Perspektif

Ibnu Khaldun: Bapak Sosiolog Muslim

4 Mins read

Kita sebagai mahasiswa yang menjadi maha daripada siswa-siswa seharusnya kita lebih mengetauhi dan memahami banyak hal. Bukan seperti kebanyakan mahasiswa saat ini yang hanya sibuk dengan keilmuannya sendiri, sehingga melupakan dan membiarkan apa yang terjadi di negaranya, atau lebih tepat dikatakan cuek dengan keadaan sekitar. Lalu siapa yang menyandang gelar agents of changes??

Apabila mereka hanya disibukkan dengan tugas-tugas kuliah dan ada juga yang sibuk menjilat dosen, karena bagi mereka IPK-lah yang utama. Melupakan apa yang menjadi amanah untuk mereka emban. Mengapa tidak mencoba mengkaji keilmuan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, hadis,dan ijma’, ada juga pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh besar Islam.

Namun, kebanyakan mahasiswa sekarang lebih senang mengkaji dan mendiskusikan pemikiran barat dan melupakan keilmuan Islam. Bukan bermaksud melarang mengkaji pemikiran barat. Bahkan kita juga perlu mengetauhi dan memahami betul pemikiran barat. Jika sudah mengetauhi segala hal keilmuan Islam dan Barat, kita bisa mengkolaborasikan pemikiran Islam dan Barat tersebut.

Kita juga mampu mengawal sekaligus menghantam pemikiran-pemikiran nyeleneh yang ingin menghancurkan Islam dan negara kita tercinta Indonesia. Hal ini seperti yang diajarkan tokoh besar kita yaitu Ibnu Khaldun.

Sejarah adalah pertanggungjawaban masa lalu kita. Kita sebagai manusia lah yang menorehkan kisah apa yang akan kita suguhkan pada masa depan. Kita bisa memulai mengisinya dengan pemikiran dan menorehkan dengan tindakan. Pada abad 14, sejarah peradaban bangsa-bangsa sedang mengalami keadaan jatuh-bangun, terkhusus dunia Islam.

Sosok Ibnu Khaldun

Sosok besar bernama Ibnu Khaldun tampil sebagai politikus, sejarahwan, dan sosiolog. Di samping pelaku sejarah, ia juga sejarahwan yang memaknai peristiwa dengan tulisan-tulisannya. Tulisan yang monumetal membuat dunia keilmuan melirik Ibnu Khaldun. Pemikirannya dianggap penting dalam membangun peradaban dunia, terkhusus dunia Islam.

Baca Juga  Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra, Apa Dampaknya?

Franz Rosental, adalah orientalis pertama yang mempunyai perhatian pada sarjana-sarjana muslim pada abad 14. Dia yang menerjemahkan Muqaddimah milik Ibnu Khaldun, pembuka dari kitab al-‘ibar. Inilah awal mula Ibnu Khaldun bangkit kembali sebagai sarjana muslim yang terkenal di dunia hingga saat ini.

Pemikiran-pemikiranya tentang kemasyarakatan masih sangat relevan pada kehidupan kita saat ini. Tidak heran, pemikirannya menjadi diskursus tidak hanya di dunia Islam, tetapi dunia Barat, termasuk Andalusia (Spanyol) tempat ia aktif dikancah perpolitikan. Ibnu Khaldun menampakan wajah asli intelektualnya melalui Muqaddimah dan kitabnya al-‘ibar.

Bahkan, setelah dunia mengkaji karya-karyanya, justru pemikiran Ibnu Khaldun menjadi cikal bakal filsafat sejarah dan ilmu sejarah. Selain itu di bidang Sosiologi,  para pelajar pindah haluan dari yang sebelumnya menganggap Auguste Comte sebagai “Bapak Sosiologi” kemudian beranggapan yang pantas disebut “Bapak Sosiologi” itu Ibnu Khaldun. Melalui Muqaddimah, Ibnu Khaldun memberi janin pada sosiologi yang sebenarnya dilahirkan sebelum Auguste Comte melalui positivism-nya.

Biografi dan Setting Pemikiran Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun berama lengkap adalah Waliyuddîn Abu Zaid Abdurrahmân bin Muhammad Ibnu Khaldun al-Hadrami al-Ishbili. Beliau dilahirkan di Tunisia, Afrika Utara pada awal Ramadlan 732 H / tanggal 27 Mei 1322. Ia wafat di Kairo pada tanggal 17 Maret 1406. Keluarganya bernasab al-Hadrami karena asal dari Hadramaut yang kemudian berimigrasi ke Seville (Spanyol) pada abad ke-8 setelah semenanjung itu dikuasai Arab Muslim.

Ibnu Khaldun hidup saat keadaan berbagai bangsa sedang gonjang-ganjing, di mana zaman Ibnu Khaldun ini mengalami deklinasi(runtuh). Andalusia runtuh, Abasyiah jatuh, Qatar dan Timur Lenk mulai menginvansi, Mongol mulai datang, dan mulai meruntuhkan negaranya.

