Kapitalis dalam Naungan Hijrah?!
Remaja zaman sekarang sangat susah sekali dipisahkan dengan gadget yang serba canggih yang berisi banyak sekali medsos (media sosial). Hal ini membuat Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran atau yang biasa disingkat dengan ITP itu muncul pada akhir 2015 silam.
Paham ITP sendiri ialah bahwasanya, “Menikah muda lebih baik daripada pacaran”. Awal mula gerakan ini muncul karena gagasan La Ode Munafar pada tanggal 7 September 2015 yang bermula dari curhatan kaum remaja. Karena La Ode Munafar sendiri adalah jebolan UGM sekaligus penulis, buku yang kemudian ia tulis sesuai dengan nama komunitas rintisannya “Indonesia Tanpa Pacaran”.
Cara ITP untuk menarik peminat yang didominasi oleh para remaja untuk mengikuti gerakan ini, adalah dengan mengadakan seminar-seminar kecil. Tema yang disajikan biasanya menarik untuk diikuti, serta sesaui dengan trend anak-anak generasi zaman sekarang yang rentang usianya 16-25 tahun.
Seminar tersebut bernuansa syar’iat Islam, dikuatkan dengan dalil dan ayat Al–Qur’an. Meskipun dalam penyampaiannya, kurang merujuk pendapat para alim ulama sehingga terkesan tekstualis. Adapun ketika seminar, para peserta diberikan pengetahuan akan haramnya pacaran serta memaparkan hal–hal negatif dalam berpacaran. Contohnya adalah klaim dari founder ITP, La Ode Munafar, bahwa pacaran dapat mengalihkan fokus belajar dan kepedulian kepada lingkungan.
Medsos Kunci Utama!
La Ode Munafar, penggagas ITP, mengatakan bahwa media sosial dan segala hal lain yang sejalan dengan tren kalangan anak muda, memang dimanfaatkan ITP untuk menyampaikan pemikiran sekaligus menjaring pengikut baru. “Siapa sih anak muda hari ini yang tidak menggunakan media sosial? Jangkauan media sosial juga saat ini lebih luas,” katanya.
Seminar ITP
Zaman sekarang, sering sekali kita disuguhi berita tentang seks di luar nikah atau bahkan aborsi, serta bayi yang dibuang. Sehingga banyak sekali kalangan dewasa yang mendesak agar pemerintah memasukkan pelajaran tentang kesehatan organ reproduksi dan bahaya seks bebas pra nikah”. Akan tetapi La Ode, berpendapat bahwasannya pendekatan secara mental, psikis, serta agamis, lebih mudah diterima oleh kaum remaja. Karena La Ode menilai bahwa Indonesia adalah mayoritas muslim sehingga gagasanya ini baginya akan sangat berdampak besar.
Kontroversi? Pasti ada!
Banyak sekali unggahan di Instagram yang dapat kita temui mengenai ajakan untuk Hijrah serta nikah muda. Dan di sinilah banyak kontroversi yang didapatan dari ajakan untuk nikah muda. Salah satu postinganya mengatakan, “Menikah muda membuat setan menangis dan pacaran membuat setan bertepuk tangan karena dosa yang dilakukan”
Pernyataan di atas membuat ITP menuai kontroversi, serta kecaman dari netizen Indonesia yang terkenal sangat ganas dengan hal yang agak sensitif.
“Boro-boro mikir nikah, Anak Umur 12-20 tahun ngurus ketiak aja ogah, malah dianjurin nikah, racun-racun”. Tulis salah satu followers ITP
“NIKAH ITU SETELAH SIAP!!! bukan cepet-cepetan,” kata pengguna Yoanita Anisa.
“Tidak semua anak Indonesia itu mesum min (admin), dan tolong jangan jadikan hanya dua pilihan di Indonesia, seolah admin menuduh jiwa pemuda di Indonesia mesum semua,” kata yang lain.
Kapitalis Mengatasnamakan Dakwah Serta Hijrah
“Sambil menyelam minum air”, itulah pepatah yang tepat untuk digunakan dalam strategi marketing ITP ini. Di mana admin dari akun media sosial Instagram maupun Facebook ITP seringkali menjual aksesoris seperti kaos, bros, pin jilbab, topi, buku, dan masker yang bertuliskan Indonesia Tanpa Pacaran.
Akan tetapi, mereka berdalih bahwasanya hasil dari penjualan itu digunakan untuk dakwah serta membiayai segala kegiatan-kegiatan seminar yang mereka lakukan. Ini menjadi polemik bagi ITP itu sendiri.
Netizen di sosial media sangatlah bertanya-tanya dan men-judge bahwasanya ini adalah kapitalis yang berkedok dakwah serta agama. Di mana mereka menggunakan nama agama untuk menjual barang-barang serta mendapatkan keuntungan pribadi
Melalui Indonesia Tanpa Pacaran, anggotanya harus membayar Rp185 ribu untuk mendapat akses berjualan aksesoris. Seperti stiker, pin, gantungan kunci, topi, kaos, dan kerudung ITP.
Mereka juga berhak masuk ke jejaring semua media sosial resmi ITP seperti grup Facebook, Telegram, Line, dan Fanspage. Munafar juga menyediakan sewa dan jual gaun pengantin syar’i serta jual suvenir dan undangan. Anggota ITP juga bisa menjadi reseller buku-buku terbitan Gaul Fresh.
Bantahan dari Founder ITP tentang Royalti
La Ode mengatkan bahwasanya komunitas ini tidak untuk mencari keuntungan. Ia berdalih bahwa kegiatan ITP ini gratis bagi “teman-teman daerah”. Sementara, khusus anggota nasional, mereka diharuskan membayar. Karena akan mendapatkan kartu anggota, buku, dan ikut dalam grup WhatsApp. “Untuk mendapatkan pembinaan khusus.” Munafar berdalih bahwa, dari royalti buku itu, ia bisa menggaji tim yang bekerja di ITP.
Perbedaan Pendapat Member ITP dengan Foundernya
Berbeda dari pengakuan Munafar, seorang anggota ITP Sukoharjo menyatakan kegiatan regional seperti Kajian Bahasa Arab Muda atau disebut “Kabarmu” harus membayar Rp25 ribu per bulan. Sementara Kelompok Kajian Indonesia Tanpa Pacaran, yang digelar setiap minggu dan wajib diikuti oleh pengurus dan anggota ITP, memang tidak dipungut biaya sama sekali.
Jika merujuk jumlah followers ITP di Instagram yang berjumlah 1jt followers, lalu kita kira-kira yang aktif 40 ribu orang saja, maka kita bisa mengkalikan jumlah kepala itu dengan biaya pendaftaran antara Rp100 ribu dan Rp180 ribu. Hasil pendapatannya: antara Rp 4 miliar sampai Rp7,6 miliar.
Wow, anda bayangkan dari gerakan ini bisa memutar uang hingga 7M. inilah yang mebuat ITP dikecam banyak netizen. Bahkan di antara mereka mengaatan, “HIJRAH KOK BAYAR!!!”