Mengenal Pondok Pesantren Modern Darrusalam Gontor tak tengkap rasanya bila tak mengenal sosok pendirinya, KH Imam Zarkasyi. Kehidupannya memang sangat unik. Beliau memiliki semangat berdakwah dan berjuang yang sangat luar biasa. Hampir separuh hidupnya, dialokasikan untuk berdakwah menyiarkan agama Allah. Dengan semangat dakwah yang tinggi, beliau pernah bertekad untuk membangun sebuah pondok pesantren.
KH Imam Zarkasyi dan Gontor
Pada tahun 1936 beliau berhasil mendirikan sebuah pondok pesantren bernama Gontor. Pendirian tersebut dilakukan bersama kedua kakaknya yaitu Ahmad Sahal dan Zainuddin Fanani. Dalam buku 50 Pendakwah pengubah sejarah karya M.Anwar Djailani, dijelaskan bahwa sebenarnya pondok Gontor lebih dulu didirikan oleh Ahmad Sahal (kakak Imam Zarkasyi). Namun, Imam zarkasyi merupakan inisiator adanya program Kulliyatul Muallimin Al-Islamiyah (KMI), program pokok waktu itu.
Berdirinya Pesantren Gontor bukan tanpa alasan. Setidaknya ada tiga alasan mendasar mengapa Imam Zarkasyi bersama kedua kakaknya mendirikan Pesantren Gontor.
Pertama, ingin mencetak ulama yang memiliki kemampuan berbahasa asing. Karena pada tahun 1926 sangat sulit menemukan ulama yang pandai bebahasa inggris dan Arab.
Kedua, ingin mengubah mindset bahwa pesantren tidak seperti yang digambarkan oleh para orientalis. Pesantren digambarkan sebagai tempat yang kumuh, berpikiran picik, ekslusif dan jauh dari peradaban.
Ketiga, ingin membangkitkan kembali kejayaan para pendahulu mereka. Melalui Pesantren Gontor Imam Zarkasyi bersama kedua kakaknya bertekad untuk mewujudkan pesantren yang tidak kumuh, berpengetahuan luas, terbuka dan memiliki pemikiran progresif.
Para santri tidak hanya diberikan pengetahuan agama islam, tetapi juga diajarkan ilmu pengetahuan umum. Ketika model pesantren seperti itu terwujud pada tahun 1936, lalu masyarakat menyebutnya sebagai Pondok modern. Kemudian nama tersebut melekat dengan nama aslinya yaitu Darussalam. Sebutan modern timbul akibat “wajah” Pondok Gontor yang menintegrasikan model pendidikan pesantren dan madrasah.
Pengalaman Politik
Tak hanya dikenal sebagai penggiat pendidikan, Imam Zarkasyi juga memiliki pengalaman politik yang cukup gemilang. Pada tahun 1943 beliau pernah diminta menjadi Kepala Kantor Agama Keresidenan Madiun. Pada rentang 1948-1955 beliau pernah menjadi ketua Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Islam Indonesia dan selanjutnya menjadi penasihatnya hingga akhir.
Imam zarkasyi pernah pula menjadi Kepala Bagian Perencanaan Pendidikan Agama pada Sekolah Dasar (1951-1953) dan Kepala Dewan Pengawas Pendidikan Agama pada 1953. Hingga akhir masanya pada tahun 1985 beliau masih dipercaya menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A).
Bidang Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, Imam Zarkasyi selalu berperan aktif dalam mengawal setiap perkembangannya. Beliau tidak hanya berperan sebagai pelaksana teknis dilapangan. Namun terbukti pernah menyumbangkan gagasan dan pengalamannya dalam bentuk sebuah konsep pendidikan. Pada waktu itu beliau pernah pernah anggota Dewan Perancang Nasional (Deppernas) dan anggota Komite Penelitian Pendidikan.
Ada sebuah pernyataan menarik dari seorang Imam Zarkasyi “Andaikata murid saya tinggal satu, akan tetap saya ajar. Yang satu itu sama dengan seribu. Jika yang satu itu pun tidak ada, saya akan mengajar dunia dengan pena”
Begitu luar biasanya tekad seorang Imam Zarkasyi dalam menjadi seorang pendakwah sekaligus pendidik. Sehingga lahirlah beberapa tokoh Nasional akibat perannya tersebut, seperti Idham Cholid (Mantan Ketua Umum PB NU dan Mantan Ketua MPR), Hidayat Nur Wahid (Mantan Ketua MPR), Din Syammsuddin (Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Ketua MUI) dan masih banyak lainnya.
Imam Zarkasyi merupakan seorang pendakwah yang multitalent. Tidak hanya lisannya yang tajam seperti pedang ketika menyampaikan kebenaran. Namun, tulisannya pun terbukti efektif dalam menyampaikan misi seorang pendakwah sejati.
Adapun buku-buku yang pernah beliau tulis antara lain: Ushuluddin, Pelajaran Fiqh I dan II, Pelajaran Tajwid, Bimbingan Keimanan, Qawa’idul Imla’, Pelajaran Huruf Al-Qur’an I dan II, beberapa buku pedoman dan metode belajar mengajar mata pelajaran. Buku-buku tersebut hingga kini masih dijadikan pegangan di KMI Pondok Pesantren Gontor.
***
Hingga akhir masanya, ketika KH Imam Zarkasyi meninggal dunia pada tahun 1985. Namun, seolah beliau tetap ada dan berdakwah lewat buku yang pernal beliau tuliskan.
Editor: Sri/Nabhan