Ibnu Khaldun lahir dari keluarga terdidik. Sejak kecil Ibnu Khaldun terlibat dalam kegiatan intelektual di kota kelahirannya. Dia mengamati dari dekat kehidupan politik. Kakeknya pernah menjabat menteri keuangan di Tunisia, sementara ayahnya sendiri adalah seorang administrator dan perwira militer.

Baca Juga  Kesejahteraan Pendidikan Dimulai dari Anggaran

Ibnu Khaldun di masa kecilnya ternyata sangat tertarik pada dunia ilmu pengetahuan. Di usianya yang relatif muda, ia telah menguasai ilmu sejarah, sosiologi, dan beberapa ilmu klasik, termasuk ulum aqliyah (ilmu filsafat, tasawuf, dan metafisika).

Ibnu Khaldun sebelum berguru ayahnya selalu mengajari dan mempelajari ilmu pada sejumlah guru, antara lain: Abu Abdillah Muhammad bin al-Arabi al-Hashasyiri, Abu al-Abbas Ahmad bin al-Qushshar, dan guru lainnya. Ia mempunyai kecerdasan yang sangat cemerlang, sehingga banyak yang mengatakan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang Ensiklopedis (kamus berjalan).

Setelah menginjak dewasa, Ibnu Khaldun mulai aktif dalam kegiatan politik yang mengantarkannya menduduki posisi strategis sampai akhirnya bosan dipolitisasi. Khaldun muda mendapatkan kepercayaan untuk menjadi sekretaris Sultan Abu Inan dari Fez, Maroko. Padahal, waktu itu usianya masih 20 tahun.

Singkat cerita, setelah sekian lama aktif di bidang politik hingga ia dipolitisasi diangkat-copot jabatan terus menerus, ia bosan dan memilih mundur dari dunia politik, lalu konsentrasi untuk keilmuan. Kebalikan orang hari ini, banyak dari mereka yang pinter, teoritis, kapasitas intelektual tinggi tapi, itu digunakan untuk mencari jabatan.

Ibnu Khaldun mulai menyendiri dan kembali ke Mesir sampai ia menutup usia di sana. Ia ingin meluangkan waktunya berkontribusi untuk peradaban melalui jalur intelektual. Ia mulai menulis berbagai tulisan yang ia dapat dari berbagai pengalamannya di dalam bidang politik. Ibnu Khaldun tercatat sebagai ilmuwan Muslim pertama yang serius menggunakan pendekatan historis (sejarah) dalam wacana keilmuan Islam.

Perintisan Ibnu Khaldun terhadap metode historis yang murni ilmiah awalnya tidak pernah ditanggapi dengan serius, dan bahkan terlupakan. Namun ia tidak putus asa, hingga ditampilkan kembali karyanya dalam al-Muqaddimah. Pada abad ke-19. Ini yang membuatnya dikenal sebagai ilmuan pioner yang memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung fakta-fakta yang terjadi.

Baca Juga  Peganglah Fatwa Kolektif para Ulama Kredibel, Bukan Fatwa Medsos!

Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan gejala sosial dengan metode-metodenya yang masuk akal. Orang-orang dapat melihat bahwa ia menguasai gejala-gejala sosial tersebut. Ibnu Khaldun berusaha memegang teguh pendapatnya, Muqaddimah merupakan hasil dari pengalaman empiris selama yang ia rasakan. Ia cenderung melakukan pengamatan terlebih dahulu sebelum membuat metodologi.

Ibnu Khaldun mengajarkan pada kita bahwa sebelum memperoleh ilmu pengetauhan, kita harus punya basic yang kuat yaitu keagamaan yang matang. Bagaimanapun juga, percuma jika kita memiliki segudang ilmu pengetauhan jika kita tidak mengaplikasikannya. Atau lebih parah lagi, jika kita malah menggunakan ilmu pengetuahan yang kita miliki untuk menghasut dan membodohi orang lain.

Mahasiswa yang nantinya sebagai calon intelektual cobalah kita mulai mencintai ilmu dan bijak mengamalkannya sedikit demi sedikit. Agar ilmu yang kita miliki tidak berhenti pada diri kita saja. Jadikan ilmu yang kita dapatkan menjadi penolong sekaligus pemecah masalah atas problem yang digeluti bangsa kita saat ini.

Semoga kita menjadi mahasiswa yang sebenar-benarnya mahasiswa melakukan semua lillah demi Allah SWT, termasuk menuntut ilmu ini. Sehingga berkahlah ilmu yang kita dapatkan dan berguna bagi khalayak banyak.

Editor: Yahya FR
Avatar
3 posts

About author
Hanya pelaku nafas yang fakir ilmu. Suka ketenangan, tapi takut sepi. Peminat kajian filsafat dan kejiwaan.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds