Politik Afghanistan | Afghanistan merupakan sebuah negara yang memiliki kesejarahan Islam yang panjang. Negara yang memiliki penduduk mayoritas Muslim ini, telah banyak transformasi dalam sistem pemerintahan negara. Konflik terjadi di mana-mana sebagai bagian dari perebutan kekuasaan negara.
Islam di Afghanistan
Membicarakan Islam masuk ke Afghanistan tidak lepas dari peran dari beberapa kerajaan Islam Samaniyah di Asia Tengah dan bahkan sebelum itu, yakni Khulafaur Rasyidun. Namun, yang paling menonjol dalam diaspora Islam di tanah Afghan ini ialah pada masa dinasti Islam kecil Ghaznawiyah.
Dinasti ini didirikan oleh Alptigin dengan pusat kekuasaan di Ghazna, selatan kota Kabul, Afghanistan. Peran Alptigin dalam Ghazanawiyah ialah sebagai peletak dasar dari berdirinya dinasti ini. Secara resmi dan struktural, Subuktigin yang menjadi khalifah pertama pada dinasti Ghaznawiyah.
Berangkat dari kekuasaan dinasti Samaniyah di Asia Tengah, pada masa Amir Abdul Malik ibn Nuh, dia mengangkat seorang budak beranama Alptigin. Pada mulanya, ia seorang budak belian, yang kemudian memiliki jabatan penting di dinasti Samaniyah.
Namun, ketika Abdul Malik digantikan oleh Manshur ibn Nuh, Alptigin diusir dari kerajaan. Kemudian, ia dengan pengikutnya pergi ke Afganistan tepatnya di kota Ghazna, pada 961 ia mendirikan pemerintahan di kota tersebut.
Ia kemudian menikah dan memiliki anak bernama Abu Ishaq ibn Alptigin, dan ia mempunyai budak dan menikah dengan Subuktigin, dari Subuktigin inilah dinasti Ghaznawiyah secara resmi dipimpin oleh seorang amir/raja.
Perkembangan Islam dan Politik di Afghanistan
Awalnya, Afganistan lebih dikenal dengan sebutan Khurasan. Pada 1737, seorang penguasa di Afghanistan bernama Nadir Syah dapat menaklukkan seluruh Afghanistan sebagai wilayah Afganistan sekarang ini.
Sepuluh tahun kemudian, pemerintahan tertinggi dipegang oleh Ahmed Khan menjadikan daerah itu sebuah emirat yang berdiri sendiri. Pada 1838, muncul ekspedisi Inggris untuk menaklukkan wilayah di Afghanistan sampai dengan 1881.
Mulai dari situlah kemudian pecahlah perang antara Afghanistan dan Inggris. Sesudah itu, Afghanistan menjadi semacam protektorat Inggris. Pada 1925, Afghanistan diumumkan sebagai kerajaan yang netral.
Pada 1973, Raja Muhammad Zahir Syah yang memerintah sejak 1933 digulingkan sepupunya Muhammad Daud yang mengumumkan Afghanistan sebagai republik dan ia menjadi presidennya yang pertama.
Terakhir pada abad ke-19, Inggris menginvasi wilayah Afghanistan sampai ia melepaskannya pada 1919. Pada 1933, Muhammad Zahir Syah naik sebagai raja, kemudian Amerika Serikat dan Uni Soviet menanamkan pengaruhnya.
Tahun 1953, Raja Zahir mengangkat Muhammad Daud (kader komunis) sebagai perdana menteri. Kemudian umat Islam mulai bergerak, yaitu dengan munculnya organisasi Perjuangan Gabungan Muslim yang bernama “Juanan Muslim”, kemudian pada 1968 berubah nama menjadi Al-Jamiah Al-Islamiyyah di bawah pimpinan Burhanuddin Rabbani.
Uni Soviet semakin marah melihat perkembangan Islam itu. Kemudian, pada 1972 di bawah pengaruh Uni Soviet, Muhammad Daud menggantikan Zahir.
Pada 1978, Daud tewas dibunuh dan digantikan oleh Nur Taraki sebagai presiden. Para ulama mengeluarkan fatwa untuk mengutuk Taraki dan mewajibkan perang jihad untuk menggulingkannya.
Akibatnya, timbul perjuangan Mujahidin Afghanistan. Kemudian, pada 1970 Uni Soviet memasuki Afghanistan dengan membawa presiden bonekanya, Babrak Kamal.
Perjuangan Mujahidin semakin kuat dengan tujuan menegakkan kalimat Allah Swt, memerdekakan negara Afghanistan dari kekuasaan kafir dan komunis dengan mendirikan pemerintahan Islam di Afghanistan.
Pada 1987 peperangan memuncak, dengan bantuan senjata dari Amerika dan Inggris, dan berakhit dengan Uni Soviet menderita kerugian besar. Akhirnya, pada 1989 Uni Soviet menarik seluruh tentaranya dari Afghanistan.
