Perspektif

Karakteristik Tafsir Al-Qur’an Al-Kariim Karya Mahmud Yunus

2 Mins read

Latar Belakang Penulisan Tafsir

Salah satu karya paling monumental dari Mahmud Yunus adalah Tafsir al-Qur’an al-Kariim. Tafsir ini mulai digagas oleh beliau selama 2 tahun pada tahun 1922 M dan kemudian berhasil diterbitkan pada tahun 1938 M.  Pada mulanya tafsir ini berbentuk terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa melayu, kemudian direvisi dan dilengkapi dengan penafsiran-penafsiran ayat. Menurut beliau, karya tafsirnya ini merupakan hasil dari “penyelidikan” secara mendalam yang dilakukannya sejak usia 20 tahun hingga 72 tahun.

Dalam rentang waktu yang cukup lama yakni 53 tahun, Mahmud Yunus juga melakukan penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini menimbulkan reaksi keras dan protes yang terus bermunculan dari kalangan umat Islam secara umum ataupun Ulama terkemuka. Mereka beranggapan bahwa yang dilakukan Mahmud Yunus saat itu termasuk perbuatan langka, bahkan diharamkan.

Sistematika Penulisan Tafsir

Mahmud Yunus menyajikan tafsirannya dengan membagi halaman menjadi dua bagian. Pada bagian sisi kanan, beliau menempatkan teks ayat-ayat al-Qur’an dalam tulisan huruf Arab dan pada bagian sisi kiri terjemahannya dalam tulisan huruf latin. Beliau menuliskan penafsirannya serta penjelasan rincinya di bagian catatan kaki terhadap ayat-ayat yang membutuhkan penjelasan. Hampir 60% karya tafsir ini berupa terjemahan teks al-Quran dan 40% berupa penafsiran dan penjelasan.

Dalam penyajian awal tafsir, Mahmud Yunus memulai dengan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang dan sedikit informasi revisi di beberapa tempat. Pendahuluan ini hanya berkisar kurang lebih lima halaman. Yang membedakan tafsir ini dengan tafsir-tafsir lainnya yaitu di bagian paling akhir penyajian tafsir, beliau menyertakan 32 halaman khusus yang terdiri dari  kesimpulan isi al-Quran. Dimana kesimpulan itu memuat hukum-hukum, etika (akhlak), ilmu pengetahuan, ekonomi sejarah dan lain sebagainya.

Baca Juga  Dana Haji itu Aman, Jangan Memperkeruh Suasana

Sumber Penafsiran

Berdasarkan sumber penafsiran, tafsir karya Mahmud Yunus menggunakan metode muqaran, yaitu penggabungan penafsiran dari sumber bil ma’tsur dan bil ra’yi. Dengan menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, hadits Rasulullah, perkataan sahabat yang berkaitan dengan keterangan sebab-sebab turunnya ayat, perkataan tabi’in, ijtihad bagi mujtahid dan menggunakan kaidah-kaidah bahasa arab bagi ahli ilmu bahasa.

Selain itu, Mahmud Yunus juga menjadikan beberapa pendapat lain sebagai sumber penafsirannya seperti: Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, Syaikh Muhammad Syaltut. Beliau juga merujuk pada pendapat-pendapat para imam mahdzab dalam menjelasakan ayat-ayat yang berkenaan dengan fiqih. Karya-karya lain yang dijadikan sebagai sumber rujukan tafsir ini diantaranya adalah tafsir at-Thabari, tafsir Ibnu Katsir, tafsir al-Qasimy, Fajrul Islam dan Zhuhurul Islam.

Metode dan Corak Penafsiran

Disebutkan bahwa metode penafsiran yang digunakan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Kariim ini yaitu metode penafsiran ijmali (global). Dimana seorang mufasir berusaha untuk menjelaskan kandungan makna ayat-ayat al-quran secara global tanpa uaraian yang panjang lebar.

Corak-corak penafsiran yang yang ada pada tafsir karya Mahmud Yunus ini dikatakan sebagai corak pembaharuan yang ada di Indonesia. Beliau merupakan pelopor dari pembaharuan berbagai corak tersebut. Adapun corak-corak penafsirannya meliputi, corak ‘Ilmi, corak sosial dan corak intelektual. Adanya corak ‘Ilmi dalam tafsir ini dikarenakan adanya kesesuaian tujuan dalam penulisan, yaitu untuk menggali kandungan-kandungan al-Qur’an. Kemudian dikolaborasikan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kini.

Dalam tafsir ini, Mahmud Yunus memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan perspektif teori ilmiah modern. Tentunya juga disertai dengan pemaparan temuan-temuan ilmiah modern sebagai perbandingan antara fenomena-fenomena dan pesan ajaran al-Qur’an. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan dengan kondisi yang kekinian.

Baca Juga  Membuka Jalan Bagi Perempuan di Era Digitalisasi

Adanya corak sosial dalam tafsir ini, Mahmud Yunus sangat menonjolkan penyampaian nilai-nilai sosial. Hal ini dianggap sebagai sebuah jalan untuk merealisasikan tujuannya melalui tulisan, yaitu untuk menyampaikan dakwah islamiah dan menjadikan ajaran dasar islamiyah sebagai petunjuk universal. Corak sosial ini Nampak dalam penafsirannya dengan penjelasan-penjelasan yang menggunakan adat dan tradisi sosial budaya, khususnya Minangkabau sebagai tempat kelahirannya.

Sedangkan corak intelektual dalam tafsir ini ditunjukkan sebagai perantara untuk mengantarkan generasi intelektual dalam membimbing umat manusia untuk mengamalkan ajaran Islam. Salah satu upaya yang dilakukannya yaitu dengan menambahkan ungkapan umum yang banyak diketahui dan dikenal oleh masyarakat Indonesia pada saat itu. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dan umat manusia lebih terbuka dalam memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.

Editor: Yeni Ika S

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *