Kondisi korupsi di Indonesia saat ini sudah memprihatinkan, sebuah negara besar dengan penduduk muslim terbesar no 2 di dunia ini sepertinya telah berada di kondisi mengkhawatirkan pasca reformasi karena praktik korupsi yang dilakukan oleh masyarakat, pejabat dan para elit.
Semua indikator menunjukan kondisi yang cukup menyedihkan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia mengalami stagnasi sejak 10 tahun terakhir, terakhir skornya 34 dibawah rata-rata global yakni 43. Survei Penilaian Integritas (SPI) yang mengukur resiko korupsi di lembaga pemerintahan juga mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, dari 71, 94 turun menjadi 70,97 di tahun 2023 dengan kategori cukup rentan. Sejalan dengan IPK dan SPI yang mengukur kondisi korupsi di negara dan lembaga pemerintahan, Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) yang mengukur persepsi maupun pengalaman masyarakat terhadap korupsi menunjukan nilai yang tidak menggembirakan, turun dari tahun sebelumnya dengan nilai 3,93 menjadi 3,92 di tahun 2023, yang berarti masyarakat masih permisif terhadap korupsi.
Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan hilangnya keadilan, pembangunan yang timpang, demokrasi yang ugal-ugalan, birokrasi yang menyimpang, ujungnya masyarakat sendiri yang akan menjadi korban. Hal yang lebih mengkhawatirkan atau yang lebih berbahaya lagi dari korupsi ini adalah masyarakat (korban) tidak merasa menjadi korban dari praktik korupsi yang terjadi di sekitarnya, tiba-tiba saja kualitas bantuan sosial menurun, kondisi jalan rusak, polusi udara meningkat, pendidikan mahal, harga bahan pokok naik, kemiskinan tinggi, kriminalitas tinggi, dll.
Mengevakuasi Negara
Perlu upaya besar dan sangat serius untuk mengatasi dan menyelamatkan Indonesia dari kondisi korupsi yang kronis. Pelibatan semua pihak sangat dibutuhkan dalam rangka pemberantasan korupsi yang selama ini terlihat dijalankan oleh pihak tertentu (KPK). Kiprah organisasi kemasyarakatan (Ormas) untuk memberantas korupsi sangat diperlukan di tengah kondisi KPK yang terus menerus dilemahkan. Muhammadiyah, satu diantara sekian ormas yang punya potensi besar untuk ikut ambil bagian dalam “mengevakuasi” negara yang telah dihantam badai korupsi.
Muhammadiyah pernah membuktikan kiprahnya dalam pembentukan negara dan mewarnai pembangunan bangsa. Tokohnya selalu hadir di setiap fase kritis atau persimpangan jalan, keberadaan organisasi ini menjadi salah satu pilar kehidupan negara dan masyarakat. Belum lama ini bahkan negara memberi penghargaan berupa karpet merah untuk dapat mengelola tambang, sebuah godaan yang sangat menyilaukan.
Pragmatisme Kiprah Kebangsaan
Namun kiprah Muhammadiyah dalam mengatasi hal-hal krusial di negara ini semakin jarang terlihat. Sebut saja dalam isu perubahan iklim, kemiskinan, industrialisasi, korupsi, narkoba, prostitusi, dll. Padahal, isu-isu tersebut sangat berpengaruh terhadap perubahan kehidupan sosial keumatan yang selama ini menjadi basis dari gerakan Muhammadiyah.
Misalkan saja mengenai Political Corruption yang terjadi di tengah masyarakat, Muhammadiyah belum bersuara nyaring terhadap praktik ini. Meskipun pada tingkat Pimpinan Pusat telah menyuarakannya, namun resonansinya belum terdengar hingga bawah. Banyak hal lain yang berkaitan dengan korupsi dimana Muhammadiyah belum hadir secara utuh untuk menjadi bagian dari solusi.
Yang terjadi, kiprah kebangsaan yang sering disebut-sebut oleh Muhammadiyah diterjemahkan oleh para aktivisnya dalam perilaku pragmatis di ranah politik, baik sebagai peserta atau penyelenggara. Mereka terjebak dalam perebutan posisi semata, tanpa membawa misi kenabian yang sejak awal dibawa oleh Muhammadiyah. Sehingga sebagian justru larut dengan menghalalkan segala cara demi memperoleh kedudukan. Keberadaan mereka yang tanpa membawa misi kenabian dikhawatirkan justru memperburuk kondisi bangsa dan citra Muhammadiyah.
Muhammadiyah dan Antikorupsi
Kini, saatnya Muhammadiyah mengambil peran penting dalam pemberantasan korupsi. Dengan potensi besar yang dimilikinya, dapat ikut menyelamatkan Indonesia dari serangan brutal para koruptor. Caranya warga Muhammadiyah sendiri perlu disadarkan akan bahaya korupsi ini dan jangan sampai menjadi bagian dari pelaku korupsi. Kemudian kebaradaan Muhammadiyah difungsikan menjadi kontrol terhadap jalannya pemerintahan sebagai bagian dari civil society.
Keberadaan tokoh atau kader Muhammadiyah yang memiliki integritas dan profesionalitas harus didorong untuk berada pada posisi strategis sebagai bentuk tanggung jawab kebangsaan, membawa misi kenabian turut serta mengurai benang kusut permasalahan bangsa. Sejarah telah mencatat, tokoh Muhammadiyah penuh integritas dan profesionalitas yang pernah menjadi salah satu komisioner KPK, Busyro Muqoddas. Rasanya hingga saat ini belum ada tokoh Muhammadiyah yang sangat dibanggakan dalam konteks pemberantasan korupsi selain beliau.
Semoga Muhammadiyah dapat menyinari di tengah gelapnya negeri ini akibat korupsi.
Nasrun Minallah Wa Fathun Qorib, Wabasyiril Mukminin…
Editor: Soleh