Pejuang Mujahidin terus melawan pemerintah Najibullah (sejak 1987), karena para ulama mengeluarkan fatwa bahwa rezim tersebut adalah kafir dan mati dalam peperangan melawan rezim adalah mati syahid.
***
Setelah menderita malapetaka dan kerugian. Pada 1992, Najibullah menyerahkan kekuasaan kepada kaum Mujahidin yang sebelumnya telah mengepung ibukota Kabul. Mereka lalu menerima kekuasaan dan membentuk pemerintahan di bawah pimpinan Burhanuddin Rabbani dan Gulbuddin Hekmatyr sebagai perdana mentrinya.
Saat berkuasa, kondisi Afghanistan sangatlah kacau. Terjadi pemerasan dan perampokan di mana-mana. Sampai suatu saat, ada suatu kaum Islam terpelajar (thalib) yang ikut menumpas para pembuat onar di negeri Afghanistan.
Awalnya, usaha penumpasan tersebut hanya dilakukan di daerah Kandahar. Namun, lambar laun aksi dari kaum Thalib tersebut meluas ke seluruh penjuru negeri Afghanistan.
Akibat dari aksi heroik dari kaum Thalib ini, rakyat Afghanistan pun mulai menaruh simpati kepada mereka dan akhirnya mendukung mereka untuk menggantikan posisi kelompok Mujahidin di pemerintahan.
Akhirnya, pada 1996, Taliban mampu menggulingkan pemerintahan dan mengatur pemerintahannya sendiri, di bawah pimpinan Mullah Umar.
Sewaktu memerintah Afganistan, mereka telah melaksanakan pemerintahan Islam secara ekstern walaupun belum sempurna sebagai raja.
Politik di Afghanistan
Perang yang berkepanjangan dimulai pada masa kepemimpinan Raja Zahir Syah (1973), Uni Soviet memberikan wewenang kepada Raja Zahir Syah agar mengadakan revolusi kebudayaan.
Revolusi tersebut untuk menghapus syi’ar Islam yang dijunjung tinggi oleh bangsa Afghanistan dengan meyerang jilbab kaum Muslimah. Di sebuah konferensi umum rakyat Afghanistan, diumumkan pernyataan yang berbunyi “telah berakhir masa kegelapan untuk selamanya”.
Pernyataan ini dilontarkan sambil menginjak-injak jilbab seseorang wanita Muslimah. Penduduk Muslim menolak keputusan untuk membuka jilbab dan berusaha mempertahankan syi’ar agama mereka dari tindakan diktator Raja Zahir Syah.
Penolakan tersebut menyebabkan pemerintahan mengirimkan pasukan ke Khandahar. Pasukan yang dikirim pimpinan oleh Khan Muhammad untuk memaksa kaum wanita Islam di Kandahar membuka jilbabnya. Tindakan militer itu berakhir dengan jatuhnya ratusan syuhada di Kandahar.
Konflik di Afghanistan merupakan masalah yang sukar untuk dirampungkan. Konflik dari zaman ke zaman tidak pernah ada habisnya. Hal itulah yang membuka peluang bangsa luar untuk menginvasi Afghanitan, khusunya Uni Soviet pada Desember 1979.
Rezim komunis Soviet hanya sempat hidup sampai April 1992, di bawah kuasa Babrak Karmal (1979-1989), dan Najibullah (1989-1992). Konstitusi baru disahkan oleh Jirga Loya (Majelis Nasional Agung) 2003 yang menetapkan pemerintahan sebagai satu republik Islam yang terdiri dari tiga cabang kekuasaan; eksekutif, legislatof dan yudikatif yang sesuai dengan hukum Islam.
Pada tahun 2004, dilakukalah pemilihan presiden pertama degan suara rakyat yang berjalan dengan aman di mana Hamid Karzai menang dengan 55.4% dari pemilihan suara. Akan tetapi, pada 2009, pemilihan presiden di golongkan sebagai kurang aman dan kredibel, partisipasi pemilihan rendah dan kecurangan pemilihan besar. Pada bulan Agustus 2009, dilakukan pemilihan presiden bersamaan dengan pemilihan-pemilihan untuk 420 kursi dewan provinsi.
Sistem politik yang legal di Afghanistan adalah berdasarkan campuran sipil dan syiah Islam. Tipe pemerintahan negara ini adalah Republik Islam. Pimpinan negara ini sama seperti pemerintahan di negara demokrasi presidensial yakni, presiden sebagai kepala negara juga merangkap sebagai kepala pemerintahan.
Bacaan Lanjutan:
- Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab sebelum Islam Hingga Dinasti-Dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012).
- Muhammad Fuad Fanani, Adetia Andri, Sejarah Islam dan Politik di Afghanistan, (Tamaddun: Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, Vol. 21,No. 2, 2021).
- H. Syarifuddin, Islam Modern di Afghanistan, (Jurnal Istoqra’, Vol. 4, No. 1, 2016).
Editor: Yahya FR