IBTimes.ID, Jakarta (27/8/25) – Simposium Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika (PPIDK Timtengka) menyelenggarakan seminar panel yang mengangkat tema “Investasi Syariah dalam Teknologi Digital sebagai Pilar Pertumbuhan Ekonomi Islam di Masa Depan”. Pemaparan ini disampaikan oleh Prof. Dr. Murniati Mukhlisin, M. Acc, CFP, yang membahas berbagai aspek strategis mengenai peran investasi syariah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Islam melalui teknologi digital.
Dalam pemaparannya, Murniati menceritakan pengalaman pribadinya saat menempuh pendidikan di Inggris, dimana digitalisasi telah berlangsung sangat maju. Sepulang ke Indonesia, ia mengaku terkesan sekaligus prihatin karena meski Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang sangat luas, pemerataan ekonomi masih menjadi tantangan utama.
Ia menyoroti ketimpangan akses digital antar daerah di Indonesia. Pulau Jawa relatif lebih maju, dengan jaringan 5G yang mudah diakses. Sementara daerah luar Jawa seperti Kalimantan Timur, Lampung, Aceh hingga Papua masih mengalami kesulitan mendapatkan akses internet yang stabil.
“Awalnya saya berharap digitalisasi bisa meratakan ekonomi Indonesia, namun kenyataannya masih didominasi oleh Jawa, sekitar 70%”, ungkap Murniati.
Lebih lanjut, Ia menekankan posisi Indonesia sebagai pemain ketiga dalam industri halal dunia, setelah Malaysia dan Arab Saudi. Industri halal di Indonesia mencakup berbagai sektor, termasuk keuangan syariah, makanan dan minuman, farmasi, pariwisata syariah, busana muslim hingga media.
Disektor Fintech Syariah, Indonesia menunjukan pertumbuhan yang agresif dan kompetitif. Meski begitu, tantangan utama tetaplah ada, terutama terkait infrastruktur digital yang belum merata dan ketersediaan sumber daya manusia yang masih terbatas, khususnya di luar pulau Jawa. Hal ini menjadi fokus penting bagi Indonesia untuk dapat bersaing sebagai pemain global di industry halal dan fintech.
Murniati juga memaparkan berbagai asosiasi yang berperan dalam ekosistem digital dan fintech di Indonesia, antara lain: Asosiasi Pembayaran Digital di bawah Bank Indonesia, ITSK di bawah APSI, Fintech Indonesia (konvensional), Asosiasi Blockchain (konvensional dan syariah), serta Asosiasi Peer-to-Peer Lending yang mencakup anggota konvensional dan syariah.
Terkait Cryptocurrency, status hukumnya masih diperdebatkan; sebagian pihak menilai halal atau haram, sebagian lain menganggapnya syubhat. Sementara itu, Malaysia sudah lebih maju dengan menerima zakat dalam bentuk crypto melalui konsultan syariah.
Sebagai pesan penutup, Murniati menekankan pentingnya mahasiswa untuk selalu mengikuti perkembangan digital dan fintech syariah, aktif berpartisipasi dalam asosiasi, serta memanfaatkan pengalaman belajar di luar negeri untuk membangun Indonesia.
(Azidan Husni Nuha/Soleh)

