Riset

Integrasi-Interkoneksi Ilmu dalam Menyikapi Wabah Corona

3 Mins read

Integrasi dan interkoneksi ilmu? Makanan apa lagi ini?

Itulah pertanyaan sewaktu penulis menginjakkan kaki pertama kali ke sebuah kampus yang gencar mengusung jargon tersebut. Maklum, di semester awal, penulis masih terbilang awam dalam masalah keilmuan, terutama ilmu-ilmu filsafat dan ilmu-ilmu agama.

Di semester berikutnya, bahkan sampai penulis bekerja; penulis hanya mampu menerjemahkan kata itu sebagai penyatuan antara satu ilmu dengan ilmu lain. Seperti menyatukan ilmu agama sekaligus ilmu sains dan sosial. Layaknya sedang meresume tugas kuliah secara taken for granted, model berpikir yang penulis ketahui hanya sebatas hafalan.

Penulis juga tidak mampu menjabarkan maksud dan kegunaan konsep tersebut ketika diskusi bersama teman-teman. Saking sulitnya, penulis hanya menganggap konsep integrasi-interkoneksi ilmu hanyalah sebuah paparan yang tidak membumi, dan sulit teraplikasi di dunia nyata. Apalagi di dunia kerja non-akademik.

Enam tahun lamanya meninggalkan bangku kuliah, akhirnya baru-baru ini penulis mengerti maksud sekaligus kegunaan konsep integrasi-interkoneksi ilmu. Di saat virus Corona datang menghantui, di bumi pertiwi ini.

Integrasi dan Interkoneksi Ilmu dalam Menyikapi Wabah Virus Corona

Suatu saat, penulis pernah melihat WA Story salah satu teman. Isinya adalah nasehat dari salah seorang mubaligh muda di daerah penulis mengenai wabah virus Corona.

Dalam video super singkat tersebut, sang mubaligh memberikan nasehat kepada para jamaah. Agar memperbanyak zikir, dan baca Qur’an, di kala wabah ini meneror warga Indonesia. Hanya itu, tidak lebih dan kurang.

Jujur, penulis tidak paham dengan nasehat tersebut jika melihat konteks saat ini. Memang tidak ada salahnya memberikan nasehat seperti itu. Yang menjadi masalah adalah, teknis dari memperbanyak zikir dan membaca Qur’an itu seperti apa?

Baca Juga  Sebuah Provokasi dari Tim Sains Terbuka

Jika teknis zikir ternyata dilakukan secara berjamaah, atau model baca Qur’an simakan yang mengharuskan kumpul di satu tempat. Bukankah itu bertentangan dengan protokol kesehatan?

Menurut penulis, seharusnya si mubaligh menyampaikan himbauan dari ahli medis untuk melakukan social distancing, menjaga kebersihan badan; dan melakukan penyemprotan cairan disinfektan secara berkala ke benda-benda sekitar rumah yang rawan dipegang. Setelah itu, baru dianjurkan untuk memperbanyak zikir, solat sunah, baca Qur’an, dan lain-lain.

Bukan berarti penulis mengabaikan ibadah ritual. Namun seharusnya fatwa yang dibuat tidak berhenti pada ranah teologis semata, apalagi menyikapi pandemi ini. Setidaknya cara berpikir yang dibangun bisa lebih komprehensif.

Di sini pentingnya integrasi-interkoneksi. Apalagi bagi seorang da’i, mubaligh, dan ulama. Setidaknya, konsep ini bisa diaplikasikan dalam bentuk fatwa, keputusan hukum, maupun nasehat agama. Beruntung, jauh-jauh hari sebelum mubaligh ini memberi nasehat, Kementerian Agama sudah memberikan himbauan.

Isi himbauan tersebut marak tersebar di sosial media. Isinya pemberitahuan agar masyarakat selalu menjaga kebersihan sesuai protokol kesehatan, sekaligus memperdalam keimanan dengan cara memperbanyak ritual keagamaan. Menurut penulis, isi himbauan tersebut sangat relevan dengan situasi saat ini.

Integrasi-Interkoneksi dalam Menyikapi Penentuan Awal Bulan Ramadhan

Contoh lain aktualisasi integrasi dan interkoneksi ilmu dari Kementerian Agama, seperti saat menentukan awal dan akhir bulan suci Ramadhan. Para ulama dan ahli bersama-sama melakukan rukyatul hilal di waktu sore, sehari sebelum memasuki bulan Ramadhan.

Apabila hilal terlihat setelah magrib, maka keesokan hari sudah mulai masuk bulan Ramadhan. Dan umat muslim diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan. Jika hilal belum nampak dan belum mencapai ketinggian dua derajat, maka puasa digenapkan menjadi 30 hari (Istikmal).

Rukyatul hilal merupakan suatu kegiatan melihat bulan, bisa dilakukan dengan mata telanjang atau teknologi alat bantu optik seperti teleskop. Tidak dinafikan lagi bahwa proses rukyatul hilal akan terasa lebih mudah jika menggunakan alat bantu optik.

Baca Juga  Integrasi Umat Islam, Kita Bisa Apa?

Menurut penulis, hal diaatas merupakan contoh tepat bagaimana umat Islam mampu mengaplikasikan konsep intergrasi-interkoneksi ilmu. Menggabungkan ilmu agama dan ilmu optik agar bersinergi, demi menciptakan kemaslahatan umat.

Mungkin ada yang beranggapan, “Bukannya rukyatul hilal bisa pakai mata telanjang? Seperti zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup?”

Ya, memang bisa, tapi resiko mengalami kesulitan dan kesalahan semakin besar. Memangnya mau, menjalankan ibadah Ramadhan karena salah dalam merukyat? Tentu tidak, bukan?

Pada dasarnya, integrasi dan interkoneksi dengan memanfaatkan teknologi ada untuk mempermudah hidup, tanpa terkecuali masalah ritual agama. Dalam usul fikih, teknologi atau ilmu apapun yang bisa menunjang terlaksananya kegiatan ritual agama disebut maslahat tahsiniyat.

Maslahat tersebut memang tidak pokok alias sekunder, tetapi jika tidak ada akan menimbulkan kesulitan. Apabila ada, akan mempermudah urusan ibadah. Maka, maslahat tersebut dihukumi wajib adanya.

Pentingnya Memahami Ilmu dari Berbagai Sisi

Itulah pentingnya integrasi-interkoneksi ilmu. Memahami persoalan tidak hanya dengan satu ilmu, tapi menggabungkan berbagai macam ilmu untuk memecahkan persoalan di sekitar.

Dari situ, penulis belajar bahwa integrasi-interkoneksi ilmu bukanlah sesuatu yang mengawang-awang di langit. Sejatinya lekat dengan kehidupan sehari-hari, hanya saja butuh perenungan khusus dan mendalam agar bisa memahami kegunaannya.

Penulis yakin bahwa itu hanya salah satu manfaat dari konsep integrasi-interkoneksi ilmu. Mungkin, masih banyak kegunaan lain yang belum diketahui penulis. Wallahu a’lam.

Editor: Zahra

Avatar
18 posts

About author
Penyuluh Agama Islam
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds