Oleh: Pak AR
Seorang hamba Allah (tidak bersedia disebut namanya) dari Kecamatan Gondomanan bertanya kepada Pak AR tentang bolehkan berdoa menggunakan bahasa daerah. Pertanyaan tersebut disampaikan dalam Kuliah Subuh yang disiarkan RRI Nusantara II Yogyakarta.
Pertanyaannya sebagai berikut: “Apakah kalau dalam shalat tidak boleh berdo’a dengan bahasa daerah? Apakah harus dengan bahasa Arab?”
Pak AR menjawab: “Sampai saat ini saya belum berani menentukan, berdo’a di dalam shalat dengan bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Saya berpendapat bahwa shalat itu suatu ibadah khusus, yang cara-caranya, juga bahasanya harus mengikuti contoh yang dituntunkan oleh Rasulullah. Demikian itu bukan karena saya fanatik kepada bahasa Arab, tetapi semata-mata mencontoh perbuatan Rasulullah SAW.”
Itulah jawaban ringan dari pertanyaan seputar praktik kehidupan beragama sehari-hari yang diasuh oleh Pak AR. Soal jawab yang ringan ini oleh Pak AR disebut dengan istilah “Islam enteng-entengan.” Berisi materi pengajian yang pernah Pak AR sampaikan dalam Kuliah Subuh RRI Nusantara II Yogyakarta. Disampaikan secara singkat, padat, dan juga lugas.
Meskipun demikian, bukan berarti jawaban dari Pak AR tidak dapat dikritik. Dengan menyadari model jawaban yang singkat, padat, dan lugas, Pak AR mempersilahkan kepada para jamaah yang bertanya agar bersikap kritis. Pak AR menegaskan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para jamaah merujuk pada kitab-kitab seperti: Bulughul Marom, Fiqhus Sunnah, Madyur-Rasul, Zadul Ma’ad, Riyadlush Sholihin, dan lain-lain. Apabila terdapat jawaban yang masih samar atau meragukan, Pak AR menyarankan agar penanya bisa merujuk secara langsung ke kitab-kitab tersebut.
Sumber: buku Tanya Jawab Enteng-entengan karya Pak AR. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan
Editor: Arif