Berbicara tentang keikhlasan, memang tidak ada hentinya. Saya yang bernotabene santri, terkadang masih sulit mendefinisikan secara hakiki terkait keikhlasan. Padahal, sering disampaikan oleh Kiai saya – baik ketika pengajian atau kuliah setiap pagi di pondok pesantren.
Bahkan, ajaran Islam pun, hadir menyemai pada diri umatnya agar mengerti perihal keikhlasan berdasarkan pemaknaannya dan penerapannya. Karena, pada dasarnya memang menjadi syarat spesial menuju kesejahteraan hidup yang didambakan.
Sejauh pemahaman saya, ikhlas adalah jiwa individual seseorang yang saling bersebrangan dengan rasa pamrih. Artinya, tidak mengharap sekelumit pun balasan atau pujian dari manusia. Sedangkan, pamrih sama seperti riya’, yakni semua orientasi harapan hanya ditunjukkan oleh balasan manusia saja.
Pada koridor terpentingnya, urusan hati memang menjadi komponen yang dibutuhkan dalam membentuk jiwa keikhlasan. Seolah-olah, hati merupakan sentral di balik aktivitas jasmaniyah, yang secara implisit mengarahkan manusia kepada kebaikan.
Berdasarkan kajian ilmiah, tulang manusia terbagi menjadi 248 tulang. Pada bagian kepala terdiri 42 tulang, bagian kedua tangan terdiri 82 tulang, bagian badan terdiri 40 tulang, dan bagian kedua kaki terdiri 84 tulang. Kemudian, Allah menciptakan tali temali untuk mengikat tulang tersebut.
Jumlah otot pada tubuh manusia terdiri sebanyak 360. Dengan otot tersebut, manusia bisa bergerak dengan leluasa dan hati menjadi pusatnya. Pada posisi otot, hati selayaknya raja. Ia menangkap perintah hati, lalu mengeluarkannya guna memberi pelayanan.
Jadi, ikhlas itu tidak sekedar menghindar dari seseorang karena pujiannya maupun balasannya. Akan tetapi, harus dibarengi dengan hati yang bersih. Sehingga, manfaat untuk melatih jiwa keikhlasan, sama sekali tidak bisa diragukan lagi keistimewaannya. Berikut tiga manfaatnya:
Tidak Diliputi oleh Ketakutan
Di dalam al-Qur’an, kata mukhlis} mengacu kepada arti ketulusan atau kemurnian hati seseorang di dalam beramal. Sebagaimana mengutip pada QS. al-Bayyinah [98]: 5, kaitannya dengan ciri utama seorang berjiwa mukhlis} adalah melakukan ibadah yang semata-mata mengharap ridha-Nya.
Untuk itu, saya yakin, setiap orang mesti mengalami ketakutan atau kekhawatiran. Menjalani hidup yang sementara, beraneka ragam kondisi pada ujungnya akan memengaruhi keadaan psikis seseorang. Entah dalam kondisi suka dan duka, keberhasilan dan kegagalan, dsb.
Meskipun orang berjiwa mukhlis} juga bisa merasa takut dan gelisah, tetapi ketakutannya tidak akan pernah sampai menguasai hatinya, hingga menjadikannya hilang kendali. Tentu saja, ia tidak takut kehilangan amal shalehnya, karena percaya bahwa seluruh ibadah itu mesti mengharap ridha-Nya semata.
Disayangi Semua Orang
Dalam memurnikan motivasi, seorang mukhlis} akan dengan tulus menjalankan ajaran agamanya (QS. al-Zumar [39]: 2). Dengan ini, segala petunjuk al-Qur’an sebagai wahyu yang hak akan benar-benar menjadi pembimbing bagi dirinya. Maka, mengembangkan intensitas diri, adalah prioritas seorang mukhlis}.
Satu-satunya nikmat terbesar di dunia adalah jika semua orang antusias menyayangi dan mencintai kita. Bukan cinta dan kasih sayang palsu, akan tetapi kecintaan yang keluar dari ketulusan hati. Kecintaan tersebut, hanya mampu diraih oleh orang berjiwa mukhlis}, yang setia menjalankan perintah-Nya.
Tentunya sudah mafhum, bahwa setiap perbuatan yang terpuji, dengan sendirinya pasti akan tersanjung di hadapan orang. Begitu pula setiap perbuatan yang tercela, meski bersikeras mencari sanjungan, alhasil akan tetap tercela. Sementara itu, orang yang berjiwa mukhlis}, perbuatannya selalu terpuji.
Tegar Terhadap Persoalan Hidup
Seorang yang mukhlis}, dalam kehidupan praktisnya tidak akan goyah oleh segala bentuk gangguan, daya tarik material, dan tipu muslihat sebagaimana telah merusak keikhlasannya. Pada hakikatnya, hal ini merujuk kepada konsep menghilangkan diri dari keterikatan apa pun selain Allah (QS. Ghafir [40]: 14 dan 65). Â
Hidup adalah perjuangan tiada henti guna meraih kesuksesan dunia dan kebahagiaan surga yang abadi. Di samping itu, tentu saja hidup juga merupakan masalah, ujian, dan cobaan. Tidak ada seorang pun dalam kehidupan ini yang tidak sepersen pun menemui masalah.
Orang yang sukses dalam hidup ini yaitu mereka yang berhasil menghadapi setiap masalah dengan baik. Hanyalah orang yang berjiwa ikhlas yang mampu bertahan dengan tegar, tabah, dan sabar. Keyakinan terhadap Allah, bagi orang yang berjuang secara ikhlas, akan menumbuhkan kebahagiaan yang hakiki.
Demikianlah di atas adalah tiga manfaat melatih jiwa keikhlasan. Maka dari itu, semoga kita semua termasuk salah satu di antaranya dan senantiasa mengaktualisasi diri masing-masing untuk menjadi pribadi yang lurus, dengan bersikap tulus menjalankan perintah-Nya sekaligus menjauhi larangan-Nya. Aamiin.
Editor: Soleh