‘Asyur wafat.
Riwayat Pendidikan
Ibnu ‘Asyur memiliki keluarga yang hidup dengan nuansa ilmiah. Beliau juga seorang yang jenius dan cinta kepada ilmu. Sejak kecil, beliau sudah dibimbing oleh kakeknya yang merupakan salah seorang syaikh di Bu’atur. Kakek Ibnu ‘Asyur sangat sayang dan perhatian kepadanya. Dari kakenya, Ibnu ‘Asyur memperoleh berbagai ilmu agama.
Di Masjid Sayyid al-Mujawar, Tunis beliau mulai menghafal dan mempelajari Al-Qur’an kepada Syaikh Muhammad al-Khiyariy dan mempelajari Syarh al-Syaikh Khabib al-Azhariy ala al-Jurumiyah. Selain itu, Ibnu ‘Asyur juga diajarkan untuk menghafal kumpulan matan-matan ilmiah, seperti matan ilmiah al-Risalah dan al-Qathar.
Pada tahun 1310 H, dalam usia yang masih relatif muda Ibnu ‘Asyur melanjutkan pendidikannya ke al-Jami’ah al-Zaitunnah. Di jami’ah ini, Ibnu ‘Asyur memperoleh berbagai ilmu agama. Baik ilmu yang bertujuan syari’ah (maqasid), seperti tafsir Al-Qur’an, Qira’at Hadis, Musthalah Hadis, ilmu kalam, Usul Fikih, dan lain-lain. Maupun ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai sarana (wasilah) seperti ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan manthiq.
Karya-Karya Ibnu ‘Asyur
Dengan berbagai bidang keilmuan yang Ibnu ‘Asyur miliki. Maka, banyak juga karya yang bisa beliau tuliskan.
- Tafsir Tahrir wa Tanwir
- Maqasid al-Syari’ah al-Islmiyah
- Al-Waqfu wa Atsaruhu
- Kasyfu al-Mughtha min al-Ma’aniy wa al-Alfazh al-Waqi’ah fi al-Muwattha’
- Ushul al-Nizam al-‘Ijtima’i fi al-Islam
- Alaisa al-Subhu bi Qarib
Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsir
Kitab tafsir Tahrir wa Tanwir ini pada mulanya ditulis dalam majalah yang diterbitkan oleh al-Jami’ah al-Zaitunnah. Penerbitannya mencapai 90 edisi. Kemudian kitab Tahrir wa Tanwir diterbitkan secara lengkap di Tunisia pada tahun 1969 M. Kitab ini terdiri dari 15 jilid yang berisi penafsiran 30 juz dari Al-Qur’an al-Karim.
Pada muqaddimah di kitab tafsirnya, Ibnu ‘Asyur menceritakan keinginannya menulis kitab tafsir. Karena sejak lama sudah mempunyai cita-cita untuk menuliskan tafsiran Al-Qur’an, beliau ingin menjelaskan kepada masyarakat apa yang dapat membawa kepada kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.
Beliau juga menjelaskan tentang kebenaran akhlak mulia, kandungan balaghah, ilmu syari’at, dan menjelaskan pendapat-pendapat para mufasir saat menafsirkan Al-Qur’an. Selain itu, beliau menyampaikan bahwa kitab-kitab tafsir sebelumnya tidak didapati penambahan.
Isi kitab-kitab tafsir sebelumnya masih berupa kumpulan pendapat-pendapat terdahulu (penafsiran bil riwayah), tidak adanya inovasi. Maka menurut Ibnu ‘Asyur, kitab-kitab tafsir tersebut hanya menjelaskan penafsiran pendapat-pendapat terdahulu yang terkadang hanya ada secara global dan terperinci.
Isi Muqaddimah
Muqaddimah tafsir Tahrir wa Tanwir sangat panjang. Kurang lebih berjumlah 130 halaman. Respons atau komentar salah satu ulama, Gamal al-Banna yang mempunyai kitab tafsir al-Qur’an al-Karim baina al-Qudama’ wa Muhaditsin, menjelaskan pandangan beliau terkait penafsiran zaman dahulu dan belakangan ini.
Menurut Gamal al-Banna, salah satu keistimewaan tafsir Tahrir wa Tanwir terlihat dari muqaddimahnya. Dalam muqaddimah, penulis memberikan wawasan kepada pembaca mengenai dasar-dasar penafsiran, bagaimana seorang penafsir, penafsir berinteraksi dengan kosa kata, mufasir harus memahami betul struktur bahasa dan lain sebagainya.
Untuk itu diberikan gambaran secara global terkait muqaddimah.
Pertama, tentang berbicara tafsir, takwil, dan posisi tafsir sebagai ilmu.
Kedua, tentang alat bantu ilmu tafsir.
Ketiga, tentang keabsahan tafsir tanpa penukilan (yaitu murni dengan logika) dan penafsiran berdasarkan nalar.
Keempat, tentang penjelasan seorang mufasir itu sendiri.
Kelima, tentang konteks turunnya ayat al-qur’an (asbab al-nuzul).
Keenam, tentang aneka ragam bacaan (qira’at).
Ketujuh, tentang qasas Al-Qur’an (kisah-kisah Al-Qur’an).
Kedelapan, tentang nama, jumlah ayat, jumlah surat, dan susunan surat.
Kesembilan, tentang makna-makna yang dikandung oleh kalimat-kalimat dalam Al-Qur’an.
Kesepuluh, tentang kemukjizatan Al-Qur’an dari aspek kebahasaannya.
Editor : Revoluna Zyde Khaidir