Sebenarnya tak begitu mengejutkan ketika kita mendengar bahwa Ibnu Sina, atau yang dikenal dengan Bapak Kedokteran ini menjadi pencetus ilmu psikologi. Karena memang ia mampu menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan apik.
Sejarah mencatat bahwa Ibnu Sina memiliki banyak identitas yang melekat pada dirinya, sebagai seorang filsuf, pujangga, juga ilmuwan.
Ketajaman otak dan ingatannya yang kuat tak dapat diragukan lagi. Terbukti bahwa banyak bidang ilmu yang dimilikinya, mulai dari ilmu agama, filsafat, politik, dan kedokteran berhasil dikuasainya dalam waktu yang sangat singkat, yakni hanya dalam waktu 13 tahun (Ulum, 2017).
Anthony Nutting dalam The Arabs memujinya dengan kalimat mengagumkan, “Orang yang terbesar dari semua ahli-ahli yang berilmu serba lengkap dan satu-satunya yang menonjol dari filsuf-filsuf yang berhasil menguasai berbagai ilmu di zaman kejayaan Dinasti Abbasiyah, ialah Ibnu Sina.”
Ilmuwan yang Terlupakan
Banyak yang melupakan peranan penting ilmuwan muslim dalam pemikirannya yang berkaitan dengan psikologi (ilmu kejiwaan).
Umumnya, mereka yang berasal dari Barat, memulai kajian psikologi dari para pemikir Yunani, seperti Plato dan Aristoteles. Kemudian, langsung menuju kepada pemikiran para tokoh Eropa abad pertengahan dan masa kebangkitan (renaisans).
Artinya, di sana mereka memotong bagian tengah dari sejarah. Padahal, para ilmuwan muslim banyak berperan dalam menjembatani jalannya masa-masa tersebut.
Banyak dari karya para ilmuwan muslim yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, kemudian memengaruhi pendapat para pemikir Eropa abad pertengahan.
Salah satu filsuf Islam yang memiliki perhatian lebih kepada ilmu jiwa adalah Ibnu Sina. Ia dapat mencapai pengetahuan tentang hukum proses conditioning sebelum ditemukan oleh Ivan Pavlov (Ulum, 2017).
Ibnu Sina, Pencetus Ilmu Psikologi
Menurut The Universal World Reference Encyclopedia, awal mula lahirnya pemikiran psikologi ditemukan pada abad ke-5 SM, dari murid Phytagoras.
Setelah itu, dilanjutkan oleh Aristoteles, yang merupakan murid dari Plato, dengan bukunya yang terkenal, yakni De Anima. Barulah pada abad pertengahan, di tangan sarjana Arab, psikologi mendapatkan ruang tersendiri untuk berkembang.
Dari para tokoh muslim abad pertengahan, memang ada beberapa yang menyumbangkan pemikirannya dalam ilmu psikologi, seperti Razi, Al-Farabi, Ibnu Maskawaih, dll. Namun, dari kesemua itu, tidak mengurangi pengakuan kita kepada Ibnu Sina sebagai pencetus ilmu psikologi.
Ibnu Sina banyak berbicara psikologi, yang mana ia lebih memilih menggunakan istilah “jiwa” dalam penyampaiannya.
Karya-karya Ibnu Sina
Hanna Al-Fakhruri dkk menyebutkan bahwa tidak kurang dari 7 buku yang dikarang oleh Ibnu Sina yang membahas mengenai ilmu psikologi, di antaranya yaitu:
- Risalah fi Ma’rifat An-Nafs An-Nathiqab wa Ahwaliha (risalah tentang perkembangan jiwa dalam segala keadaan)
- Ikhtilaf An-Nas fi Amr An-Nafs (berbagai macam pendapat para ahli tentang jiwa)
- Baqa An-Nafs An-Natiqah (kekal abadinya jiwa yang cerdas)
- Ta’alluq An-Nafs bi Al-Badan (hubungan jiwa dengan badan manusia)
- Risalah fi ‘Ilm An-Nafs (risalah tentang ilmu jiwa)
- Bahtsun ‘an Al-Qur’an An-Nafsiyah (pembahasan mengenai kekuatan-kekuatan jiwa)
- Qashidah Al-‘Ainiyah (kasidah tentang jiwa)
Pemikirannya dalam ilmu jiwa dikenal sangat mendalam, karena ia membedakan antara jiwa manusia dengan hewan dan tumbuhan (comparative psychology). Selain itu, ia membuktikan bahwa selamanya jiwa itu bukan materi, melainkan aturan dari suatu bentuk.
Menurut Ibnu Sina, jiwa manusia merupakan unit yang mandiri dan memiliki wujud yang terlepas dari badan. Jiwa manusia ada dan tercipta tiap kali ada badan.
Mengenai perkembangan jiwa manusia, Ibnu Sina membaginya menjadi 5 macam, yaitu:
- Persepsi, adalah tindakan mengenali, menafsirkan, dan menyusun informasi yang diterima untuk memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan.
- Konsepsi, dapat diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap suatu konsep.
- Memori, merupakan proses pemanggilan kembali informasi yang sudah pernah dilalui pada masa lampau.
- Common sense, yaitu sebuah pengetahuan tentang objek tertentu bersifat konstan dan hampir tidak mengalami perubahan.
- Opening, pembukaan yang berkembang lebih luas lagi dan pertimbangan yang sudah bersifat akhir.
Hari ini, ilmu tersebut mengalami kemajuan yang sangat pesat karena penelitian-penelitian lebih lanjut yang dilakukan para ahli. Wallahu a’lam bish-shawwab.