Perspektif

Investasi di Tengah Pandemi

3 Mins read

Di tengah pandemi yang tidak menentu ini, banyak aktivitas yang mengalami perubahan. Seperti pada sektor pendidikan yang masih dibuat kebingungan dengan keadaan yang mengharuskan mereka menjalankan sistem PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) menggunakan internet.

Lebih dari itu, anjuran tetap di rumah saja masih menjadi senjata utama untuk mengimbau masyarakat, meskipun anjuran tersebut sudah tidak dihiraukan lagi.

Pandemi ini mengubah banyak perspektif masyarakat, karena kehidupan kita menjadi tidak seperti biasa lagi atau new normal.

New normal akan menjadi kesempatan bagi mereka yang benar-benar mengambil manfaat dari setiap momen. Sebaliknya, dapat menjadi musibah bagi yang memandangnya sebagai keburukan.

Lalu, apa yang harus dilakukan saat ini?

Membaca, Membangun Peradaban Umat

Hal pertama yang dapat dilakukan adalah membaca, yang mana merupakan wahyu pertama dari Allah pada QS. Al-Alaq ayat 1-5.

Di dalam ayat tersebut, membaca adalah perintah pertama bagi umat manusia. Karena dengan membaca, manusia dikenalkan dengan banyak nama. (QS. Al-Baqarah ayat 31).

Pengetahuan inilah yang secara historis telah membangun peradaban umat manusia di seluruh belahan dunia. Islam pernah berjaya pada abad pertengahan juga karena ilmu pengetahuan,. Di sisi lain, Barat mengalami kemunduran karena otorisasi gereja.

Berdasarkan penelitian Program for internasional Student Assessment (PISA), Indonesia menjadi negara dengan ranking membaca ke-62 dari 70 negara lainnya.

Sungguh ironis, negara yang dikenal akan kekayaan budaya dan sumber dayanya harus tertinggal dengan negara lain yang mayoritas dari segi wilayah lebih kecil dari Indonesia.

Dari fakta di atas, minat baca perlu ada awarness, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakatnya. Karena dengan membaca, kita akan lebih tahu tentang banyak hal dalam kehidupan, baik mengenai keindahan atau kepahitan dalam hidup.

Baca Juga  Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

Selain itu, membaca juga dapat menjadi jendela pengetahuan dunia. Informasi dari negara-negara lain dapat diakses dengan mudah hanya melalui gawai yang tersambung dengan internet.

Hal ini membuat manusia jika tidak sigap menerima kemajuan zaman, maka bisa dipastikan akan tergerus arus digitalisasi yang penuh informasi. Sehingga membaca menjadi kegiatan yang sudah sepatutnya dilakukan oleh semua kalangan, lebih-lebih kalangan muda.

Membaca juga tidak hanya sekadar membaca. Setiap tulisan apapun, baik berita, jurnal, koran, majalah diperlukan filterisasi.

Tujuan dari filterisasi ini sebagai bentuk pemilihan informasi yang akan membentuk pola pikir kita. Tujuan selanjutnya adalah menghindari berita miring (hoax) yang seharusnya tidak ada karena hanya akan menimbulkan keresahan.

Ditambah dengan mudahnya mengakses informasi, hoax akan sangat mungkin tersebar di mana-mana. Maka dari itu, filterisasi menjadi alat untuk memilih apa yang harus dibaca.

Membaca adalah proses dari luar otak menuju ke dalam otak. Otak yang normal akan bekerja setelah menerima informasi dari luar, sehingga akan membuat pola pikir yang akan menghasilkan suatu tindakan.

Jadi, proses filterisasi terhadap apa yang dibaca menjadi penting sebelum lanjut kepada proses selanjutnya, yaitu menulis.

Menulis, Meruntutkan Pikiran

Membaca membuat orang memiliki banyak perspektif untuk melihat masalah sekaligus menjadi jendela untuk mengetahui dunia.

Buku, majalah, koran, jurnal atau apa pun yang dibaca akan membawa dampak bagi yang membaca. Namun, ada juga yang hanya membaca tapi setelahnya lupa. Supaya tidak lupa, maka menulis menjadi sarana untuk mengikat hasil bacaan itu.

