“Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan.”
Sebuat quote yang berasal dari filsuf dan dokter Muslim Ibnu Sina sedang populer akhir-akhir ini. Di tengah pandemi yang kembali meningkat, meme berisi quote tersebut banyak beredar di media sosial.
Isinya bagus untuk membuat masyarakat tetap tenang dan sabar dalam menghadapi pandemi. IBTimes.ID pernah mengulas perkataan Ibnu Sina tersebut dalam tulisan Ihwanun Nafi’.
Ibnu Sina Bapak Kedokteran Modern
Saya tertarik dengan sumber dari quote tersebut, yakni Ibnu Sina. Bagi yang pernah membaca mengenai era keemasan Islam tidak akan asing dengan nama Ibnu Sina. Ibnu Sina merupakan seorang muslim yang telah hafal Al-Qur’an sejak usia 10 tahun. Dia mengambil kuliah kedokteran pada usia 16 tahun dan menjadi dokter di usia 18 tahun. Ibnu Sina juga mendalami ilmu filsafat dan dikenal sebagai filsuf muslim.
Karya Ibnu Sina yang terkenal adalah Qanun fi ath Thibb (Canon of Medicine) di bidang ilmu kedokteran dan Asy Syifaa’ yang berisi uraian tentang filsafat, metafisika, logika, dll. Kitab Qanun fi Ath-Thibb menjadi rujukan wajib ilmu kedokteran di Barat.
Ia dijuluki sebagai Bapak Kedokteran Modern karena berhasil menggabungkan teori pengobatan Hippocrates dan Galen dari Yunani, pengalaman ahli pengobatan India dan Persia, serta pengalamannya sendiri.
Saya berani mengatakan bahwa ilmu kedokteran modern yang berkembang hari ini masih bersanad kepadanya. Ia merupakan model ideal seorang ilmuwan muslim yang berhasil menggabungkan secara harmonis zikir dan pikir sebagaimana perintah Allah SWT dalam QS. Ali Imran: 190-191. Dia juga menjadi cerminan era keemasan Islam di mana peradaban Islam terbuka untuk belajar dari peradaban lain dan mengembangkannya.
Umat Islam dan Sikap Anti Sains
Sayangnya melihat kondisi sebagian umat Islam hari ini, jangan-jangan jika Ibnu Sina bisa hidup kembali di zaman sekarang, beliau akan bersedih. Hal ini karena semangat kajian ilmiah berbasis eksperimen rasional dan empiris semakin memudar.
Digantikan dengan semangat kembali kepada nash secara berlebihan. Ia juga mungkin akan sedih karena sebagian umat Islam ada yang mati-matian memusuhi ilmu kedokteran modern yang dulu pernah dikembangkannya.
Sebagian umat Islam hari ini ada juga yang melakukan kampanye hitam kepada Ibnu Sina. Ia dituduh Syiah dan sesat. Mereka menyuruh lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak lagi menggunakan nama Ibnu Sina. Mereka mengutip pernyataan-pernyataan ulama yang mencela Ibnu Sina. Padahal terlepas dari dinamika pemikiran pada masa itu, kontribusi Ibnu Sina seharusnya tidak perlu diragukan lagi.
Jauh sebelum pandemi Covid-19 muncul, sudah banyak pemikiran-pemikiran anti sains yang muncul di dunia Barat. Pemikiran anti sains ini didasarkan kepada teori konspirasi yang entah darimana asalnya. Contohnya adalah penolakan terhadap vaksin dan kepercayaan bahwa bumi datar.
Sayangnya, pemikiran anti sains yang berasal dari Barat ini diadopsi secara tidak kritis oleh umat Islam, bahkan dicari-cari dalilnya. Akhirnya banyak umat Islam yang percaya bahwa vaksin adalah konspirasi dan bumi berbentuk datar.
Kepercayaan ini berdampak dalam penanganan pandemi Covid-19 hari ini. Terlepas dari ketidakbecusan pemerintah dalam menangani pandemi, namun sikap anti sains juga nyata muncul di masyarakat. Hal ini juga mempersulit upaya-upaya penanganan pemerintah dalam menghilangkan pandemi Covid-19.
Pikiran anti sains juga membuat masyarakat begitu mudah percaya kepada pernyataan-pernyataan yang tidak teruji validitasnya. Masyarakat juga mudah terhasut untuk meragukan otoritas-otoritas resmi seperti WHO dengan alasan konspirasi.
Meneladani Ibnu Sina
Pemikiran tersebut seharusnya tidak muncul jika kita meneladani sosok Ibnu Sina, yang bisa menjadikan agama inspirasi untuk mengembangkan sains. Bukan mengkerdilkan agama menjadi apa yang terdapat dalam nash semata. Ayat Allah SWT itu tidak hanya ayat qauliyah berupa Al-Qur’an dan sunah, namun juga ada ayat kauniyah yang terbentang luas.
Jika ia berhasil memaksimalkan potensi zikir dan pikirnya dalam mempelajari ayat kauniyah, maka sebagian umat Islam hari ini lebih senang hanya berkutat pada ayat qauliyah lalu menolak ayat kauniyah. Lebih parahnya umat Islam hari ini lebih senang mencocok-cocokkan penemuan ilmuwan Barat dengan ayat qauliyah. Hal ini tidak baik bagi peradaban umat Islam dalam jangka panjang.
Sikap yang terbaik adalah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an, antara zikir dan fikir perlu ada keselarasan yang akan melahirkan sosok Ulul Albab. Ulul Albab adalah orang yang memaksimalkan potensi akal dan indranya dengan motivasi Ilahi untuk mengamati alam semesta. Bukan orang yang mudah percaya teori konspirasi atau cocokologi.
Sikap Muhammadiyah selama ini dalam menghadapi pandemi Covid-19 merupakan bukti bahwa antara ajaran agama yang bersumber dengan wahyu dan penemuan sains bisa didialogkan dan diharmoniskan satu sama lain.
Muhammadiyah melakukan vaksinasi massal dengan spirit ajaran agama hifzun nafs. Muhammadiyah juga mengimbau beribadah di rumah dulu selama pandemi dengan alasan yang sama. Ibnu Sina mungkin akan tersenyum saat melihat gerakan Muhammadiyah.
Editor: Rozy