Kaunia

Isra’ Mi’raj di Mata Sains

3 Mins read

Di dalam ajaran agama Islam, shalat adalah ibadah pertama yang turun langsung dari perintah Allah Swt kepada nabi Muhammad Saw. Perintah untuk melakukan shalat turun ketika Rasulullah Saw melakukan Isra’ Mi’raj.

Isra’ sendiri adalah perjalanan Rasulullah Saw dari Masjidil haram (Makkah) menuju Masjidil Aqsa (Palestina). Lalu Mi’raj adalah perjalanan Rasulullah dari Masjidil Aqsa (Palestina) menuju Sidratul Muntaha (langit ketujuh).

Secara garis besar Isra’ Mi’raj adalah perjalanan Rasulullah Saw dari Makkah menuju Palestina kemudian dilanjutkan naik hingga sampai ke langit ketujuh atau Sidratul Muntaha. Kemudian dihubungkan dengan Isra’ Mi’raj Rasulullah Saw melakukan perjalanan tersebut ditemani oleh malaikat Jibril dan Buraq sebagai kendaraannya.

Istilah Buraq sendiri dikarenakan karena memiliki kecepatan luar biasa seperti kilat sehingga bisa mengantar nabi dalam waktu sekejap. Secara logika pada zaman itu, perjalanan dari Masjidil Haram (Makkah) menuju Masjidil Aqsa Palestina dengan menaiki unta membutuhkan waktu sekitar 3 sampai 4 minggu.

Apalagi kalau pulang-pergi, membutuhkan waktu sekitar 8 minggu. Namun, Rasulullah mengatakan perjalanannya seperti sepenggal malam atau semalam saja. Peristiwa tersebut telah membuktikan Allah Swt telah memperlihatkan kekuasaan dan kebesarannya dengan memberikan mukjizat khusus kepada Rasulullah Saw.

Seperti firman Allah yang tercantum pada surat Al-Isra’ ayat 1 yang artinya “Maha suci Allah yang telah memperjalankan hambanya pada suatu malam dari Al Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda kebesaran kami. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengasihi”.

Lalu bagaimanakah perspektif sains memandang keajaiban ini?

Isra’ Mi’raj dalam Perspektif Sains

Pertama adalah mengutip dari Prof Thomas Djamaluddin yaitu seorang profesor riset astronomi- astrofisika nasional (LAPAN), perjalanan yang dilakukan Rasulullah bukanlah perjalanan biasa seperti antar negara atau antariksa dengan menggunakan pesawat terbang. Namun sebuah perjalanan keluar dari dimensi ruang dan waktu.

Baca Juga  Betapa Tidak Pentingnya Reuni 212

Alam pada hakikatnya dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu dan pengukuran umumnya terikat oleh jarak dan waktu. Sedangkan keluar dari dimensi ruang dan waktu berarti pergi ke alam lain yang memiliki dimensi jauh lebih besar.

Artinya, dimensi ini jauh lebih unggul daripada ruang dan waktu. Keluar dari dimensi ruang dan waktu berarti membebaskan diri dari hukum ruang dan waktu. Memahami lebih dalam, jika diibaratkan, dimensi 1 adalah garis, dimensi 2 adalah bidang dan dimensi 3 adalah ruang. Maka dengan mudah alam dimensi 2 dapat menggambarkan alam dimensi 1 (garis). Begitu juga alam 3 dimensi dapat dengan mudah menggambarkan alam 2 dimensi (bidang).

Namun, dimensi 1 garis tidak bisa menggambarkan alam 2 dimensi (bidang) dan alam 2 dimensi tidak bisa menggambarkan alam 3 dimensi (ruang). Ini berarti dimensi lebih rendah tidak mampu menggambarkan dimensi lainnya yang jauh lebih besar.

Dengan memakai penjelasan tersebut, berarti malaikat adalah alam dimensi 3 yang mana lebih unggul dari dimensi ruang dan waktu sehingga malaikat tidak ada masalah atau kendala dengan jarak dan waktu.

Malaikat bisa melihat manusia sebaliknya manusia tidak bisa melihat malaikat. Ibaratnya, dimensi 2 tidak dapat menggambarkan dimensi ketiga namun sebaliknya dimensi ketiga dengan mudah menggambarkan dimensi ke dua.