Menulis sebagai tindak lanjut dari membaca akan memberikan ketenangan kepada pembaca.

Melalui proses menulis, akan banyak hal yang dapat diekspresikan dalam tulisan yang sebelumnya tidak muncul ketika hanya dipikirkan. Maka dari itu, untuk membuat tandu darurat yang biasa dipraktikkan oleh anak pramuka, mereka harus memakai tali untuk mengikat, supaya tandu itu menjadi kuat.

Baca Juga  Pak Habibie adalah Sancaka Gundala di Dunia Nyata

Membaca juga demikian, untuk mengikat hasil bacaan, perlu adanya suatu ikatan yang kuat supaya ilmu itu melekat. Ikatan tersebut adalah dengan cara menulis.

Menulis akan menjadi keabadian bagi si penulis. Seperti diungkapkan oleh Sayyid Quthb, “Jika pistol hanya dapat menembus satu kepala, maka tulisan dapat menembus seribu kepala.”

Kuatnya menulis membuat penulis itu banyak dikenang, walau mereka telah meninggal berabad-abad yang lalu.

Buah ide pikiran mereka dapat dijadikan kenangan atau pijakan untuk melakukan tulisan-tulisan yang lebih bagus lagi. Namun, sulitnya menulis bukan terletak pada menulisnya, melainkan irama hati yang sering berubah-ubah, sehingga membuat kegiatan menulis menjadi sulit sekaligus rumit.

Tidak berarti dengan keadaan di atas, lantas menulis menjadi masalah yang berat. Perlu diketahui, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, asalkan mau berusaha dan tidak lupa berdo’a.

Banyak orang sukses yang mengalami kegagalan. Namun, mereka percaya bahwa dengan kegagalan itu, kesuksesan mereka semakin dekat.

Dengan menulis, pikiran akan menjadi runtut, tidak amburadul ketika ingin menyampaikan suatu pesan atau gagasan, sehingga, akan mudah diterima oleh lawan bicara. Menulis akan menjadikan kondisi jiwa lebih stabil dengan mengekspresikan apapun yang ada di pikiran.

Mengabadikan Nama dengan Berkarya

Seseorang ketika sudah meninggal dunia, pasti semua yang dimilikinya akan ditinggalkan juga. Namun dia tetap bisa mendapatkan pahala yang mengalir dari tiga perkara, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak saleh.

Ketika seseorang itu menulis, sejatinya ia sedang berusaha untuk memberi. Memberikan apa yang ada di dalam otaknya.

Pemberian itu akan terasa sangat bermanfaat manakala tulisan tersebut bermanfaat bagi sesama. Dengan lahirnya sebuah karya, baik berbentuk buku, majalah, artikel dan lain sebagainya, karya akan menjadi legasi yang dapat ditinggalkan, walau penulisnya telah tiada.

Baca Juga  Muallimin Muhammadiyah Sekolah Pahlawan Nasional

Legasi ini nantinya akan menjadi ilmu yang bermanfaat. Ibarat investasi uang di suatu perusahaan, orang yang berkarya telah berinvestasi lebih dari itu. Karena investasinya di dunia berbentuk karya yang dapat dipelajari oleh generasi setelahnya.

Hasil dari tulisan inilah yang akan mengabadikan nama si penulis. Ilmu-ilmu maupun ide-ide yang dituangkannya akan terus dikenang dan dapat diteruskan ke generasi setelahnya. Jadi, untuk apa masih kebingungan memikirkan pandemi yang penuh ketidakjelasan. Lebih baik berinvestasi dengan menghasilkan karya-karya yang bermanfaat.

Editor: Lely N

4 posts

About author
Mahasiswa Sekolah tinggi ilmu al-Qur'an dan sains Al-ishlah Sendangagung Paciran Lamongan
Articles
Related posts
Perspektif

Nasib Antar Generasi di Indonesia di Bawah Rezim Ekstraktif

4 Mins read
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, telah lama bergantung pada sektor ekstraktif sebagai pilar utama perekonomian….
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds