IBTimes-Surakarta-Pada hari Selasa, 25 Juni 2019, Universitas Muhammadiyah Surakarta menggelar acara diskusi khusus dengan tema “Islam Di Amerika Pasca 9/11”. Adapun narasumber pada acara diskusi tersebut adalah Abdul Nur Adnan. Ia adalah salah seorang mantan reporter VOA Voice of Amerika dan tinggal di Amerika sejak tahun 1969 hingga saat ini dan masih menjadi warga negara Indonesia.
Pada diskusi tersebut, Ia menceritakan bagaimana kejadian yang disebut oleh Presiden Bush sebagai “The deadlist (attack) on America soil in US History” atau serangan yang paling besar dalam sejarah Amerika yang menewaskan ribuan warga Amerika.
Pasca serangan itu dengan cepat Presiden Bush menentukan siapa yang paling bertanggung jawab. Al-Qaeda yang pada saat itu berpengaruh di banyak negara Arab pun dinilai layak bertanggung jawab. Pesawat tempur modern, kapal tempur dan prajurit militer Amerika pun langsung diturunkan di beberapa negara seperti Afghanistan, Iraq dan Suriah.
Banyak analisa ditulis pasca kejadian ini. Semuanya mengutuk peristiwa itu dan menyalahkan “kelompok Muslim ekstremis dan radikal” atau yang santer disebut dengan teroris-teroris Muslim. Ia juga mengajak kita untuk merenungkan apa dibalik peristiwa 9/11 itu, ialah rasa frustasi negara-negara muslim yang selama ini diperlakukan tidak manusiawi oleh Israel yang dibantu oleh negara-negara adidaya. Karena itu, mereka ingin menyadarkan bahwa mereka juga adalah manusia yang berhak dihormati akan hak-haknya.
Samuel Huntington dalam tesisnya mengatakan bahwa musuh dunia setelah runtuhnya komunisme adalah Islam. Hal ini dinilai sebagaian intelektual sebagai upaya untuk membenturkan dua peradaban yang hari ini dinilai sebagai representasi dunia global.
Namun disamping itu muncul seorang pemerhati Islam dari barat Jhon L Esposito yang lebih memilih upaya dialog peradaban antara dunia barat dan Islam. Esposito mengatakan bahwa pasca peristiwa 9/11 itu adalah hal yang tepat untuk melakukan upaya dialog peradaban bukan justru memancing benturan antar peradaban.
Jika kita lihat secara seksama bahwa dunia Barat yang hari ini, yang diwakilkan oleh Kristen dan Yahudi serta dunia timur yang diwakilkan Islam, memiliki satu kesamaan. Yakni berasal dari ajaran Ibrahim yang sama-sama menyeru untuk menyebarkan paham monoteisme dan melawan politeisme.
Namun, seiring perkembangan zaman hal ini tidak lagi terlihat dan tertutupi oleh faktor politis dan kekuasaan, ditambah keberhasilan Islam pada waktu itu menduduki sebagian wilayah Eropa dan dinilai sebagai upaya untuk meruntuhkan dominasi Kristen di Barat. Sikap curiga inilah yang dipupuk sehingga menyemai benih kebencian hingga hari ini.
Islam Di Amerika
Setelah peristiwa 9/11 kata beliau juga muncul para Islamophobic yang beranggapan bahwa perang melawan terorisme berarti perang melawan Islam. Dicontohkannya, bahwa para propagandis anti Islam seringkali menyebut salah satu surat dalam Alquran yang memerintahkan kaum Muslim membunuh orang-orang non-Muslim dimana pun mereka jumpai. Ini adalah kutipan ayat Alquran yang dipotong-potong agar sesuai dengan maksud yang mereka tuju.
Disisi lain presiden Obama ketika itu mengeluarkan pernyataan tentang memulai kembali hubungan “A New Beginning” Amerika dengan negara-negara Muslim. Ia pun mengadakan kunjungan-kunjungan ke beberapa negara Muslim termasuk Indonesia.
Di masa ini, Islam di Amerika boleh dikatakan relatif tenang-tenang saja dan di masa ini juga, ketika Ramadan, Ia mengajak para umat Muslim untuk melakukan ifthar bersama di Gedung Putih dan menyampaikan ucapan selamat setiap kali ada hari-hari besar Islam.
Lebih lanjut Nur Adnan juga menyampaikan, bahwa di masa Obama inilah tempat-tempat Ibadah di Amerika perlahan-lahan mulai berkembang. Hal ini dibuktikan dengan adanya masjid Indonesia yang diresmikan oleh Presiden RI ke-6 yang terletak di New York.
Ada juga Masjid Indonesia lainnya yang bernama Masjid At-Thohiriyyah. Ditambah masjid-masjid yang didirikan oleh negara-negara Muslim lainnya seperti Turki.
Di zaman Presiden Trump, lanjut Abdul Nur Adnan, Islam terus berkiprah meskipun Trump telah mengambil tindakan yang kurang simpatik terhadap umat Muslim. Terakhir, Presiden Trump memutuskan untuk tidak melakukan ifthar berjamaah di Gedung Putih seperti tradisi-tradisi presiden sebelumnya.
Setelah berdirinya tempat-tempat ibadah, baru-baru ini juga muncul dua orang wanita yang memenangi kursi di House of Representative (Legislatif). Mereka Adalah Ilham Omar, wanita muslim usia 37 tahun asal Somalia, mewakili distrik pemilu di Minnesota dan Rashid Tlaib, wanita keturunan Palestina sekaligus pengacara berusia 42 tahun kelahiran Amerika, mewakili distrik pemilu di negara bagian Michigan. Keduanya dari partai Demokrat.
Reporter: Faqih El-Ilmi Nasution (Peserta Diskusi)