Bisa disimpulkan dari penjelasan prof Thomas secara teori sains perjalanan Isra’ Mi’raj bukanlah perjalanan biasa antar negara dan antariksa tetapi perjalanan dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa tidak terikat oleh ruang sedangkan Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan keluar dari dimensi ruang dan waktu menuju dimensi yang lebih besar atau alam lain.

Isra’ Mi’raj Menurut Teori Relativitas Einstein

Kedua adalah Isra’ Mikraj berdasarkan teori relativitas umum Einstein. Menurut Agus Purwanto, seorang pakar Fisika Teori Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, jika merujuk pada QS. Al-Isra’ ayat 1, terdapat tiga kunci yang ada pada peristiwa Isra’ Mi’raj yaitu: asra’, ‘abdi, dan layl

Baca Juga  Sains Bukanlah Pemegang Otoritas Mutlak dalam Rukyatul Hilal

Asra’ adalah memperjalankan, memindahkan materi dari satu tempat ke tempat lain. Tempat menyatakan satu titik dalam ruang sehingga asra’ terkait dengan ruang beserta atributnya. ‘Abdi menunjuk pada hamba pilihan-Nya yakni Rasulullah yang meliputi jiwa, raga, jasmani, dan rohani. Layl mewakili waktu.

Dengan adanya petunjuk di atas, hal ini mengantarkan pada struktur Jagad raya yaitu sifat ruang-waktu-cahaya yang tidak lain adalah teori Relativitas Umum Einstein. Melalui teori ini, ruang dan waktu merupakan fenomena yang fleksibel, relatif, dan dinamis seperti proses alam semesta lainnya. “Jadi menurut Einstein jagat raya seperti melengkung.”

Alam Semesta yang Terus Mengembang

Selain jagat raya itu melengkung, alam semesta juga terus mengembang. Pendapat ini pertama kali diungkapkan oleh Edwin Hubble. Di masa lalu, alam semesta begitu kecil, padat, dan panas. Seperti balon yang diisi udara, alam semesta kemudian mengembang, membesar, dingin, dan jarak antar galaksi dan materi di dalamnya pun semakin menjauh satu sama lain.

Jika alam semesta diibaratkan balon, maka permukaan bola itulah ungkapan ruang lengkung dua dimensi. Artinya masih ada dimensi lain, yaitu alam immaterial yang keberadaannya di luar ruang dan waktu alam semesta.

Maka dari itu, tak heran jika perjalanan Mi’raj yang menembus beberapa lapis langit tersebut, bisa berlangsung dalam waktu yang relatif sangat singkat karena keberadaannya bukan lagi di alam semesta melainkan berada di ‘ruang ekstra’ alias alam immaterial.

Isra’ Mi’raj Berada di Luar Jangkauan Sains

“Jadi perjalanan Rasulullah itu menembus dimensi yang lebih tinggi yaitu langit yang ghaib. Ini sudah berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan, ujar Agus

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah perjalanan yang luar bisa dengan suatu mukjizat yang diberikan Allah kepada nabi Muhammad Saw yang tidak bisa dinalar oleh akal manusia dan tidak bisa diukur oleh pengetahuan. Wallahu alam.

Editor: Yahya FR

8 posts

About author
Alumnus Universitas Islam Lamongan. Gadis penyuka sastra dan petrichor. Selain itu ia gampang memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Hal yang menjadi favoritnya adalah suasana setelah hujan dan memandang cakrawala langit biru yang luas.
Articles
Related posts
Kaunia

Ru'yat Ta'abbudi dan Penyatuan Kalender Islam

2 Mins read
Perkembangan pemikiran tentang kalender Islam di kalangan ormas Islam mengalami kemajuan baik dari segi pemikiran maupun instrumentasi astronomi yang dimiliki. Hal ini…
Kaunia

Menaksir Berat Sapi Secara Cepat

1 Mins read
Kaunia

Moderasi dalam Sidang Isbat

3 Mins read
Di Indonesia kehadiran sidang Isbat sudah lama diperdebatkan keberadaannya. Di satu sisi dianggap sebagai jembatan untuk mempertemukan perbedaan pandangan antara pendukung hisab…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds