Tepatnya di tanggal 11 Januari 2025 lalu, jagat media online dihebohkan dengan sebuah video yang memperlihatkan Khabib Nurmagomedov — Atlet petarung MMA sekaligus seorang muslim pertama yang memenangkan ajang UFC—sedang berdebat dengan seorang pramugari di dalam sebuah pesawat di Las Vegas menuju San Francisco, Amerika serikat. Pramugari tersebut memanggil petugas keamanan dan mengusir Khabib dengan seenaknya. Dengan alasan, Khabib Nurmagomedov duduk di dekat pintu darurat yang dianggap akan sulit untuk membantu penumpang lain jika terjadi kedaruratan.
Khabib sedikit pun tidak membalas dengan kekerasan. Meski dia telah diperlakukan kasar, tidak adil dan sudah berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dengan baik. Khabib tetap tenang lalu memilih berdiri, jalan dan turun dari pesawat. “… What was the base for that, racial, national or other one, I’m not sure. … I did my best to stay calm and respectful as you can see on the video.” Tulisnya di akun resmi Instagram miliknya. Bahkan lebih lanjut lagi dia tidak membalas dengan kata-kata jelek di media, tetapi justru memberikan saran yang santun, “But those crew members could do better next time and just be nice with clients.” Tulisnya di caption feed-nya itu.
Alhasil, setelah insiden ini viral, banyak kecaman untuk Frontier Airlines dari berbagai kalangan tokoh publik terutama para netizen. Hal itu berdampak buruk pada reputasi yang signifikan bagi maskapai tersebut. Saat pertama kali penulis melihat video tersebut, rasanya geram dengan perilaku kru maskapai, tetapi salut dengan sikap Khabib Nurmagomedov. Lantas, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari kejadian tersebut?
Amarah, Sakit Hati, dan Balas Dendam
Di zaman sekarang, betapa banyak manusia yang sulit menahan ego, amarah, dan lebih memilih memenangkan hawa nafsu fujur dengan melakukan tindak kekerasan. Padahal jika mau berusaha menahan amarah, kita akan mendapat banyak keuntungan di dunia maupun di akhirat.
Sebagaimana sabda Nabi saw, “Siapa yang menahan emosinya, maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridaan pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Umar).
Menahan amarah juga tidak baik jika terlalu lama dan tidak melakukan apa-apa. Emosi amarah yang terpendam akan menjadi dendam kesumat sehingga hati menjadi tidak sehat. Hati yang sakit akan memberikan dampak buruk kepada fisik dan rentan terkena penyakit. Seperti darah tinggi, strok sampai gagal jantung.
Sebuah penelitian pada 2012 yang dipublikasikan dalam jurnal Cognitive Behavior Therapy—dalam bukunya Ayah Edy, yang berjudul, Mendidik Anak Tanpa Teriakan dan Bentakan—menyatakan bahwa marah memperburuk gejala gangguan kecemasan umum/Generalized Anxiety Disorder (GAD). GAD adalah kondisi ketika penderitanya merasa cemas secara konstan dan tak bisa mengendalikannya. Jenis marah yang memengaruhi GAD bukan hanya yang meledak-ledak, tetapi juga yang dipendam.
Janganlah Marah, Bagimu Surga
Kalau kita tidak boleh marah, lalu kenapa Allah Swt menciptakan marah? Bukannya tidak boleh, tetapi mampu mengendalikannya. Allah Swt yang menciptakan perasaan marah sebagai naluri pada diri manusia. Namun, Dia juga menciptakan akal supaya manusia mau berpikir dan mempelajari hikmahnya.
Seorang pengarang dan psikolog, Dr. Phil McGraw, menyatakan bahwa, “Amarah tak lain hanya ekspresi diri yang terluka, takut dan frustasi.” Dari pendapat ini bisa diartikan, amarah lahir dari pola pikir yang tidak jernih. Pikiran yang suntuk dan sedang kacau kemudian tertuang dalam ucapan dan tindakan yang negatif.
Nabi Muhammad Saw telah mengajarkan, saat marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Jika dengan itu sudah reda, maka cukup. Namun, ketika emosi amarah itu masih membara, maka berbaringlah. Istirahat. Kalau belum juga selesai, kita dianjurkan untuk berwudu dan lebih utama lagi dilanjutkan dengan mendirikan salat.
Intinya, pada saat di dalam konflik, kita sadari bahwa amarah mulai menguasai diri. Jangan sampai terpancing untuk meledak. Kita terima dan pahami situasi. Diam terlebih dahulu. Ambil jeda sejenak. Setelah itu, kita pergi melakukan aktivitas untuk meredamkan amarah di dalam hati.
Seseorang pernah datang kepada Rasulullah saw untuk meminta wasiat. Ia pun bertanya berkali-kali dan jawaban Nabi Saw tetap sama, “Janganlah engkau marah”. Ini sebagai nasihat betapa pentingnya anger management atau cara mengendalikan amarah bagi kehidupan kita.
Menahan Amarah Termasuk Kecerdasan Emosional
Ketika seseorang mampu memanajemen amarahnya dengan baik, hal ini menunjukkan emosional question atau kecerdasan emosional yang bagus. Penelitian psikologi menjelaskan, kecerdasan emosional berkontribusi dua kali lipat dibandingkan dengan intelligence question atau kecerdasan intelektual. Sebab kecerdasan emosional memegang peran yang sangat penting dalam kesuksesan seseorang. Terlebih dalam kehidupan sosial yang mengharuskan untuk berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar.
Untuk memiliki kecerdasan emosional yang tinggi kita dapat melatih diri agar bisa mengusai lima soft skill berikut ini. Pertama, self awareness, yakni kita mampu mengenali emosi diri sendiri sehingga dapat mudah mendengar dan menerima kritik dari orang lain. Kedua, self regulation, yakni kita mampu mengontrol emosi sehingga tahu kapan harus mengeluarkan emosi.
Ketiga, motivation, yakni kita mampu memotivasi diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. Keempat, empathy, yakni kita mampu berempati dalam kepedulian dan ketulusan secara emosional dengan orang lain. Kelima, social skill, yakni kita mampu berkomunikasi dan membangun relasi dengan baik. Dengan kemampuan lima soft skill tersebut, kita menjadi pribadi yang bisa mengatasi tekanan dengan bijak sehingga dapat lebih mudah mengatur stres.
Begitulah, orang bijaksana dengan mental yang matang serta berpikiran dewasa, sewajarnya punya cara yang lebih baik untuk meredakan amarahnya. Karenanya, hal tersebut memberikan efek yang positif pada sekitarnya.
So, apa yang dilakukan Khabib Nurmagomedov layak kita jadikan sebagai teladan dalam belajar mengenai sabar. Dia tidak menggunakan keahliannya untuk melampiaskan amarah, meski itu mudah saja baginya. Dia sudah sampai pada level kesadaran dan kebijaksanaan yang tinggi. And then, stay positive in attitude. Because, it is not what happens to you, but how you react to it that matters.
Editor: Soleh